Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BENARKAH GUS AZKA SUDAH LEBIH DULU MENCINTAIKU?
"Kamu membicarakan apa dengan Gus Faiz, Za?Kelihatannya serius sekali," ucap Intan membuat adza meletakkan paper bag ditangannya ke atas meja dan menatap Intan
"Dia hanya bertanya aku dari mana karena tadi saat aku izin pada Kyai dan Ustadzah Rini dia tidak ada, makanya dia bertanya padaku aku dari mana sebab aku membawa paper bag," ujarnya lalu duduk di meja belajar dan membersihkan wajahnya.
Intan menatap wajah adza yang terlihat serius mengusap kapas basah, sebelum akhirnya intan duduk di atas ranjang masih sambil memperhatikan adza.
"Za..."
Adza berdehem menyahut panggilannya.
"Selama beberapa hari kamu dengan Gus Azka disana, kamu merasa tidak Gus bersikap seperti orang yang mencintaimu?"
Gerakan tangan adza terhenti, dia menatap wajah sahabatnya itu dengan tatapan heran.
"Kenapa bertanya soal ini?" tanyanya membuat Intan menggeleng.
"Aku penasaran saja, kira-kira dari perlakukan Gus yang baik dan bicara lembut denganmu, kamu rasa dia mencintaimu tidak?" tanya Intan membuat adza terdiam beberapa saat.
"Dari sikapnya, dia hangat dan menyenangkan, dia juga memandangku dengan tatapan lembut dan hangat. Dia bicara dengan ucapan yang menyenangkan hatiku. Jadi bagaimana mengatakannya, apakah dia menyukaiku?" tanyanya membuat Intan mengangguk.
"Bisa jadi, seseorang yang menyukai kita pasti akan berusaha untuk membuat kita bahagia. Sementara itu Gus memberikan banyak hal untuk mengantarkan kamu ke sana dan bertemu dengannya. Semuanya eksklusif dan dia rela mengeluarkan banyak uang untuk menikahi kamu dengan cara yang baik." Intan mengangguk-angguk baru saja mereview sesuatu yang sangat penting.
Dari hal itu adza bisa membuat sebuah kesimpulan kalau Intan sedang Membandingkan seseorang dengan suaminya. Makanya dia masih diam dan menunggu ucapan yang akan dikatakan Intan.
"Sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Ustadz Farel padaku. Sifatnya padaku sama seperti pada santriwati lain, tidak ada yang istimewa dan semuanya sama saja. Membuatku kadang sampai lupa apakah dia menyukaiku atau tidak, lalu juga sering lupa kalau aku adalah calon istrinya. Padahal dia sudah melamarku kurang lebih sebulan lalu."
adza sudah tahu kalau akhirnya, Intan akan curhat. Dia bangkit dari duduknya lalu duduk di sebelah Intan yang ada di atas ranjang.
"Sebelumnya aku yang selalu bicara dan curhat padamu tentang tidak adanya orang yang melamarku. Sekarang malah kamu yang curhat tentang ini," ujar adza membuat Intan menghela napas.
"Waktu itu aku yakin dengan Ustadz Farel, sekarang entah mengapa hatiku agak ragu." Intan menghela napasnya lagi.
"Menurut kamu apakah hal ini wajar? Waktu kamu belum menikah tapi sudah menerima lamaran dari Gus Azka, kamu juga mengalaminya?"
Adza tersenyum dan menggeleng.
"Tidak sih, aku sempat tahajud malamnya dan meminta petunjuk sekali lagi tapi tetap saja hatiku tenang dan diminta untuk menerima."
"Sekarang yang menjadi masalah di hatimu apa? Apa yang salah dari Ustadz Farel bagimu? Aku melihat dia masih sama seperti pertama kali melamarmu, tidak ada perubahan apa-apa," ujarnya hingga intan menghela napasnya dan berbalik menatap adza.
"Aku merasa dia berubah sedikit dan agak cuek jadinya. Padahal walaupun dia pernah menjadi guru yang beberapa kali mengajar di kelas kita, sikapnya berbeda. Waktu pertama kali melamarku juga berbeda, tapi sekarang seperti berubah."
"Ustadz Farel tetap sama menyikapiku dengan para santriwati yang lain. Seperti tidak ada perbedaan apa-apa padahal bisa dikatakan kami sedang melakukan taaruf sebelum benar-benar menikah."
"Dia cuek dan aku juga tidak tahu harus bagaimana padanya. Aku tidak punya pengalaman apa-apa soal hubungan begini," keluhnya membuat adza tersenyum.
"itu hanya perasaanmu saja menurutku, Ustadz Farel mungkin saja sedang menahan diri untuk tidak melakukan hal yang berlebihan padamu karena kamu juga masih santriwati dan belum menjadi istrinya."
"Jangan membandingkan Ustadz Farel dan Gus Azka, karena itu saja status mereka berbeda. Gus Azka sudah menjadi suamiku sementara Ustadz Farel belum menjadi suamimu. Lagipula sikap seseorang itu berbeda dan tidak mungkin sama hanya untuk menyampaikan suatu hal seperti cinta."
"Kalaupun Ustadz Farel mencintaimu maka dia akan menunjukkannya dengan cara yang berbeda seperti apa yang ditunjukkan oleh Gus Azka padaku."
"Semua orang sama dan belum tentu orang yang berbeda itu artinya tidak cinta. Kamu hanya perlu memahaminya tanpa harus menambah masalah apa-apa."
Ucapan adza benar, sepertinya dia yang sudah terlalu suudzon dan memandang pria itu tidak bisa menjaga hatinya.
Bisa saja memang Farel memiliki sifat yang baik dan humble pada siapa pun tapi dia tetap juga menjadi orang yang menjaga hati.
Farel sudah humble sebelum melamarnya, dia juga tidak boleh egois dan membuat pria itu harus mengubah segala hal tentang dirinya.
"Kamu benar sepertinya, aku saja yang terlalu perasaan." intan menghela napasnya.
"Aku akan istikharah lagi kalau begitu."
Adza tersenyum dan mengusap bahunya dengan lembut.
"Kamu masih bisa memberikan sebuah keputusan selama belum begitu banyak persiapan pernikahan yang dilakukan. Jangan beri keputusan batal saat benar-benar menjelang hari H, yakinkan hatimu sekali lagi."
"Kalau memang mau menikah, kamu bisa menikah tapi kalau memang tidak kamu bisa menolaknya dan meminta waktu mungkin beberapa tahun lagi. Jangan menikah untuk bercerai, Ntan ..."
Intan mengangguk dan membenarkan. Mereka tak lagi membahas apa-apa dan sudah diam untuk satu sama lain.
Jadi semua itu sudah benar dan adza sudah menyampaikan pendapatnya, dia hanya berharap ini bisa menenangkan sahabatnya.
***
Hari-hari berlalu dengan tanpa terasa. Hari ini sudah memasuki waktu pembagian raport dan Adza hanya didampingi oleh Rahman sebagai asistennya untuk menerima raport dan juga kelulusannya.
Dia memang belum mendapatkan ijasah hanya saja ini hari penentuan apakah mereka lulus atau tidak.
"Adzadina Maisyaroh Putri Almarhum Bapak dzainudin muhar dan Almarhumah Ibu Seli maisyaroh, silakan naik menerima raportnya dengan wakil wali murid."
Adza tersenyum dan bangkit dari duduknya dengan Rahman.
Beberapa santriwati memperhatikan adza yang sudah berjalan dengan Rahman ke atas panggung untuk menerima raport terakhirnya di pesantren ini.
Beberapa dari mereka berbisik-bisik karena tahu kalau adza adalah istri dari Gus Azka dan menantu dari Kyai, hanya saja mereka sedikit nyinyir tentang kenapa adza yang terpilih diantara banyaknya santri.
"Selamat atas nilai kamu yang selalu memuaskan setiap semester, kamu lulus dengan nilai rata-rata 8,5."
"Alhamdulillah, jazakallah khair, Ustadzah." adza tersenyum sopan dan menerima raportnya dari salah satu Ustadzah yang bertugas memberikan raport.
Setelah beberapa saat dan menyalami para Ustadz dan Ustadzah, adza turun dan tersenyum bangga mendapatkan laporan kalau dia lulus dengan baik.
Walau dia tidak mendapatkan ranking pertama tapi setidaknya dia lulus dengan baik adalah awal mula dari baiknya perjalanan kuliah yang dia akan lakukan kedepannya.
Saat dia baru duduk di kursinya, ponselnya bergetar pelan dan menampilkan pesan dari Azka hingga dia tersenyum dan langsung membukanya.
"Barakallah atas kelulusannya, Za ... Aku sudah kirimkan beberapa hadiah untuk kamu, besok sampai. Setelah acaranya selesai, aku telepon, ya?"
Adza tersenyum dengan hati menghangat membaca itu. Benarkah Azka sudah lebih dulu mencintainya?
itu sih menurut ku ga tau deh kalok menurut anak pondok