Patah hati membawa Russel menemukan jati dirinya di tubuh militer negri. Alih-alih dapat mengobati luka hati dengan menumpahkan rasa cintanya pada setiap jengkal tanah bumi pertiwi, ia justru diresahkan oleh 'Jenggala', misinya dari atasan.
Jenggala, sosok cantik, kuat namun keras kepala. Sifat yang ia dapatkan dari sang ayah. Siapa sangka dibalik sikap frontalnya, Jenggala menyimpan banyak rahasia layaknya rimba nusantara yang membuat Russel menaruh perhatian khusus untuknya di luar tugas atasan.
~~~~
"Lautan kusebrangi, Jenggala (hutan) kan kujelajahi..."
Gala langsung menyilangkan kedua tangannya di dada, "dasar tentara kurang aj ar!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua puluh satu~ Mancing mania strike!
Panji sempat mengulurkan tangannya pada Gala, dan percayalah keriuhan di kerumunan kecil temannya membuat Gala hanya bisa tersenyum tipis saja, "eaaa bisa ae Abang!"
Ia mengatupkan kedua tangannya di dada lalu turun dari panggung, meninggalkan Panji di belakangnya.
"Bukan mahrom, Nji!" cibir Pandu lagi, memancing gelak tawa.
Russel mengehkeh ringan melihat itu, seperti ada rasa--lega atau semacamnya, kan...kan...jutek. Senang sekali ia melihat sikap Gala yang satu ini. Meninggalkan Panji yang sedang hehehe sendiri sambil berusaha turun, Russel justru sudah beranjak mengikuti kemana arah perginya nona manis nan jutek itu.
"Gue keluar dulu sebentar." Pamit Russel pada Lingga dan Ryu.
"Gas, brother ..." Ryu berujar.
"Ini aslinya saingan nih, adek-kaka?" Deanita benar-benar terhibur sekali melihat moment itu.
Beberapa kali Gala menghela nafasnya setelah berhasil kembali ke luar dari tatapan oran-orang di dalam, melirik jam di tangan yang rasanya ia sudah lama di dalam sana. Namun, sepertinya waktu mengkhianati indera perasanya, sebab bisa-bisanya jarum jam masih menunjuk ke arah angka 1. Bisakah ia pulang duluan saja? Ia sungguh tak betah dalam pelukan kebaya dan riasan wajah begini. Gala sudah menggaruk dan mengusap bagian punggungnya.
Namun saat pandangannya melihat betapa sibuknya mama disana, rasanya ia akan kesulitan untuk bertemu untuk sekarang. Gala memilih duduk lagi di luar keramaian meski bukan di tempat yang sama sekarang.
Drrt
Getar singkatnya menampilkan pop up notifikasi WhatsApp dari nomor yang belum tersave.
+628097654321
👏👏 minta tanda tangannya dong, nona.
Gala mengernyit, memilih untuk mengabaikannya.
"Wah ngga dibales dong. Lupa sama hutang kayanya." Russel mendekat dan mengusap tembok semen samping Gala lalu duduk disana.
"Oh, itu nomor kamu?" Russel mengangguk, "save ya." Alisnya naik turun.
Gala tak mengindahkan itu, dan masih diam tanpa bereaksi apapun selain dari hmm.
Duta air mineral, savenya.
"Jenggala," gumam Russel, Gala merasa jika Russel sedang mengeja--- merujuk pada tatto miliknya dan ia refleks saja menarik tepian kebaya di dada dan menyilangkan sebelah tangannya, juga menelungkupkan lengan singkat, sebagai bentuk ketidaknyamanannya.
Sadar dengan sikap Gala itu, Russel menunduk, "sorry. But, cantik sih menurut aku."
Gala mendengus sumbang, "gagal berarti tujuanku bikin tattoo."
Seketika Russel memasang tampang herannya, "apa emangnya?"
"Selain suka sama seni. Aku sengaja bikin tattoo biar ngga dapet pasangan aparat dan sejenisnya, terkhusus tentara."
Lagi-lagi Russel memandangnya heran, bukan merasa clueless melainkan tak habis pikir saja dengan mindset Gala, "masih tentang komandan? Memukul rata stigma kamu terhadap laki-laki dan tentara?"
Gala hanya menggidik sebenarnya otaknya berkata Yaa! Jelas iya! Namun hatinya justru meragukan ucapannya.
"Berarti termasuk aku?" tanya Russel. Oke, tak ada yang sadarkah sejak kapan mereka mengganti saya jadi aku?
"Selain papamu, siapa yang sudah memberi kontribusi buruk itu? Pernah punya pacar tentara juga terus disakiti atau teman?" tembak Russel mencecar, namun Gala hanya diam, tak mengiyakan namun tak jua mengelak. Ia merasa jika Russel sudah terlalu banyak tau tentang dirinya.
"Ada perlu apa by the way nyamperin aku? Temen-temen kamu masih di dalem kan? Udah tau nominal yang harus kubayar?" tanya Gala. Russel menggeleng, "aku belum nemu harga yang cocok buat bayar balas budi." Ujarnya santai, menatap angin siang ini yang membentuk putaran kecil membawa serta debu di jalanan berpaving blok di depan mereka.
Kernyitan itu bukti jika Gala tengah mencerna kritis ucapan lawan bicaranya, kemudian gadis ini merotasi bola mata manakala mengetahui kemana arah bicaranya, "lain kali, jangan mau ikut campur urusan orang makanya, jadi bikin susah orang lain... Aku ngga minta buat ditemenin waktu nangis loh, kamu yang datang sendiri, udah ngusir juga. Aku juga ngga minta senderan, harusnya kamu duduk jauh-jauh kemaren waktu di pesawat, cerewet aja dijadiin bisnis sama kamu, heran..." Ia memberi jeda bicara.
"Scarfnya nanti aku kasiin ke depan unit anti teror, masih basah soalnya. Aku titip pos depan." Decaknya kesal.
Russel terkekeh serenyah wafer, "baru tau cara kerja rentenir ya non?"
"Gaji dari negara kurang ya bang? Sampe kepikiran punya sampingan jadi rentenir?" balas Gala semakin membuat Russel tertawa, meski tanpa suara.
"Kenapa di luar, kamu keluarga pengantin kan?"
Gala mengangguk menyetujui pernyataan Russel itu, "iya. Aku bukan pengantinnya. Jadi di dalem pun mau ngapain, nyalamin orang? Terima amplop? Atau terima ucapan happy wedding samawah until Jannah?"
"Bener juga sih." Angguk Russel kini merasa jawaban Gala ada benarnya, dan Gala tersenyum mendengus geli melihatnya.
"Aku baru tau kamu adik bu Ayunda."
"Hm, iya." Angguk Gala begitu saja.
"Ngomong-ngomong aku mantan anak didiknya. Berapa tahun yang lalu ya berarti, sekarang usiaku 27." Russel terlihat seperti sedang berpikir.
Wah, 9 sampai 11 tahun yang lalu berarti. Gala menggidikan alisnya.
"Oh, pantes. Yang tadi itu berarti semua mantan muridnya kak Ayunda? Eh, tapi tadi aku kira aku liat kamu, tapi rambutnya---"
"Aku kembar." Jawab Russel.
"Oh, pantes." Iya---iya, pantaslah. Gala yang tak tau harus apa, kini membuka clutch dan mengeluarkan alat hisap vape.
Tak mungkin jika Russel tak melihatnya, "kamu, nyesep?" ia terheran-heran, nakal!
Seketika Gala memandang getir pada alat di tangannya itu, "niatnya sih begitu. Tapi ternyata aku ngga bisa. Keselek asep. Tiap hari ketemu orang, pengunjung di acara, ngga mungkin aku ngga tau, ngga mungkin aku ngga penasaran. Toh wanginya enak, macem-macem pula." Jelas Gala.
Dalam hitungan sepersekian detik, Russel merampas itu dari tangan Gala meski tak kasar, namun cukup mudah ia ambil sebab Gala tak menampik, "jangan semakin merusak diri. Aku ngga munafik, kalo aku juga sering merokok. Tapi rasanya kalau lihat perempuan itu, ada perasaan iba aja, menyayangkan meskipun tak dipungkiri banyak juga." Lelaki itu mengangguk-angguk.
"Kalau bisa, jangan." Geleng Russel bahkan sudah mengecek isian liquidnya, "strawberry?" hirupnya.
Tanpa Gala duga pria itu sudah menyesapnya nikmat, dan menghembuskan asapnya ke udara, hingga ia menghilang dan menyatu dengan angin. Hanya aromanya saja yang tersisa menempel di bulu hidung.
"Sesek ngga?" tanya nya diangguki Gala, "sedikit."
"Kalo candu, nanti bakalan sering, tiap hari, tiap jam, tiap menit, tiap detik. Baru satu isepan aja udah kerasa, kalo banyak?" Russel memajukan wajahnya pada Gala.
"Kaya kebakaran hutan."
Gala menggeleng mendengus kembali, "buat kamu aja." Gala mendorong tangan Russel yang tengah memegang alat hisap itu semakin menjauh darinya. "Bisa-bisanya larang orang lain tapi sendirinya merokok."
"Karena aku udah tau rasanya. Jadi sebaiknya kamu jangan." Russel memasukan itu ke dalam saku bajunya, "abang sita ya dek, ngga boleh ya.."
Gala menggeleng geli, abang, adek ..oh ayolah!
"Oh, iya. Kamu bilang kamu pakai tattoo biar ngga dapet pasangan tentara, kan?" Russel berhasil membuat Gala selalu memandangnya kala bicara.
"Jaman sekarang sudah modern. Ada alat buat menghapus tattoo. Jadi kamu bisa lolos-lolos aja jadi istri prajurit. Yang ngga ada itu, menghapus perasaan cinta sama takdir Allah, kalau sudah jodoh ....apa ada alat yang bisa hapus ketentuan-Nya?"
"Kalo ternyata nanti jodoh kamu ternyata perwira, mau tetep ditolak juga?"
"Untuk saat ini aku masih nyaman dengan pola pikirku, aku menganggapnya bukan nething tapi membentengi diri untuk ngga sakit."
"Profesi tidak menjamin, breng seknya sifat manusia. Banyak perempuan seumuran kamu, dengan profesi DJ dipandang buruk, tapi apa aku anggap kamu juga begitu?"
"Mungkin." Angguk Gala, dan entah ide setan darimana karena Gala tiba-tiba tersenyum jahil, ia menghadap pada Russel lalu menarik ujung kebayanya menampakan kata Jenggala dengan font indah di dadanya yang sejak tadi mengintip, "waktu kamu liat ini, apa first impression kamu tentang aku?"
Mancing, mancing, mancing maniaaa! Strike!!!
Russel justru menarik itu kembali agar tertutup seperti semula, "keren. Aku liat kamu keren. Punya selera seni yang bagus."
Oh ya, Gala menyunggingkan senyum mirisnya.
"Kamu ngga tau aku, Sel. Kalo aku bilang aku cewek ngga bener, orang pasti bakalan langsung percaya. Tanpa harus melihat aku lebih dalam lagi. Sebab image seorang DJ sudah rusak dari dulunya. Sama dengan mindset aku tentang lelaki dan tentara."
"Kalo kamu tanya aku. Aku lebih memilih menganalisis dulu sebelum menilai, karena setiap orang itu berbeda." Jawab Russel lagi, "nilailah secara obyektif. Mau coba?"
Gala memundurkan wajahnya dan menegakan punggungnya, "ngga. Makasih."
.
.
.
.
bukan ajijah
lanjut
sebel😐 gini aja baru sadar klo jadi duri dlm pernikahan
sabar ya mah mengikhlaskan semua itu memang sulit tp dituntut harus kuat jg buat anak"