NovelToon NovelToon
RITUAL

RITUAL

Status: tamat
Genre:Horor / Rumahhantu / Roh Supernatural / Tamat
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Its Zahra CHAN Gacha

Ritual yang dilakukan untuk menjadi penari yang sukses justru membuat hidup Ratri terancam, bagaimana nasib Ratri selanjutnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penari dalam Cermin 2

Ratri meringis, menggenggam pangkalnya dengan dua tangan. Begitu kulitnya menyentuh tali itu, hawa dingin menusuk jari-jarinya hingga kebas. Dalam sekejap, potongan-potongan gambar memenuhi kepalanya—bayangan panggung, sorak penonton, bunyi kendang dan gong, dan sosok-sosok penari yang menari sampai tubuh mereka roboh, tapi kaki mereka tetap bergerak seperti boneka yang dikendalikan.

“Lepaskan,” bisik suara di belakangnya.

Ratri menoleh. Penari berkebaya merah berdiri hanya satu langkah darinya. Wajahnya kali ini tidak sekosong tadi—ada semacam rasa iba di matanya, meski samar.

“Kalau kau tetap terikat… kau akan menari sampai semua dagingmu habis.”

Ratri mengerutkan kening. “Kalau kupotong… aku bebas?”

“Bebas dari sini,” jawabnya, “tapi tidak dari mereka yang menunggu di luar.”

---

Di pantai, Raditya memegangi tangan Ratri lebih erat. Bibirnya bergetar. “Ratri… tolong kembali. Aku nggak ngerti ini semua, tapi aku nggak mau kehilangan kamu.”

Sekar Ayu menatap langit yang kini mulai gelap, meski matahari belum terbenam sepenuhnya. “Dia sudah di ambang. Kalau dia memilih salah langkah, kita tak bisa menariknya kembali.”

Raditya menoleh cepat. “Apa maksudmu?!”

“Kalau dia memutuskan tali itu…” Sekar Ayu menarik napas berat, “tubuhnya di sini akan kosong. Dan yang kosong… mudah diisi oleh yang lain.”

---

Di dunia cermin, penari-penari lain yang tadi diam kini mulai bergerak lagi. Kali ini mereka berjalan mendekat, langkah mereka serempak. Suara hentakan kaki memecah keheningan, setiap langkah seperti menghentak dada Ratri.

Dari barisan belakang, muncullah sosok berbeda: seorang pria berwajah teduh, berpakaian busana penari Reog lengkap, termasuk topeng besar yang disampirkan di punggungnya. Matanya tajam menatap Ratri.

“Kau… yang berikutnya,” katanya lirih, suaranya berat seperti gema dari dasar gua.

Ratri memundurkan badan, tapi tali di kakinya menegang, membuatnya tersentak.

“Apa maksudmu?”

“Takdir. Semua penari yang terpilih akan sampai ke sini. Sebagian memilih mengabdi. Sebagian memilih putus. Semua… akhirnya hilang.”

Ratri menggeleng. “Aku tidak mau jadi bagian dari ini.”

Pria itu mendekat. “Tak semua pilihan membawamu pulang.”

---

Raditya kini mulai melihat sesuatu yang mustahil: dari pasir di sekitar tubuh Ratri, muncul serabut-serabut hitam tipis, seperti akar pohon, yang merambat pelan menuju pergelangan kakinya.

Dia terlonjak, hendak menyingkirkannya, tapi Sekar Ayu menahan lengannya.

“Jangan sentuh! Itu pantulan dari sana. Kalau kau ganggu, bisa ikut menyeretmu.”

Raditya menggeram frustrasi. “Lalu kita cuma nonton?!”

Sekar Ayu tidak menjawab. Matanya tak lepas dari wajah Ratri, yang kini mulai berkeringat dingin meski angin pantai bertiup kencang.

---

Ratri menunduk lagi, menatap tali hitam itu. Di kepalanya, suara-suara mulai bercampur: penari merah yang memintanya memutuskan, pria bertopeng yang menyuruhnya mengabdi, dan entah dari mana—suara Raditya yang memanggil namanya.

Tali itu tiba-tiba berdenyut lebih cepat, dan setiap denyut menampilkan potongan kenangan: wajah ibu yang pernah berkata “menarilah seumur hidupmu,” latihan keras di sanggar, tatapan iri penari lain, dan darah… begitu banyak darah di lantai panggung.

Ratri memejamkan mata. Nafasnya berat.

Kalau ia memutus tali, ia mungkin bebas dari tempat ini—tapi kalau benar kata Sekar Ayu, ia juga membuka pintu untuk sesuatu yang mengerikan.

Kalau ia tidak memutus, ia akan tetap menari… sampai mati.

“Pilih,” desis penari merah. “Pilih sekarang.”

---

Di pantai, langit kini hampir hitam. Ombak naik, memukul pantai lebih keras. Raditya memeluk tubuh Ratri, seolah bisa menariknya kembali dengan kekuatan fisik semata.

“Aku nggak peduli apa pun! Kembali, Ratri… tolong kembali…”

Sekar Ayu meliriknya sekilas, lalu berbisik pada angin, “Semoga dia memilih dengan benar.”

---

Di dunia cermin, Ratri membuka mata. Tatapannya tajam, bibirnya bergetar.

Ia meraih tali hitam itu dengan kedua tangan. Rasanya dingin menusuk, tapi ia menariknya sekuat tenaga. Tali itu melawan, berdenyut makin cepat, seperti urat nadi yang tak mau diputus.

Penari-penari di sekeliling mulai bergerak cepat, berputar mengelilinginya. Pria bertopeng mengangkat tangannya, dan semua hentakan kaki berhenti seketika.

Ratri berteriak, menarik tali itu hingga bagian yang mengikat kakinya mulai terlepas…

Lalu??

Hujan mulai reda, menyisakan aroma tanah basah yang bercampur dengan hawa dingin menusuk tulang. Langkah-langkah kaki Ratri terasa berat saat menyusuri jalan setapak yang dipenuhi daun kering. Ia tak lagi sendirian. Di belakangnya, suara napas terengah-engah milik Bagas terdengar jelas.

Mereka tak saling bicara sejak meninggalkan rumah tua itu. Suasana hening, hanya sesekali dipecah oleh derit ranting yang patah di bawah pijakan.

Ratri menoleh sekilas. “Kita harus cepat keluar dari sini sebelum gelap. Tempat ini… terlalu sunyi.”

Bagas menatap ke sekeliling. “Justru itu yang aneh, Rat. Sunyi, tapi aku merasa… kita sedang diikuti.”

Belum sempat Ratri merespons, angin bertiup kencang dari arah hutan. Bau anyir menyeruak begitu saja, seperti darah yang baru mengering. Sekejap kemudian, terdengar suara gemerisik dari arah semak. Bagas spontan menghunus golok kecil yang ia bawa.

“Siapa di sana?!” teriaknya.

Tidak ada jawaban. Namun, dari balik gelapnya dedaunan, muncul sosok perempuan berambut panjang yang basah kuyup. Wajahnya pucat, matanya memandang kosong, dan bibirnya bergerak-gerak seolah berbisik sesuatu.

Ratri merasakan darahnya membeku. Ia mengenal wajah itu—walau samar—karena pernah melihatnya di salah satu foto lawas di rumah Nenek Mariani.

“Bagas…” Ratri berbisik, “Itu Suyati.”

Sosok itu melangkah mendekat, setiap pijakan kakinya mengeluarkan bunyi ‘plok… plok…’ seperti kaki yang menapak genangan. Bagas menatap curiga, tapi sebelum ia sempat bicara, Suyati mengangkat tangan dan menunjuk lurus ke arah mereka.

“Pergi… sebelum… ritual… terakhir…” suaranya serak, nyaris tak terdengar.

Ratri hendak mendekat, namun Bagas menarik lengannya. “Jangan! Itu bukan manusia biasa.”

Tiba-tiba, tubuh Suyati seperti bergetar hebat. Dari matanya menetes darah, lalu ia menjerit begitu keras hingga burung-burung beterbangan dari pepohonan. Dalam sekejap, tubuhnya lenyap bagai kabut yang diterpa angin.

Ratri tertegun. “Dia… memperingatkan kita?”

Bagas menatap ke arah yang ditunjuk Suyati tadi. Jauh di ujung jalan setapak, berdiri bangunan kecil seperti pendopo, namun atapnya tertutup kain merah lusuh yang berkibar-kibar. Dari sana, terdengar suara gamelan yang sayup-sayup mengalun, meski tak ada seorang pun terlihat.

Bagas menarik napas panjang.

“Aku rasa… di situlah semuanya akan terjawab.”

Mereka melangkah perlahan menuju pendopo itu. Semakin dekat, aroma dupa semakin menusuk hidung, bercampur dengan bau daging terbakar. Di sisi pendopo, ada tumpukan kelapa hijau, sesajen bunga, dan kendi berisi cairan berwarna merah pekat.

Di tengah pendopo, Ratri melihat lingkaran tanah yang dibatasi tali anyaman janur kuning. Di dalamnya, ada kursi kayu tua yang dilapisi kain hitam, dan di atas kursi itu terletak topeng Reog—tapi bukan topeng biasa. Mata topeng itu terbuat dari bola mata manusia, dan giginya tersusun dari tulang kecil yang menguning.

Ratri hampir muntah. “Astaga… ini…”

“Ritual terakhir,” Bagas menyahut lirih.

1
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
tiba-tiba ada Prayitno
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
lagi serius baca ada pengulangan cerita 🤭
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
Ratri kembali di kuasai roh tubuhnya
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
Raditya sama rehan kemana
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
serem bener topeng tapi terbuat dari mata manusia
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
ayo Ratri kamu bisa
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
jiwa Ratri udah di kurung
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
Ratri masuk jebakan kayanya pengikut setia lembayung
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
akhirnya terlepas juga dari tubuh Lala
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
maksa bener nyari wadah Ratri ga mau malah muridnya
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
untung ada Raditya dan Raihan yg membantu Ratri
Yulay Yuli
diulang² tulisannya thour
Yulay Yuli
keren ya, ceritanya 👍
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ
skrg korban nya lala
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ
wah bisa gawat tuh
🥑⃟𝚜𝚌𝚑𝚊𝚝𝚣𝚒🦊⃫⃟⃤ₕᵢₐₜ
semoga bnr² bebas
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
penari2 leluhur udah bangun ayo di buat tidur lagi Ratri
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
ternyata masalah Ratri belum tuntas semua
⸙ᵍᵏTitian 𝐙⃝🦜pirman🦈
tari memang budaya tapi kalau pakai mistik bukan budaya lagi melainkan bencana
Yulay Yuli
keren kata²thour 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!