NovelToon NovelToon
Di Jual Untuk Sang CEO

Di Jual Untuk Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: RaHida

Aliza terpaksa harus menikah dengan seorang Tuan Muda yang terkenal kejam dan dingin demi melunasi hutang-hutang ibunya. Dapatkah Aliza bertahan dan merebut hati Tuan Muda, atau sebaliknya Aliza akan hidup menderita di bawah kurungan Tuan Muda belum lagi dengan ibu mertua dan ipar yang toxic. Saksikan ceritanya hanya di Novelton

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RaHida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 # Hukuman

Mobil berhenti tepat di depan gerbang besar. Begitu tuan muda Nadeo melangkah turun, para pelayan segera menyambut dengan hormat. Sorot mata mereka tampak cemas, seolah bisa merasakan hawa murka yang masih melekat di wajah majikannya.

Langkah Nadeo cepat, matanya menyapu seisi rumah. Ia mencari sosok Aliza, namun tidak terlihat di ruang tamu maupun ruang makan. Baru saja ia hendak membuka mulut, Bu Nur, kepala pelayan, mendekat dengan hati-hati.

“Maaf, Tuan,” ucap Bu Nur sambil sedikit menunduk. “Sepertinya Nona Aliza sudah ketiduran. Tadi saya sudah mengetuk pintu kamarnya, tapi tidak ada jawaban.”

Nadeo mendengus pelan, matanya menyipit. “Mark, nanti kirimkan rekaman itu padaku.”

“Baik, Tuan,” jawab Mark sambil menunduk hormat.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Nadeo melangkah menuju kamarnya. Pintu terbuka perlahan, dan di sanalah ia mendapati pemandangan yang membuat hatinya bergejolak aneh.

Aliza tertidur pulas di sofa, dengan posisi tubuh miring, rambutnya sedikit berantakan menutupi sebagian wajah. Nafasnya teratur, begitu tenang, seakan dunia luar dengan segala kekacauan tidak pernah menyentuhnya.

Nadeo berdiri terpaku. Rahangnya mengeras, suaranya terdengar lirih namun tajam. “Setelah membuat kekacauan… masih bisa dia tidur dengan nyenyak.”

Namun, langkahnya terhenti lebih lama dari yang ia duga. Ada sesuatu dalam ketenangan wajah Aliza yang justru membuat dadanya terasa sesak. Tangannya sempat terangkat, seolah hendak membangunkan, tapi berhenti di udara.

Ia memalingkan wajah, mencoba menahan gejolak yang tak mau diakuinya.

Plak!

Aliza meringis kecil, keningnya terasa perih akibat sentilan yang cukup keras. Setengah sadar, ia mengelus kening sambil mengerjap-ngerjapkan mata. “Aduh… siapa sih—”

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, pandangannya langsung menangkap sosok tinggi yang berdiri tegak di depannya. Mata Aliza melebar, tubuhnya spontan menegang.

“Tuan muda…” suaranya lirih, penuh keterkejutan. Ia segera duduk tegak, wajahnya memerah karena malu. “Maaf, Tuan, saya ketiduran. Saya tidak menyambut kepulangan Tuan muda.”

Tatapan Nadeo tajam, penuh tekanan. Tangannya masih terlipat di dada, sorot matanya menuruni wajah Aliza yang tampak polos dalam ketidaksadarannya.

“Ketiduran?” nada bicaranya datar, namun penuh sindiran. “Sementara aku pulang larut dengan kepala penuh masalah, kamu bisa tidur dengan begitu nyenyaknya, Aliza?”

Aliza menunduk, jari-jarinya meremas ujung bantal sofa. “Saya… saya benar-benar tidak bermaksud, Tuan. Tubuh saya terasa lelah, jadi tanpa sadar—”

“Tanpa sadar,” potong Nadeo cepat, suaranya meninggi. Ia melangkah lebih dekat, membuat Aliza kian terdesak. “Apakah juga tanpa sadar kamu pergi bertemu laki-laki lain tanpa seizin aku?”

Aliza terdiam, dadanya berdegup kencang. Ia tahu inilah saat yang paling ia takutkan: tatapan penuh murka dari tuan muda Nadeo.

Duduk di bawah.”

Suara dingin itu membuat Aliza terperanjat. Tanpa berani membantah, ia segera bergeser turun dari sofa, duduk bersimpuh di lantai dengan kepala tertunduk.

Tuan muda Nadeo menjatuhkan tubuhnya di sofa, sikapnya penuh kuasa. Ia menatap Aliza dari atas, seakan jurang yang memisahkan keduanya semakin dalam.

“Sekarang…” suaranya berat, setiap katanya seperti beban. “Apa penjelasanmu tentang masalah yang sudah kamu timbulkan?”

Aliza menggigit bibir bawahnya, tangannya saling meremas di pangkuan. “T-tuan… saya tidak bermaksud membuat masalah. Saya hanya… bertemu Pak Adrian karena—”

Nadeo mengangkat tangannya, menghentikan ucapan itu. Tatapannya menusuk. “Karena apa? Karena kamu ingin terlihat mesra di depan umum? Atau karena kamu ingin mempermalukanku lewat foto murahan itu?”

Aliza menggeleng cepat, air bening mulai berkaca di matanya. “Bukan begitu, Tuan! Demi Allah, bukan begitu. Saya tidak tahu kalau ada yang mengambil foto itu. Saya hanya berbicara biasa dengan Pak Adrian, tidak lebih.”

Nadeo bersandar ke sandaran sofa, ekspresinya dingin, namun sorot matanya menajam. “Kamu pikir aku akan percaya begitu saja?”

Aliza menunduk dalam, suaranya bergetar. “Saya… siap dihukum, Tuan muda.”

Nadeo terdiam sejenak, lalu perlahan membungkukkan tubuhnya. Tangannya terulur, mencengkeram dagu Aliza dengan kuat, memaksa wajah itu menengadah ke arahnya.

Aliza terperanjat, kedua matanya membesar saat bertemu langsung dengan tatapan tajam tuan muda. Jantungnya berdegup kencang, tubuhnya menegang tak berdaya.

Di saat yang sama, pandangan Nadeo sempat goyah. Sorot matanya menyapu lembut wajah Aliza yang polos, kulitnya yang halus, dan mata yang basah menahan tangis. Dalam hatinya, sebuah kata terlontar tanpa bisa dicegah—Cantik.

Namun, secepat kilat ia menepis perasaan itu. Rahangnya mengeras, genggamannya di dagu Aliza semakin kuat.

“Tanpa kamu minta pun,” ucapnya dengan nada dingin yang menusuk, “aku pasti akan menghukummu.”

Aliza terdiam, tubuhnya bergetar kecil. Ia tidak tahu hukuman apa yang dimaksud, tetapi sorot mata Nadeo sudah cukup membuatnya ciut dan merasa bersalah lebih dalam.

Cengkraman di dagu Aliza tiba-tiba mengendur, namun tatapan tajam itu tetap menancap padanya.

“Kenapa kamu tidak pernah memakai kartu yang aku berikan?” suara Nadeo rendah, penuh tekanan, namun di baliknya terselip rasa penasaran yang tak bisa ia sembunyikan.

Aliza terdiam. Pertanyaan itu menusuk hatinya. Tangannya gemetar, menatap sekilas wajah tuan muda lalu segera menunduk lagi.

“Saya…” suaranya lirih, hampir tak terdengar. “Saya tidak ingin menyusahkan Tuan muda. Saya merasa… sudah cukup dengan gaji yang saya terima. Kebutuhan saya bisa saya penuhi sendiri.”

Alis Nadeo berkerut, hatinya bergejolak aneh mendengar jawaban itu.

“Cukup?” tanyanya, nada sinis masih terdengar. “Padahal dengan kartu itu kamu bisa mendapatkan apa pun yang kamu mau. Pakaian, perhiasan, bahkan rumah jika kamu mau. Tapi kamu memilih… tidak memakainya sama sekali?”

Aliza mengangguk perlahan, berani menatap Nadeo walau matanya masih berair. “Saya tidak ingin hidup dari pemberian, Tuan. Saya ingin hidup dari hasil saya sendiri. Itu lebih membuat saya merasa… bernilai.”

Nadeo mendekat, sorot matanya kembali tajam. “Bernilai?” suaranya rendah namun dingin menusuk. “Aliza… sejak hari itu, sejak kamu dijual oleh ibu tirimu sendiri, aku sudah memandangmu berbeda. Jangan berpikir kamu bisa mengangkat kepalamu seolah-olah kamu terlalu bernilai di hadapanku.”

Aliza terdiam, bibirnya bergetar menahan kata-kata yang ingin keluar. Matanya mulai basah, tapi ia menunduk dalam-dalam.

Nadeo menegakkan tubuhnya, napasnya berat. Kata-kata itu seolah keluar dari amarah dan rasa sakit yang bercampur jadi satu—bukan hanya untuk Aliza, tapi juga untuk masa lalunya sendiri.

Nadeo menegakkan tubuhnya kembali, melepaskan cengkeraman di dagu Aliza. Tatapannya dingin, suaranya tegas tanpa keraguan.

“Hukuman yang kamu dapat… kamu tidak boleh keluar rumah selama seminggu.”

Aliza terperanjat, kepalanya terangkat seketika. “Tuan…?” suaranya lirih, nyaris memohon.

“Tidak ada alasan,” potong Nadeo cepat. “Kamu sudah menimbulkan masalah besar. Jadi untuk seminggu penuh, jangan coba-coba melangkahkan kaki keluar dari rumah ini. Kalau aku dengar kamu melanggar…” ia mencondongkan tubuhnya, matanya menatap tajam ke dalam mata Aliza, “…hukumannya akan lebih berat.”

Aliza menunduk kembali, tangannya meremas erat kain rok yang dikenakannya. “Baik, Tuan… saya mengerti.”

Keheningan menyelimuti kamar itu. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar, seakan menegaskan beratnya hukuman yang baru saja dijatuhkan.

Dalam hati, Nadeo masih bergolak—antara amarah yang membara, rasa ingin mengendalikan, dan perasaan samar yang berusaha ia ingkari. Sementara Aliza, meski pasrah menerima hukuman, ada luka yang makin dalam di hatinya.

1
partini
baca jadi ingat novel tahun 2019 daniah sama tuan saga ,, good story Thor 👍👍👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!