Seorang detektif muda tiba-tiba bisa melihat arwah dan diminta mereka untuk menyelesaikan misteri kematian yang janggal.
Darrenka Wijaya, detektif muda yang cerdas namun ceroboh, hampir kehilangan nyawanya saat menangani kasus pembunuh berantai. Saat sadar dari koma, ia mendapati dirinya memiliki kemampuan melihat arwah—arwah yang memohon bantuannya untuk mengungkap kebenaran kematian mereka. Kini, bersama dua rekannya di tim detektif, Darrenka harus memecahkan kasus pembunuhan yang menghubungkan dua dunia: dunia manusia dan dunia arwah.
Namun, bagaimana jika musuh yang mereka hadapi adalah manusia keji yang sanggup menyeret mereka ke dalam bahaya mematikan? Akankah mereka tetap membantu para arwah, atau memilih mundur demi keselamatan mereka sendiri?
Update setiap hari,jangan lupa like dan komen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadinachomilk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 23 RENCANA DIMULAI
Darren segera melangkahkan kakinya keluar dari kantor detektif dan menemui Gavin dan Selina yang sedang mengurus mobil pembersih. Sesampainya di dekat ruang logistik, Darren sudah melihat Selina dan Gavin yang sedang ribet mempersiapkan Mobil pembersih.
"Cepet vin,lo ganti baju masa pakek jaket kayak gitu"Kesal Selina.
"Ya bentar lah,ini juga bannya kempes"Darren segera mencari pompa.
"Minggir lo"Gavin mengusir Selina.
Selina hanya menatap malas,lalu pandanganya melihat ke arah Darren.
"Darren sini buruan"Selina melambai lambaikan tangannya.
Darren yang melihat itu segera berlari menghampiri.
"Nih pakek baju ini uda gue siapin" Selina menyodorkan satu set pakaian khusus untuk pembersih"
Darren mengambil pakaian itu lalu segera mengajak Gavin untuk segera berganti pakaian juga.
"Ayo vin,ganti"
"Bentar ini,mobilnya jelek masa bannya kempes semua"Gavin masi fokus memompa.
Darren melangkahkan kakinya masuk dan mencari toilet untuk berganti pakaian. Saat masuk ke dalam toilet ia dikagetkan oleh kehadiran Rei yang sedang melambaikan tangannya.
"Ngapain lo kesini?"tanya Darren malas.
"Hati hati Ren disana berbahaya,oh ya nanti lo ambil flashdish di brangkas ruang milik Andre disana ada bukti nyata,kalau yang dibawa liora itu uda di akal akalin sama Andre"
"Yauda terimakasih,kalau lo berguna gini kaan gue jadi suka"Darren menepuk pundak Rei.
"Gue mau ganti pakaian dulu" Darren melangkahkan kakinya masuk ke bilik.
"Oke" Rei langsung menghilang secara tiba tiba.
"Udah belom lo Vin"Selina menatap Gavin yang kecapekan"
"Kok ga bisa ya Lin"Gavin merasa frustasi.
Selina segera mendekat lalu melihat ke arah pompa.
"Ini loh belum kamu copot penutup bolonganya gimana mau masuk,udah minggir sana biar gue aja"
"Heheheh"Gavin terkekeh.
"Uda lo buruan"Teriak Selina yang membuat Gavin segera berlari meninggalkannya.
Darren yang sudah selesai segera keluar dan berpapasan dengan Gavin.
"Udah siap,mobilnya vin?"tanya Darren.
"Tenang,uda sempurna"
"Yauda,gue duluan lo cepetan vin"Darren melangkahkan kakinya keluar dari toilet dan meninggalkan Gavin yang masi berdiri disana.
Darren akhirnya tiba diluar yang melihat Selina sedang memompa ban ban itu.
"Loh belum selesai Lin?"tanya Darren.
Selina mendongakkan kepalanya melihat Darren yang tampak tampan dengan pakaian cleaning service berwarna biru tua, Selina melongo.
"Lin,Selinaaa"panggil Darren lagi.
"Eh,belum Ren kurang dua cape banget" kata Selina masi menatap Darren.
"Yauda gue ajaa yang lanjutin" Darren segera mengambil pompa dari tangan Selina yang membut jantung Selina berdegup kencang.
"Eh...Ini ini ren" Selina agak canggung.
Darren menatap Selina yang mukanya sudah memerah karena salting. Lalu tangan besarnya memegang jidat milik Selina.
"Lo sakit Lin?kok muka lo merah gitu"
"Eh ga kenapa napa kok"Selina menepis tangan Darren jantungnya sudah berdegup kencang.
"Yauda gue pompa dulu ini biar cepet kita jalanin misi"
Darren memompa dua ban yang tampak kempes itu, Selina hanya membuang muka. Sampai akhirnya Gavin datang tetapi baju tampak kebesaran.
"Lin gimana sih lo kasih baju kebesaran gini"protes Gavin.
Selina menatap Gavin lalu tertawa terbahak bahak.
"Hahahah,lo kayak ondel ondel vin"
Gavin mendengus kesal "Ya lo cariin baju buat gue yang besar gini"
"Yang tersisa aja cuman itu,kalau lo pakek punya Darren yang ada kekecilan. Makanya gue kasi ke lo yang agak besar"
"Agak besar apa lihat ini KEBESARAN"
"Udah udah,ayo kita berangkat daripada kelamaan keburu pergi tu si Andre" Darren berdiri dan menaroh pompa itu ke tempat semula.
"Ayo"Gavin segera melangkahkan kakinya masuk ke bagian pengemudi.
Selina segera mengambil earpiece dan segera memasangnya di kuping Darren dan Gavin,lalu ia membawa alat alat hacking berserta laptop kebangganya. Darren pun yang sudah siap segera masuk ke dalam mobil.
"Siap semua" kata Gavin.
"Siap"kata Selina dan Gavin kompak.
Gavin menekan pedal gas mobil putih berlogo cleaning service dengan kencang yang mengakibatkan mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi,melewati jalanan kota yang tampak ramai. Darren duduk di kursi sebelah Gavin wajahnya serius, menatap lurus ke depan.
Mobil itu akhirnya berhenti agak jauh dari gedung tinggi yang menjulang. Gedung milik Andre, dari kejauhan, lampu-lampu di beberapa lantai masih menyala, tanda ada aktivitas di dalam. Gavin memarkir mobil di sisi jalan yang agak redup, tidak terlalu mencolok.
"Udah siap?"tanya Gavin, menoleh ke Darren.
Darren membuka pintu mobil sambil menepuk dada, seakan menyiapkan dirinya.
"Siap, kita harus meyakinkan agar mereka tidak curiga"
Keduanya keluar, mengenakan seragam biru tua bertuliskan Service Team. Mereka menarik troli berisi peralatan kebersihan lengkap yaitu ember, pel, dan kotak peralatan yang sebenarnya berisi perlengkapan lain.
Dari kejauhan, Selina mengamati melalui alat komunikasi di telinganya. Ia duduk di dalam mobil pembersih dengan laptop terbuka, jemarinya menari di atas keyboard.
"Oke, gue udah masuk ke jaringan CCTV. Gue bisa liat kalian dari sudut timur. Hati-hati, ada dua penjaga di depan pintu utama"
"Oke,gue bakal hati hati" balas Gavin pelan, menekan alat komunikasi di telinganya.
Mereka berdua berjalan mendekati pintu utama. Seorang penjaga berbadan tegap dengan seragam hitam menghentikan langkah mereka.
"Hei, kalian siapa? Jam segini kok masih mau masuk?" Suaranya berat, penuh curiga.
Gavin tersenyum ramah, mendorong troli sedikit ke depan.
"Kami dari bagian cleaning service, Pak. Ada jadwal bersih-bersih mendadak malam ini. Katanya lantai atas dipakai rapat besok pagi. Jadi harus steril sebelum dilaksanakannya rapat"
Penjaga itu menyipitkan mata.
"Jadwal bersih-bersih? Biasanya dilakukan pagi, bukan malam-malam seperri ini"
Darren ikut menimpali, dengan nada santai seolah sudah sering berurusan dengan situasi seperti ini.
"Iya, Pak. Kami juga biasanya pagi. Tapi bos besar tiba-tiba minta sekarang. Katanya nggak mau ada noda atau jejak sebelum rapat. Kita cuma nurut aja lagipula kita cuman pekerja"
Penjaga yang lain melipat tangan di dada, masih ragu.
"Surat tugasnya mana?"
Sekilas, suasana menegang. Gavin buru-buru merogoh saku, mengeluarkan map tipis berisi beberapa kertas. Itu dokumen palsu yang sudah mereka siapkan. Ia menyerahkannya dengan percaya diri.
"Nih, Pak. Semua lengkap ada tanda tangan manajer operasional"
Penjaga itu membuka map, meneliti sekilas. Dahi berkerut, jelas masih ada rasa tidak yakin.
Darren menambahkan dengan nada agak jengkel, pura-pura kesal.
"Pak, kita ini kerjaannya udah dikejar-kejar waktu. Kalau sampai telat, justru kita yang dimarahin. Bapak pasti nggak mau disalahin kalau gedungnya besok nggak bersih, kan?"
Penjaga itu menoleh ke rekannya. Keduanya saling bertukar pandang. Suasana hening beberapa detik, hanya terdengar suara klakson kendaraan di kejauhan.
Dari alat komunikasi, suara Selina terdengar pelan.
"Tenang, gue udah looping kamera di pintu depan, segera yakinkan mereka"
Akhirnya, salah satu penjaga mulai percaya
"Ya sudah. Tapi jangan lama-lama. Kalau ada barang yang hilang kalian yang tanggung jawab"
Senyum tipis muncul di wajah Gavin. Ia menunduk sedikit, penuh hormat.
"Siap, Pak. Terima kasih kami cuma kerja sesuai instruksi bukan mau jadi maling"
Darren mendorong troli masuk, menepuk pundak Gavin sambil berbisik pelan,
"Good job bro"
"Lin kita harus menuju ruang milik Andre,buat ambil bukti" Darren berbisik pelan.
"Oke, sekarang kalian ikutin intruksi gue,di lantai lima ada ruangan pribadi Andre disana ada lima penjaga kalian kecoh mereka dulu"
"Oke,gue sama Gavin bakal mengecoh mereka"
Darren dan Gavin segera mendorong troli mereka dan menaiki lift,Gavin memencet angka 5 lalu mereka naik ke lantai lima. Lift terbuka Gavin dan Darren segera melakukan aksinya.
Gavin menundukkan kepalanya sambil mendorong ember pel bersuara berdecit di lantai, sedangkan Darren berjalan sedikit di belakang, tangannya tetap di saku celana agar terlihat santai. Begitu mereka tiba di lantai dua, aroma cairan pembersih mulai memenuhi udara.
Seorang penjaga mendekat, melipat tangan di dada.
"Heh, lagi apa kalian di sini malam-malam?" tanyanya dengan tatapan curiga.
Gavin menghela napas, lalu menyipitkan mata dengan wajah lelah seolah benar-benar seorang petugas kebersihan.
"Bos besae nyuruh gue bersihin lantai lima sekarang. Katanya harus kinclong sebelum tamu datang besok pagi. Jadi kalau kalian masih nongkrong di sini, gue ga bisa ngepel. Turun dulu aja ke lantai bawah palingan lima belas menit kelar" katanya ketus tapi meyakinkan.
Penjaga itu melirik ke arah Darren, lalu ke lantai yang sudah basah. Ia mendecak kesal.
"Tch,Ribet amat"
Satu per satu, para penjaga mulai turun tangga dengan wajah kesal. Darren diam-diam mengacungkan jempolnya seolah berkata berhasil.
Begitu langkah para penjaga menghilang ke bawah, Darren berbisik di telinga Gavin,
"Lo beneran jago acting,vin. Harusnya lo jadi artis aja daripada detektif"
Gavin hanya menyunggingkan senyum tipis.
"Yaelah,guekan suka jadi detektif menumpas kejahatan. Buruan kita punya waktu paling lima belas menit sebelum mereka curiga"
Mereka bergerak cepat, menapaki koridor gelap lantai dua. Lampu neon redup berkelip-kelip, memberi suasana horor. Setiap pintu di sepanjang lorong tampak sama, hingga akhirnya Darren menunjuk ke pintu besar dengan label kecil bertuliskan Andre’s Office.
"Ini ruangannya vin"Darren berbisik.
"Gue uda matiin kamera penjaga jadi waktu kalian sepuluh menit buat ambil bukti itu"
Darren menempelkan telinga ke pintu, mendengarkan apakah disana ada orang untung saja ruangan itu sunyi. Ia mengeluarkan alat kecil untuk membobol kunci, jarinya lincah bekerja. Tak lama terdengar bunyi pintu itu dibuka.
"Berhasil Vin"
"Yauda buruan masuk,kita harus cari brangkas milik Andre"
Gavin dan Darren pun segera masuk ke dalam,suasana ruangaan itu gelap. Darren dan Gavin pelan pelan mencari dimana keberadaan brangkas yang berisi barang bukti itu.