NovelToon NovelToon
Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Menantu Pilihan Untuk Sang CEO Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Romantis / Diam-Diam Cinta / Duda / Romansa
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

“Fiona, maaf, tapi pembayaran ujian semester ini belum masuk. Tanpa itu, kamu tidak bisa mengikuti ujian minggu depan.”


“Tapi Pak… saya… saya sedang menunggu kiriman uang dari ayah saya. Pasti akan segera sampai.”


“Maaf, aturan sudah jelas. Tidak ada toleransi. Kalau belum dibayar, ya tidak bisa ikut ujian. Saya tidak bisa membuat pengecualian.”


‐‐‐---------


Fiona Aldya Vasha, biasa dipanggil Fio, mahasiswa biasa yang sedang berjuang menabung untuk kuliahnya, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah karena satu kecelakaan—dan satu perjodohan yang tak diinginkan.

Terdesak untuk membayar kuliah, Fio terpaksa menerima tawaran menikah dengan CEO duda yang dingin. Hatinya tak boleh berharap… tapi apakah hati sang CEO juga akan tetap beku?

"Jangan berharap cinta dari saya."


"Maaf, Tuan Duda. Saya tidak mau mengharapkan cinta dari kamu. Masih ada Zhang Ling He yang bersemayam di hati saya."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Semua kepala langsung menoleh ke sumber suara.

Termasuk teman-teman Fio yang langsung membeku dengan ekspresi bingung.

“Eh… itu siapa?” bisik salah satu temannya.

Wajah Fio mendadak kaku. “Astaga…” gumamnya pelan, menelan ludah.

Darrel melangkah mendekat, posturnya tegap, wajahnya dingin seperti biasa.

“Ayo pulang! Kerja kelompok atau pacaran, sih?”

Fio menatapnya dengan malas, tapi tetap berdiri. “Ya ampun, Tuan Duda... bisa nggak sih volumenya agak kecil dikit? Ini kafe, bukan ruang tamu rumah.”

Teman-temannya mulai saling pandang, bingung tapi jelas penasaran.

“Fio, dia siapa?” tanya salah satu temannya pelan.

“Bos…” jawab Fio cepat, dengan senyum kaku. “Bosnya... eh, maksudnya... keluarga jauh.”

Darrel menatapnya datar. “Keluarga jauh, ya?” suaranya rendah tapi jelas terdengar.

“Y-ya, jauh banget malah. Kayak Kutub Utara sama Kutub Selatan,” jawab Fio cepat sambil berdiri dan mengambil tasnya.

Temannya mencoba menahan. “Eh, Fi, padahal belum selesai—”

“Aku izin dulu ya, guys. Tiba-tiba... urusan rumah tangga, eh— rumah tangga akademik maksudnya!” katanya cepat sambil melambaikan tangan.

Teman-temannya makin bingung, tapi Fio buru-buru berjalan keluar.

Darrel menunggu di depan pintu kafe dengan ekspresi nyaris tanpa emosi.

Begitu mereka keluar, Fio menatapnya kesal.

“Serius, Tuan Duda? Di tempat umum juga harus bawa-bawa aura kutub utara gini?”

Darrel hanya berjalan lebih dulu ke mobil tanpa menoleh. “Kamu nggak jawab chat.”

“Aku lagi rapat kelompok.”

“Rapat kelompok sampai ketawa-tawa begitu?”

“Ya kalau nggak ketawa, nanti dikira lagi rapat keluarga berduka,” balas Fio cepat, membuat Darrel menatapnya tajam tapi tak bisa membalas.

Fio nyengir tipis. “Tenang, Tuan Duda. Aku tetap istri yang setia, kok. Nggak bakal kabur sama mahasiswa ganteng.”

Darrel memutar kunci mobil dengan wajah datar. “Bagus.”

Tapi entah kenapa, di balik nada dingin itu, ada sesuatu yang hangat berputar di dadanya — campuran kesal, cemburu, dan rasa yang belum bisa ia definisikan.

Fio menatap Darrel kesal sambil berjalan cepat menuju mobil. Napasnya tersengal karena menahan emosi.

"Serius, Tuan Duda?" ucapnya dengan nada sinis. “Tiba-tiba nongol di kafe, terus nyuruh aku pulang begitu aja di depan teman-teman?”

Darrel tetap berjalan santai di belakangnya, ekspresinya datar. “Aku cuma lewat,” jawabnya tenang sambil membuka pintu mobil.

“Lewat?” Fio mengulang dengan nada tidak percaya. “Lewat terus kebetulan liat aku di dalam, terus spontan nyuruh aku pulang gitu?”

Darrel menatapnya sekilas. “Iya.”

“Iya katanya!” Fio nyengir setengah kesal. “Ya ampun, kebetulan banget ya lewatnya pas aku lagi ngopi bareng kelompok.”

Darrel menahan senyum di sudut bibir, tapi cepat-cepat menatap ke arah lain. “Kebetulan aja. Ngapain juga aku ngikutin kamu.”

“Ngikutin?” Fio menaikkan alis. “Aku belum bilang kamu ngikutin loh, Tuan Duda. Tapi kok malah kamu yang ngaku?”

Darrel terdiam sepersekian detik. “Aku nggak ngaku,” sahutnya datar.

“Lho barusan kamu bilang—”

“Udah masuk.” Darrel langsung menyalakan mesin mobil, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Fio menatapnya tak percaya sambil menyandarkan tubuh ke kursi. “Serius deh, Tuan Duda, kamu tuh lebih susah ngaku daripada maling ayam di kampung sebelah.”

Darrel menahan tawa kecil, tapi tetap dengan wajah sok dingin. “Jangan bandingin aku sama maling ayam.”

Fio memelototinya. “Ya udah, maling hati aja kali ya.”

Darrel menatap Fio dari ekor mata. “Hati siapa?”

“Ya hati sendiri. Kan kamu kayaknya udah kecopetan perasaan tapi pura-pura nggak sadar.”

Darrel akhirnya menghela napas panjang, bibirnya sedikit melengkung. “Ngomong terus kamu, Fio.”

“Daripada diem terus kayak freezer?” Fio menimpali cepat.

Darrel hanya mendengus. “Freezer itu berguna. Beda sama kamu yang ngomong nggak berhenti tapi isinya ngaco semua.”

Fio tersenyum tipis sambil melipat tangan. “Tapi ngaco-ngaco gini, kamu tetap ngikutin aku.”

“Enggak.”

“Enggak tapi kebetulan.”

“Ya.”

“Ya tapi kamu lihat aku.”

“Karena kamu berisik.”

“Berisik di dalam kafe yang kamu bilang ‘cuma lewat’?”

Darrel meliriknya sekilas, lalu pura-pura fokus ke jalan. “Diam, Fio.”

“Kenapa? Takut kalah debat?”

Darrel menahan senyum lagi. “Takut dosa.”

Fio terkekeh, akhirnya tak bisa menahan tawa. “Astaga, Tuan Duda dingin tapi licin banget jawabnya!”

Darrel hanya mengangkat sudut bibir sedikit. “Makanya jangan dilawan.”

“Emang kenapa kalau dilawan?”

“Biasanya yang ngelawan aku malah jatuh cinta.”

Deg.

Fio langsung melirik cepat ke arahnya. Tapi Darrel sudah kembali menatap ke depan, wajahnya datar seolah kalimat tadi tak pernah diucapkan.

Fio masih terdiam, matanya menatap ke luar jendela, tapi pikirannya kemana-mana. Ucapan Darrel barusan masih terngiang. “Biasanya yang ngelawan aku malah jatuh cinta.”

Aduh, kenapa rasanya dada jadi panas begini?

Sementara itu, Darrel tetap tenang menyetir, tapi jemarinya di setir tampak sedikit mengetuk pelan—kebiasaan yang muncul saat dia gugup.

Beberapa menit berlalu dalam diam, sampai akhirnya Fio berdeham kecil.

“Eh, Tuan Duda—”

“Jangan panggil aku itu.”

Fio langsung menoleh cepat. “Hah? Kenapa? Kan itu panggilan khas kamu banget.”

“Justru itu masalahnya.” Darrel melirik sebentar, lalu kembali fokus ke jalan. “Aku bukan duda buat kamu, Fio.”

Deg.

“Oke,” Fio mencoba menahan senyum. “Terus harus panggil apa? Mas? Abang? Pap—”

“Jangan lanjut,” potong Darrel cepat dengan nada tegas tapi wajahnya jelas memerah sedikit.

Fio terkekeh. “Hehehe... yaudah deh, aku panggil kamu Pak Darrel aja.”

“Bukan rapat.”

“Yaudah, Mr. Cool.”

“Fio.” Nada Darrel meninggi sedikit, tapi suaranya terdengar lebih pasrah daripada marah.

Fio memutar bola matanya sambil menyengir. “Oke, oke, nggak usah baper. Aku pikir kamu nggak keberatan dipanggil Tuan Duda, soalnya cocok banget sama aura dingin kamu.”

“Fio.”

Nada suara itu kali ini lebih pelan, tapi mengandung tekanan yang membuat Fio otomatis diam.

Darrel menatapnya sesaat, cukup lama untuk membuat Fio kehilangan kata. “Aku nggak suka dipanggil begitu. Dengar, ya. Kalau orang lain manggil, terserah. Tapi bukan kamu.”

Fio tercekat. “Kenapa? Karena aku bawel?”

“Karena aku nggak mau kamu menganggap aku cuma ‘Tuan Duda’,” jawab Darrel tanpa menatapnya. “Kamu ngerti maksudku, kan?”

Suasana mendadak hening. Hanya suara mesin mobil yang terdengar.

Fio menelan ludah pelan. “Aku... ngerti,” katanya lirih.

Mobil berhenti perlahan di depan rumah. Darrel turun lebih dulu, membuka pintu untuk Fio seperti biasa. Tapi kali ini suasananya aneh. Hangat... tapi canggung.

Begitu mereka masuk rumah, Fio langsung berusaha memecah ketegangan. “Jadi mulai besok aku panggil kamu apa dong, hmm? Mister Sensitif?”

Darrel menatapnya tajam. “Darrel aja.”

“Yaelah... kaku amat. Nggak bisa dikasih embel-embel say—”

“Fio.”

Fio langsung mengatupkan mulutnya, tapi senyumnya menahan tawa. “Oke, oke, Darrel aja.”

Darrel berjalan duluan menuju kamarnya, tapi sebelum masuk, dia sempat menoleh sedikit.

“Oh ya, Fio.”

“Hm?”

“Lain kali kalau kamu mau ke mana pun... bilang aku. Aku yang anter.”

Fio mengangguk pelan. “Kalau aku maksa bawa motor lagi?”

Darrel menatapnya datar. “Aku kempesin ban-nya.”

Fio langsung ngakak. “Kamu serius?”

“Coba aja lihat besok.”

Fio terdiam sejenak, lalu menatap punggung Darrel yang mulai masuk kamar. “Ih, galak tapi perhatian banget sih...” gumamnya pelan sambil tersenyum.

Pagi harinya

Matahari baru naik separuh, tapi suara gaduh dari garasi sudah menggelegar.

“Lho! Kok... kok ban motor aku kempes semua?!”

Fio jongkok di depan motornya, menatap ban yang lemas tak berdaya seperti hatinya saat melihat saldo rekening di akhir bulan.

Ia mengelus rambutnya frustrasi. “Ya ampun, ini motor apa balon? Tadi malam masih sehat walafiat!”

Dari arah ruang tamu terdengar langkah pelan. Darrel muncul dengan mug kopi di tangan, wajahnya santai, rambut masih sedikit acak tapi tetap keren — kayak aktor drakor versi lokal.

“Pagi,” sapanya tenang.

Fio langsung menatap tajam. “Jangan-jangan kamu, ya?! Kamu yang ngelakuin ini!”

Darrel menyesap kopi dengan wajah tanpa dosa. “Aku cuma bilang semalam, kan?”

“Serius kamu beneran ngempesin ban motor aku?”

“Bukan ngempesin,” jawabnya kalem. “Cuma menyesuakan sama sikap keras kepala kamu.”

“Menyesuaikan apanya?! Aku mau ke kampus, Darrel! K-A-M-P-U-S! Bukan ke mall, bukan jalan-jalan!”

Darrel menurunkan mug-nya, menatap Fio santai tapi matanya serius. “Makanya aku antar.”

“Tapi aku buru-buru, aku—”

“Aku juga buru-buru.” Darrel memotong, tapi kali ini nadanya lembut. “Jadi ayo cepat siap-siap, aku tunggu lima menit.”

Fio mendengus, melipat tangan di dada. “Kamu tuh nyebelin banget, tau nggak?”

“Tapi kamu nurut juga, kan?” jawab Darrel datar sambil berbalik ke dalam rumah.

“Dasar... Duda Autokrat,” gumam Fio pelan.

Darrel berhenti sejenak, menoleh. “Apa tadi?”

“Eh—enggak, aku bilang Duda Otentik! Maksudnya orisinil, nggak ada duanya!” Fio tersenyum kaku.

Darrel mengangkat alis, lalu melanjutkan langkahnya tanpa komentar. Tapi entah kenapa, di sudut bibirnya tampak garis senyum tipis yang berhasil disembunyikan dengan cepat.

***

Beberapa menit kemudian, Fio sudah duduk di kursi penumpang mobil, masih manyun sambil memeluk tas.

Darrel menyetir tanpa bicara, tapi matanya sempat melirik ke arah Fio yang menatap keluar jendela.

“Masih marah?” tanyanya akhirnya.

“Enggak.”

“Hmm.”

“Cuma kesel aja.”

Darrel mengangguk pelan. “Bagus, berarti masih ada rasa.”

“Rasa apa?”

“Kesel.”

Fio spontan melirik tajam. “Aku kira kamu mau ngomong romantis.”

“Romantisnya udah tadi malam,” jawab Darrel datar.

Fio melongo. “Tadi malam? Yang mana?!”

Bersambung

1
Dar Pin
asli hiburan Thor bacanya nggak tegang tp ngalor tau tau habis 💪 Thor lanjut
Ilfa Yarni
romantisnya udah td malam emang km ngelakuin apa tadi malam km mencuri ya mencuri cium dan peluk maksudmya
Dar Pin
adu duh tuan duda marah deh asli Thor hiburan banget bacanya 😄
Ijah Khadijah: Terima kasih
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh tuan duda kulkas knp sih orang lg belajar kelompok malah di suruh pulang katanya ga cemburu trus knp marah2 ga jelas dasar bilang aja cemburu pake gengsi sgala aduh duh duh tuan duda
Ijah Khadijah: Keduluan gengsi kak🤭
total 2 replies
Dar Pin
bacanya ngakak terus deh lucu lucu gemes 🙏💪
Ilfa Yarni
jiaah darrel blingsatan ga karuan cemburu ya fio jln sama laki2 lain sampe ga fokus ngantor dan marah2 ga jelas wah seperti kemakan omongan sendiri nih ngomong ke fio jgn mengharap cinta dariku eee ternyata km yg mengharapkan cinta fio mang enak kena panah asmara
Ilfa Yarni
wah perkembangan darrel cepat ya udah ada aja tuh getar2 cinta fi hatinya buat fio buktinya dia merasa ga suka fio deket2 laki2 lain
Ilfa Yarni
hahahaha trus aja ngocehfio biar tuan duda kulkas kesel tp lama2 suka
Ilfa Yarni
hahahaha kata2nya fio ada gerakan yg mencurigakan di sudut bibirmu dikirain td dimana ga taunya di sudut bibir kata2nya itu loh yg bikin ketawa fio bukan cerewet tuan duda tp, bar bar kan asyik duniamu jd berwarna ga dingin dan kaku lg
Ilfa Yarni
aku klo baca celotehan fio ini ketawa sendiri ada aja yg keluar dr mulutnya itu fio sangat cocok sama tuan duda yg dingin dgn judul pria kutub dan gadis bar bar
Ijah Khadijah: Semoga terhibur kakak🥰
total 1 replies
Ilfa Yarni
aduh bener2 kasian fio klo kyk gini cepat darrel hapus berita2 itu sebelum fio membacanya to tmnnya udah kasih tau aduh gmn ini
Ilfa Yarni
fio km trus terang aja sama sahabat2mu biar mereka ga salah paham km sudah menikah dgn duda kulkas
Ilfa Yarni
tuan duda es batu lama2 akan mencari jgn tingkah dan sifat fio yg ceria dan bar bar malah nanti dia bakal bikin aku deh eh eh eh temen2nya fio kepo nih fio turun dr mobil mewah temenya pasti syok klo tau fio udah nikah sama tuan duda
Ilfa Yarni
hahahaha aku suka karakter fio SD aja jawabannya yg bikin aku ketawa lama2tuan duda jatuh hati jg sama fio tunggu aja
Ilfa Yarni
walinya diwakilkan saja krna ayahnya fio ga mau tau dgn anknya fio krn dia punya istri baru ank kandung ditelantarkan dan ga diacuhkan lg
Ilfa Yarni
mereka sama2 memendam rasa tp mereka blom menyadarinya aplg dikulkas 12 pintu itu alias darrel blom sadar dia hatinya udah kecantol fio krn luka lama dia menyangkal apa yg dia rasakan
Ilfa Yarni
dasar ayah tak bertanggung jwb mentang2 ada istri baru ank kandung dilupakan semoga kdpnnya hidup pak tua sengsara
Ilfa Yarni
dicoba ya fio jgn nolak siapa tau darrel memang jodoh km
Ilfa Yarni
hahahaha cewek seperti fio yg ceria cocok sama darrel sipria kulkas 12 pintu agar hidupnya mencair dan berwarna segitu aja sudut bibirnya udah mulai terangkat lama2 jg bucin aku yakin banget deh
Ilfa Yarni
bu rajia lg gencar2nya mendekatkan fio dgn darrel semoga sukses ya bu
Ijah Khadijah: Aamiin🤲🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!