Takdir hidup memang pilihan, lalu bagaimana kalau takdir itu yang memilihmu?
"Disaat takdir sudah memilih mu, aku sudah siap dengan segala resikonya!"
Bekerja sebagai pengasuh anak berkebutuhan khusus, membuat Mia harus memiliki jiwa penyabar yang amat besar.
Bagaimana reaksi Mia, saat anak yang diasuhnya ternyata pria berusia 25 tahun?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Defri yantiHermawan17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SA BAB 22 Merajuk
Mia menatap tidak berkedip pada rumah mewah dan megah yang ada di hadapannya. Bahkan gadis itu menahan napas sejenak, lalu mengucek kedua matanya untuk memastikan sesuatu.
"Lo yakin kalau ini rumahnya?" tanya Mia tidak percaya.
"Ck! iya gue yakin. Udah ayo turun, gue enggak mau lama lama disini. Gue mau cepet balik, berendam, terus ngelupain muka songong si mantan sialan itu!" tukasnya.
Mia tidak dapat berkata apa pun, kedua kakinya terasa berat untuk keluar dari dalam mobil. Demi apa pun, saat ini Mia tengah berperang dalam hatinya. Bagaimana tidak, Maura mengajaknya kekediaman Rajendra, jangan bilang kalau mantan cowok Maura yang gila itu adalah si Julian? atau bahkan Januar?
Mia menggelengkan kepalanya, dia tidak yakin kalau Januar adalah mantan pacar Maura.
"Ayo Mia!" paksanya.
Dengan ragu Mia membuka pintu mobil, kedua kakinya membeku namun dia berusaha melangkah kuat demi kelangsungan hidup sahabatnya.
"Pokoknya setelah kita ketemu sama tuh cowok, lo bantuin gue ngomong- awas kalau enggak. Lo kan pinter kalau masalah ngomelin orang, jadi please bantu gue ya ya ya!"
Mia menghela napas berat. Dia harus bagaimana sekarang? apa ini saatnya dia membalas dendam pada pria berdimple di dagu itu, mengata-ngatainya- atas dasar membela sahabatnya. Sepertinya itu bukan ide yang buruk.
Tapi kalau dirinya di pecat bagaimana?
Kenapa otaknya dan hatinya tidak rela saat membayangkan, kalau Mia harus meninggalkan Januar. Oh ya Tuhan, Mia serba salah sendiri- semoga mulut julid nya bisa dia kontrol nanti.
🍭
🍭
🍭
"Ayo pencet bell nya!"
Mia memicing tajam pada sahabatnya. Sikap menyebalkan Maura muncul, Mia memejamkan kedua mata- menghembuskan napasnya pelan sebelum tangannya terulur untuk menekan bell.
Satu kali, tidak ada yang merespon.
Dua kali, masih sama. Hingga ketiga kalinya, Mia reflek memundurkan langkahnya saat pintu besar yang ada di depannya terbuka.
Kedua mata Mia membola, bahkan sepertinya kedua kakinya tertanam ditempat- saat melihat orang yang membukakan pintu untuk mereka berdua.
"Eh, ngapain bab-,"
Bugh!
"Aaakkhh!" ucapannya terputus dan berganti dengan pekikan kecil, saat dia merasakan hantaman di wajahnya.
"Kau-,"
"APA!"
Ucapannya kembali terputus, kedua mata beralis tebal itu membulat- bahkan terlihat berbinar saat melihat gadis yang akan menerima umpatannya.
"Maura Sayang, kenapa kamu enggak bilang kalau mau berkunjung ke rumah calon suami. Kenapa hm, ayo ayo masuk- nanti aku kenalin sama Mama biar kita cepat nikah,"
Bukannya senang dan bahagia, Maura semakin memicing tajam pada mantan kekasihnya. Lihat, pria ini masih saja seenaknya- bahkan si pria tidak bertanya apa keperluan dia datang kemari.
Sementara Mia, gadis itu tidak dapat berbuat apa pun. Otaknya masih blank, dia tidak menyangka kalau pria songong yang selalu menatap penuh permusuhan padanya ini, ternyata mantan kekasih sahabatnya sendiri.
Dunia memang sebesar daun kelor bestie!
"Seneng kan lo! senang udah bikin gue di pindahin ke sini. Terus stres mikirin lo yang-, astaga Julian sebenarnya gue punya dosa apa sih sama lo?" ucapnya frustasi.
Alih alih mengamuk, Maura justru kembali menangis. Sudah hampir satu tahun ini dia berhasil menghindar dan menjauhi mantan gilanya, kini justru dia harus kembali berurusan lagi dengan si mantan.
"Salah kamu cuma satu. Berani banget kamu ninggalin aku gitu aja! kamu pikir aku enggak gila gara gara kamu ninggalin aku, aku gila Maura! tapi kamu enggak bisa ngertiin perasaan aku!"
Mia memijit pangkal hidungnya, kedua manusia yang ada di hadapannya ini sama sekali tidak ada yang ingin mengalah. Mia menghela napas pelan, perlahan dia menggeser tubuhnya- memasuki celah pintu karena Julian mulai bergerak maju mendekat pada Maura.
Mia akan membiarkan sepasang mantan pasangan itu berbicara. Mungkin Mia akan sedikit membiarkan Maura menghajar Julian, anggap saja itu balasan darinya.
Mia menghembuskan napas kasar, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Kepalanya yang menunduk, perlahan terangkat. Pemandangan pertama yang Mia lihat saat dia mengangkat kepalanya adalah Januar.
Pria berkaos abu abu itu tengah menatapnya tak berkedip. Namun terlihat menghindar, saat Mia mengembangkan senyumnya. Jujur Mia merindukan anak asuhnya yang tampan dan menggemaskan itu.
Namun senyum di bibir Mia perlahan luntur, saat melihat Januar mengabaikannya. Pria yang selalu membawa rubik itu melenggang pergi meninggalkannya, tanpa sapaan atau sepatah kata pun.
Apa dirinya sudah melakukan kesalahan? apa Januar marah karena dia keluar rumah tanpa memberitahunya. Tapi bukannya Puri sudah menjamin kalau Januar tidak akan marah dan mencarinya selama dia diluar.
"Itu belum selesai, yang ini baru mulai," gumamnya pelan.
AKU MARAH LOH! TITIK!
**SI BUCIN GILA, PERLU DI PERIKSA JIWA NYA SAMA MAO😂😂😂
SEE YOU MUUUAAACCHH😘**
jadi pengasuh malah 🤗