Bima, seorang mahasiswa semester akhir yang stres kerena skripsi nya, lalu meninggal dunia secara tiba-tiba di kostannya. Bima kemudian terbangun di tubuh Devano, Bima kaget karena bunyi bip... bip... di telinganya. dan berfikiran dia sedang mendapatkan hukuman dari Tuhan.
Namun, ternyata dia memasuki tubuh Devano, remaja berusia 16 tahun yeng memiliki sakit jantung dan tidak di perdulikan orang tuanya. Tetapi, yang Bima tau Devano anak orang kaya.
Bima yang selama ini dalam kemiskinan, dan ingin selalu memenuhi ekspektasi ibunya yang berharap anak menjadi sarjana dan sukses dalam pekerjaan. Tidak pernah menikmati kehidupan dulu sebagai remaja yang penuh kebebasan.
"Kalau begitu aku akan menikmati hidup ku sedikit, toh tubuh ini sakit, dan mungkin aku akan meninggal lagi," gumam Bima.
Bagaimana kehidupan Bima setelah memasuki tubuh Devano?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere Lumiere, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
[21] Ethan
"Hey, siapa kalian? itu punya gue," ujar seseorang dari ujung tangga itu.
Mereka berempat langsung menoleh pada sumber suara, Ethan nampak ketakutan.
"Siapa itu?" tanya Devano sembari memegang pinggang dan menyipitkan matanya mencoba melihat dengan jelas ketiga orang di ujung tangga itu.
"Hahaha… ternyata hanya sekumpulan anak cupu," ucap Joshua ketika sampai di ujung tangga itu dan memperhatikan mereka secara seksama.
Devano nampak tak goyah, menatap nanar pada mereka yang ada di hadapannya. "Kalau lo berani sini maju," sahut Devano.
"Hah, si anak cupu ngajak kita berantem, weee… berani banget dia," ujar Joshua cenggegesan.
"Berani sini maju," ucap Devano mengulurkan tangannya, lalu melambaikan nya.
"Beraninya lo?!!!” teriak Joshua tanpa aba-aba memberikan serangan ke arah kanan Devano.
Namun, dengan cepat Devano menghindari serangan itu, kemudian tersenyum dengan sinis. Joshua geram karena Devano dapat menghindarinya serangannya dengan mudah.
Kemudian, Joshua menyerang dari depan agar perut Devano yang terkena serangan dari tangan nya.Namun, Devano melompat dengan cepat ke arah belakang.
"Aish… cih… ternyata di tahan juga," gerutunya sembari berdecak kesal.
"Ayo sini maju, ini belum seberapa, orang cupu bukan berarti nggak bisa ngelawan," goda Devano menarik turun alisnya.
Joshua menberikan serangan bertubi-tubi hingga Devano sedikit kewalahan, namun dia masih bisa mengelak. Ternyata Joshua lebih lincah dari beberapa orang yang di lawan sebelum nya. Devano nampak menundukkan memegang dadanya, namun matanya masih menatap nanar pada Joshua.
Hingga kepalan tangan Joshua mengenai pelipis Devano. Devano nampak tersungkur kebelakang dan meringis kesakitan. Namun, setelah insiden itu dia kembali berdiri dan mengambil tasnya yang terjatuh.
"Laju kali bang, tak sempat lah ucap kalimat syahadat," Devano memegang keningnya.
"Yo, ambil tas gue," ucap Devano meleparkan tasnya kearah Theo.
Theo menangkap tas Devano dengan pelukan yang erat pada tas itu, sedangkan Devano terlihat mulai meregangkan tubuhnya, dia meretakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.
Devano lalu membuat putaran seratus delapan puluh darajat, kemudian membuat tendangan cepat yang membuat Joshua tersungkur dan mengalami lebam di pipi kanannya.
Dia tersungkur, dan menatap nyalang kearah Devano. Lalu, menyekah bibirnya yang ternyata sudah berdarah. Devano menatap sinis seolah tidak akan membiarkan berbalik melawan.
Kemudian membuat serangan berikutnya. Hingga kini Joshua tak bisa lagi berdiri dan melawan, teman-teman nya yang lain malah meninggalkannya begitu saja tanpa alasan.
Namun, ketika Devano melihat ke ujung tangga ada satpam yang sudah menunggu di bawah,
"Bro, kabur bro!" teriak Devano mengambil tasnya yang berada di tangan Theo, kemudian menarik tangan Ethan.
Mereka kemudian berlari memasuki lobi sekolah, "Hay, tunggu kalian mau kemana!" teriak satpam itu yang masih berada di tangga sekolah sembari menatap kearah Joshua yang masih tersungkur di lantai itu.
Devano, Ethan, Theo, dan Keral berhenti di depan kelas sepuluh IPA dua yang merupakan kelas Devano dan Theo. Devano nampak menoleh kebelakang dan ternyata satpam sekolah sudah tidak ada.
"Hah… hah… aman," ucap Devano berlutut sembari memegangi dadanya.
"Kenapa kalian bantu in gue?" celetuk Ethan.
"Gue mau masukin lo ke geng gue," ujar Devano masih memegang dadanya karena sedikit nyeri.
Ethan tercengang, tidak mungkin ada bantuan yang tidak ada bayarannya. Ethan yakin ketiga anak yang ada di sebelahnya tidak akan berbuat baik padanya. Mungkin saja bantuan itu untuk menjadikan dirinya babu mereka.
Tapi, Ethan tidak masalah jika harus jadi babu namun di lindungi oleh mereka, Ethan mau beralih dari perundungan Joshua menjadi babu Devano.
"Lo kenapa, Tan?" tanya Devano bingung dengan ekspresi wajah Ethan.
"Enggak, gue nggak papa kalau harus jadi babu lo," ujar Ethan nampak gugup.
"Hahaha… babu," kekeh Devano menepuk-nepuk lututnya, karena sedari tadi Ethan berfikiran bahwa dia akan di perlakukan seperti babu oleh mereka.
Ethan bingung dengan tawa Devano, mata dan jidatnya nampak berkerut. Dia mencengkram kedua tangan besarnya karena gugup.
Devano langsung menepuk bahu Ethan, "Gue bukan mau jadi in lo babu gue, tapi jadi anggota, teman gitu," jelas Devano.
"Owh……, gue nggak ngerti… tapi apapun itu, asalkan itu lo, gue mau," ujar Ethan tersendat-sendat.
"Baiklah," jawab Devano tersenyum bahagia kemudian menggosok tangan nya.
"Gue bakalan bikin markas dan latih kalian semua supaya kuat. Kalau nanti ada nyakitin kalian, kalian bisa serang balik mereka," jawab Devano menatap semua orang.
"Bagus kapan mulai latihannya," sahut Karel.
"Latihan, kayak nya gue nggak bisa dah, liat nih badan gue besar," celetuk Ethan, merasa kurang percaya diri dengan tubuh nya.
"Tenang, bakalan gue bikin lo sixpack, nanti ada roti sobek nya," ucap Devano bangga menujuk dirinya sendiri.
Ethan berbinar membayangkan jika benar tubuh akan sebagus itu. Dia yakin orang-orang yang menghina nya tiba-tiba akan mengagumi tubuhnya nanti.
"Oke, kapan kita latihan," tanya Ethan.
Devano menimang-nimang, "Emmm, istirahat nanti,"
"Oke,"
*
*
Beberapa jam kemudian, mereka sudah membubarkan diri. Devano dan Theo fokus pada pelajaran tanpa ada nya gangguan, Devano nampak menganggukkan kepalanya seraya tersenyum karena telah berhasil mendapatkan anggota geng.
Di sisi lain, Atlas terlihat di luar kelas dengan kerutan di keningnya. Dia baru saja di kambing hitamkan oleh para pem-bully karena dia tidak membuat tugas mereka dan mereka mengambil tugas Atlas.
Jujur saja dia sudah muak dengan tingkah para pem-bully itu. Namun, jika dia tidak mengerjakan perintah mereka, mereka akan terus menyiksa Atlas secara verbal maupun fisik. Sedangkan dia tidak percaya pada Devano.
Atlas mencengkram tangannya kasar, kemudian meninggalkan lorong kelas itu, "Eh, Yo, gue ngerasa aneh, kayak ada yang ngawasin gue," ujar Devano menjatuhkan penanya, kemudian mengelus tengkuknya.
Theo yang mendengar nya langsung menoleh kearah penjuru kelas, namun nihil tak ada satupun yang dia rasa pelaku yang sudah mengintai mereka.
"Nggak ada, No, perasaan lo aja kali," ujar Theo kemudian melanjutkan menulis tugas yang perintahkan guru mereka.
Devano pun mengidikkan bahunya, tanda tidak perduli dengan perasaan nya. Mungkin memang benar itu hanya fikiran sesaatnya, dia pun kembali mengerjakan tugasnya.
Beberapa jam kemudian, bek istirahat pun berbunyi semua siswa berhamburan keluar, "Gas kita latihan," ajak Devano menoleh pad Theo dengan semangat.
Theo hanya diam dan mengikuti langkah Devano menuju kearah lapangan sekolah terlihat kedua teman mereka yang lainnya sudah menunggu tangga menuju lapangan sekolah.
"Hey, bro kalian udah nungguin gue dari lama," tanya Devano dengan cepat duduk di sebelah Ethan dan merangkul bahunya dengan senang.
"Nggak baru nyampe,"