Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.
Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.
Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Di meja dekat ruang televisi.
Aditya menyajikan dua mangkuk sup itu di meja. Berdampingan dengan nasi pulen yang berhasil dimasaknya sesuai dengan takaran yang diikutinya dari video yutub.
Nadia agak tersenyum. Ia senang atas usaha suaminya yang sudah mau memasak menu makan malam hari ini.
“Semoga suka, ya,” kata Aditya sambil mengusap belakang kepala Nadia.
Nadia mengangguk. Dia meraih sendok makan yang Aditya berikan padanya.
Hufh... Slurrp...
Nadia meniup, lalu mencicip kuah sup yang masih terkepul asap itu.
“Heum. Kok manis banget, A?” komentar Nadia.
Dia mencicip sekali lagi untuk memastikan lidahnya tidak salah mengecap.
Memang tidak ada salah pada indera perasanya, rasanya begitu manis seperti larutan gula.
“Coba deh dicicip,” kata Nadia mengarahkan satu sendok berisi kuah sup itu kepada Aditya.
Aditya mengecapnya. Benar, rasanya begitu manis, pria itu sampai kegelian merasakan sup yang begitu legit.
“Ini sup apa, A?” tanya Nadia. Siapa tahu ada jenis sup yang memang rasanya begini. Aneh, bagi Nadia.
“Sup kimlo.”
“Sup kimlo rasanya bukan seperti ini.” Nadia mengangkat mangkuknya, dia menciumnya, tidak ada bau rempah apapun di dalam sup itu. Aroma gurih dari garam atau micin pun tidak ada.
Nadia memeriksa di sekitar dapur. Tempat yang selama ini menjadi markasnya yang selalu dia jaga tetap rapi dan bersih, kini menjadi seperti kapal pecah. Nadia dibuat beristighfar terus-terusan.
“A, ini kenapa?” Bahkan wajan-wajan seperti beterbangan.
“Tadi cari panci sayur, Nad. Tapi gak ketemu. Nanti diberesin, kok. Panggil cleaning service,” jawab Aditya enteng.
Okey, lupakan sejenak. Sekarang fokus Nadia hanya ingin mengecek apa yang membuat salah pada sup itu.
Begitu dia melihat kristal halus di meja, yang tersebar berwarna putih di atas meja marmer hitam. Nadia mengambil sejuput serbuk putih itu, lalu dirasakan dengan tangan.
“Aa pakai yang ini?” tanya Nadia mengambil satu wadah dari tiga di antara wadah botol yang serupa.
“Iya, yang tengah.”
Otomatis Nadia tepuk jidat.
“A, ini gula halus! Pantas saja rasanya manis banget.”
“Apa? Masa iyah sih, gula? Garam itu. Gula kok halus banget?” Aditya mengeceknya lagi, lalu ia menaburkan sedikit ke telapak tangannya, lalu menjilatnya.
Aditya memejamkan matanya. Benar, rasanya terlalu manis.
“Manis banget!” komentar Aditya hingga ia harus membasuh lidahnya dengan air minum untuk berkumur.
“Iya, itu gula stevia bubuk. Tentu saja manis, A. Dan manisnya berkali lipat daripada gula kristal biasa.” Terang Nadia.
Pantas saja begitu manis, tadi dia berikan gula itu sebanyak 2 sendok makan ke dalam panci supnya.
Aditya baru tahu bahwa gula pun bermacam jenisnya. Dia melongok pada panci, menyayangkan sup kimlonya yang dibuatnya dengan penuh perjuangan. Kini hanya bisa dipandang tanpa bisa dimakan.
“Jadi, supku gagal ini, Nad?”
“Bukan gagal lagi. Itu bukan sup, tapi manisan daging dan sayur!” komentar Nadia.
Ada wortel, kentang, kol, kubis, sosis, seledri, dan potongan daging ayam fillet yang dicampur padu dan terasa manis.
"Jadi, bagaimana nih chef Aditya? Kita jadi makan atau tidak?" ledek Nadia.
Aditya tertawa menggaruk rambutnya. Bahkan sebelumnya dia sudah mengaku dirinya menjadi chef.
Alhasil, mereka makan malam dengan menu yang dipesan online. Pizza menjadi menu makan andalan terpraktis, kenyang, dan cepat diantar.
Mereka duduk berlesehan di atas karpet di depan televisi. Nadia yang sedang menikmati pizza, tiba-tiba menggeleng-geleng sambil senyum-senyum.
“Kenapa?” tanya Aditya selagi menikmati pizza hot cheese itu selagi hangat.
“Ada-ada saja, A. Sudah bikin supnya lama banget, dapur dibikin kayak kapal pecah, hasilnya malah jadi manisan.”
Aditya ikut tertawa melihat Nadia yang tertawa hingga terlihat gigi-giginya meski tidak terbahak.
“Jangan diketawain, namanya juga belajar, Nad.”
“Lain kali gak usah masak lagi deh, jangan sentuh barang-barang yang didapur, A. Nanti rusak semua.”
“Abisnya, kamu tiba-tiba masuk kamar ngunci diri dari dalam. Aku gak tahu itu seledri mau dibikin apa? Katanya sup? Itu sup, salah garam saja. Makanya jangan ngambek, dong,” kata Aditya.
Nadia yang semula tertawa, tiba-tiba senyumnya surut. Ia meletakkan kembali potongan pizza yang bahkan belum dihabiskannya.
Nadia lebih dulu bergerak bangkit, berjalan meninggalkan meja makan yang pendek itu.
“Lah, lah, kok pergi?” tanya Aditya yang hendak meraih tangan Nadia, tetapi tidak digubrisnya. Nadia tetap berjalan meninggalkan ruang makan itu.
Aditya yang masih penuh mulutnya, bergumam sendiri.
“Kenapa lagi dah? Kok moodnya berubah-ubah begitu, sih?”
Ceklek.
Pintu kamar itu kembali dikunci dari dalam.
"Nadia? Kenapa lagi, Nad?"
Malam ini dia tidak mau tinggal diam. Aditya mengambil kunci master, berharap ini bisa membuka kunci kamar Nadia.
Aditya dapat melihat perempuan itu sedang berbaring berbalut selimut, tidurnya menyamping membelakangi pintu masuk.
Aditya dari belakang naik ke ranjang dan memeluk tubuh Nadia yang semula perempuan itu tersentak dan bereaksi mau memberontak.
“Lepasin, A. Ngapain?"
“Gak mau.”
“Lepas,” kata Nadia menyingkirkan tangan Aditya yang memeluknya erat.
“Katakan dulu, kenapa kamu marah padaku?”
“Gak marah.”
“Gak marah, tapi kok tiba-tiba kabur? Kunci pintu segala?”
“Setiap mau tidur, aku selalu begitu,” jawab Nadia.
Aditya bergerak cepat dan dengan penuh tenaga membuat Nadia tidur terlentang. Menahan kedua tangannya di kedua sisi kepalanya. Begitu Aditya sudah menindihnya dan bersiap akan menciumnya, Nadia menoleh menghindar.
“Benar, kan, kamu lagi marah?”
Nadia menghindari tatapan Aditya, dia terpejam menghadap samping.
“Tatap aku, coba katakan kamu kenapa?” tanya Aditya. Meminta Nadia menghadapnya. Mau tidak mau, Nadia menatapnya. Dengan air mata yang luruh dari samping matanya, dengan bibir bergetar, Nadia bertanya.
"Siapa Sita?"
semangat /Determined/
ayuk Up lagiih hehee
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran