Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Istri Bayaran
Kembali ke rumah, Melati baru bisa lepas dari pelukan suaminya. Masih merasa bingung dengan Zaidan yang tiba-tiba berubah seperti ini.
Pelukan ini apa artinya?
Jika bisa Melati ini menanyakan itu, tapi dia tidak berani. Akhirnya Melati hanya diam saja, saat mereka sudah berada di ruang tengah, Melati menatap suaminya itu.
"Em, aku pergi ke kamar dulu. Tuan juga istirahat"
Zaidan hanya mengangguk dan segera berjalan menaiki anak tangga. Sementara Melati kembali ke kamarnya, duduk diam di sofa dengan pikiran yang menerawang. Melati masih bingung dan tidak menyangka dengan Zaidan yang tiba-tiba memeluknya.
"Sebenarnya dia ini kenapa sih? Kenapa sulit sekali ditebak"
Melati menghembuskan nafas kasar, dia segera pergi ke kamar mandi untuk berendam dan menenangkan pikirannya yang kacau saat ini. Pelukan hangat Zaidan masih begitu terasa di tubuhnya. Seolah membekas.
"Aduh Mel, dia melakukan itu karena sedang sedih saja. Kenapa juga kamu harus terus mengingatnya dan memikirkannya"
Melati selesai mandi, dia segera keluar kamar untuk makan siang. Karena dia juga belum makan apapun sejak pagi, dia lupa sarapan untuk pertama kalinya. Dan saat melewati tangga, Melati mendongak dan melihat pintu kamar yang tertutup, dia ingat jika Zaidan juga belum makan apapun dari pagi tadi.
"Apa aku naik saja ya, hanya mengajaknya makan siang bukannya tidak masalah. Meski aku ingat perkataan Lina, jika aku tidak boleh naik ke lantai atas. Tapi aku juga tidak akan membuat apa-apa"
Akhirnya meski sempat ragu, Melati melangkahkan kaki menaiki anak tangga. Untuk pertama kali dia naik ke lantai atas rumah ini sejak dia tinggal disini. Melati cukup ragu saat sudah hampir sampai, teringat ucapan Lina jika dia tidak boleh naik ke lantai ini. Tapi, Melati hanya ingin mengajak Zaidan untuk makan siang bersama. Mungkin tidak akan terlalu masalah.
Melati sampai di depan pintu kayu, masih ragu hanya sekedar untuk mengetuk pintu sekarang. Tapi, akhirnya dia melakukannya. Tok ... Tok ... "Tuan, ayo makan siang. Tuan belum makan apapun sejak pagi"
Terdiam beberapa saat karena Melati tidak mendapatkan jawaban apapun dari Zaidan. Sampai dia mencoba meraih gagang pintu, dan memutarnya.
"Eh, dia tidak mengunci pintu ternyata"
Melati perlahan membuka pintu kamar, mengintip ke arah dalam dan dia bisa melihat nuansa kamar yang sepi, dingin, dan sedikit gelap dengan nuansa chat dan juga tempat tidur yang menggunakan seprei dan selimut berwarna gelap.
"Wah, dia memajang foto istrinya disini"
Tidak mendapati orang di dalam kamar ini, membuat Melati sedikit berani untuk masuk ke dalam kamar. Dan dia melihat foto pernikahan Zaidan dan Diana terpajang nyata di dinding, dan ada juga yang di atas nakas. Melati berjalan ke arahnya. Mengambil figura foto itu dan menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.
"Dia begitu mencintainya, hingga semuanya masih tersimpan rapi di kamar ini. Ah, Nona Diana ini memang sangat cantik. Pantas saja dia begitu tergila-gila padanya"
Entah kenapa, hati Melati mulai tidak nyaman. Ada perasaan cemburu di hatinya, meski dia mencoba untuk menyangkal perasaan itu. Tapi tetap saja dia merasakan hal yang menyakitkan di hatinya.
"UNTUK APA KAU DISINI?!"
Teriakan penuh penekanan itu membuat Melati terlonjak kaget. Figura foto di tangannya tidak sengaja jatuh dan pecah. Melati terkejut melihat itu, lalu dia melirik ke arah Zaidan yang baru keluar dari ruang ganti. Tatapan nyalang itu tertuju padanya, Melati perlahan mundur hingga dia terpojok di tempat tidur dan jatuh terduduk disana.
"Siapa yang mengizinkanmu masuk kesini?" Suara Zaidan begitu tajam menusuk, dia berada di depan Melati sekarang dengan sedikit membungkukkan tubuhnya. "Sepertinya kebaikanku selama ini, tidak cukup untuk memperingatkan jika kau hanya seorang istri bayaran, dan hanya terikat di atas kontrak. Jangan pernah berpikir terlalu tinggi dengan kebaikan yang aku berikan! Sampai kapanpun, kau tidak akan pernah bisa menggantikan Dinana. Kau tidak akan pernah setara dengan Diana!"
Sial, apa yang aku katakan?
Melati hanya menunduk dengan mata yang sudah berkaca-kaca, tangannya saling bertaut dengan gemetar. "Maaf Tuan, aku berjanji tidak akan lancang lagi untuk masuk kesini. Maafkan aku" lirihnya.
Melati berdiri dan segera pergi dari sana tanpa berkata apapun. Dia begitu takut dengan Zaidan yang begitu dingin. Bahkan tatapannya begitu menakutkan. Dan ucapannya juga begitu menusuk hatinya.
"Sial, aku terpancing emosi" Zaidan mengembuskan nafas kasar, dia mengusap wajahnya juga dengan frustasi. Melirik ke arah figura foto yang sudah pecah. Zaidan mengambil selembar foto wanita di dalamnya. "Maaf, karena aku tidak bisa terus menjaga perasaan ini hanya untukmu"
*
Melati kembali ke kamar dan menangis tersedu-sedu disana. Ucapan Zaidan benar-benar sangat melukai hatinya saat ini. Memeluk lututnya yang ditekuk dengan wajah yang bersembunyi diantara lutut dan tangannya sendiri.
"Hiks... Dia 'kan tidak perlu mengatakannya secara langsung. Aku juga tahu dan paham siapa aku dan posisi aku disini. Tapi kenapa harus dia yang mengatakannya. Aku semakin terluka dengan dia yang mengatakan itu"
Melati memukul dadanya sendiri yang terasa begitu sesak. Perasaannya akhir-akhir memang begitu sensitif jika tentang Zaidan. Dia juga tidak tahu ada apa dengan dirinya.
Tok ... Tok ...
"Nona, boleh saya masuk?"
Melati mencoba untuk menghentikan tangisannya. "Masuk saja"
Dan Lina juga Maya masuk ke dalam kamarnya, mereka menghampiri Melati yang terduduk di atas tempat tidur. Maya mengelus lembut tangan Melati. Lina berada di belakang Maya dan hanya menatap prihatin pada Melati.
"Tuan Muda memang seperti itu, selalu marah jika barang yang menyangkut Nona Diana disentuh orang lain. Aku juga pernah mengalaminya" ucap Maya.
Melati sudah tidak malu lagi, dia benar-benar menangis di depan dua pelayan ini. Karena dia sudah menganggap Maya dan Lina sebagai temannya.
"Hiks... Tapi kenapa harus sejahat itu? Kenapa berkata begitu menyakitkan. Maya, Lina, aku juga manusia biasa yang tentu merasa sakit hati saat mendengar ucapannya"
"Iya Nona, aku faham. Tapi, mau bagaimana lagi? Tidak akan ada yang berani menegurnya. Bahkan perkataan orang tuanya saja, terkadang Tuan abaikan" ucap Maya.
Melati kembali terisak, kali ini hatinya benar-benar terluka dengan ucapan Zaidan. Mau sekuat apa Melati menunjukan dirinya, tapi dia tetap seorang perempuan biasa yang bisa merasa lemah dan sakit hati juga. Apalagi Zaidan adalah suaminya, dan dengan tega mengatakan hal yang begitu menyakitkan.
"Aku tahu, aku tidak akan setara dan tidak akan pernah bisa menggantikan Diana. Tapi, tidak perlu diucapkan secara langsung 'kan? Hatiku sakit mendengar ucapannya. Hiks.. Hiks..."
"Sabar Nona"
"Nona pasti kuat, yang sabar ya"
Di balik pintu yang sedikit terbuka, seseorang berdiri dengan mengusap wajahnya kasar.
Maafkan aku.
Bersambung
Jangan pernah nabung bab, tolong kerja samanya biar author up terus
nextttt thor.....