NovelToon NovelToon
Aku Yang Diabaikan

Aku Yang Diabaikan

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Penyesalan Suami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Mami Al

Keputusan gegabah membuat Sekar harus menderita, suami yang ia terima pinangannya 5 tahun lalu ternyata tak membawanya ke dalam kebahagiaan. Sekar harus hidup bersama ibu mertua dan kedua iparnya yang hanya menganggapnya sebagai pembantu.

Sekar yang merasa terabaikan akhirnya memilih kabur dan menggugat suaminya. Bagaimana kisah selanjutnya?

Ikuti ceritanya setiap episode. Aku mohon jangan di lompat. Terima kasih 🙏🏼

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian Ketujuhbelas

Sekar mendatangi toko kue tempat kerjaannya Maya, ia memberitahu temannya jika dirinya tak diizinkan menginap dikediaman Bu Hanna.

"Lalu bagaimana rencana kaburnya?" tanya Maya.

"Minggu depan, mertua dan suamiku berencana akan menjenguk adik iparku di luar kota. Jadi, aku rasa itu adalah waktu yang tepat untuk kabur," jawab Sekar.

"Kamu harus bicara hal ini dengan Kak Anjani," kata Maya.

"Bagaimana aku memberitahunya? Sedangkan aku tidak punya ponsel," ucap Sekar.

"Kamu bisa beli ponsel bekas dan murah, harganya paling cuma seratus ribu," Maya memberikan saran.

"Di mana aku membelinya?" tanya Sekar.

"Nanti kita sama-sama ke tokonya," jawab Maya.

"Nanti sore, kita bertemu tempat biasa sepulang kamu kerja," kata Sekar.

"Iya," ucap Maya.

Sekar dan Arya pergi ke rumah Bu Hanna dari toko kue menggunakan angkutan umum kota.

Sesampainya di sana, ia melakukan pekerjaannya.

Baru selesai mencuci piring, Hanna menghampiri Sekar dan memintanya buat membantu memilah dan membuang beberapa barang tak terpakai.

Sekar mulai melaksanakan perintah majikannya, ia melihat sebuah ponsel model lama tetapi telah diikat karet dan masih menyala.

"Bu, ini mau dibuang juga?" tanya Sekar.

"Iya, Sekar. Kami sudah tidak memakainya lagi," jawab Hanna.

"Apa ini masih bisa berfungsi buat menelepon?" tanya Sekar.

"Iya, masih bagus tuh. Cuma harus diikat biar enggak gampang lepas," jawab Hanna lagi.

"Buat saya boleh, Bu?" tanya Sekar kembali.

"Ambi saja!" jawab Hanna.

"Terima kasih, Bu!" kata Sekar senang. Akhirnya, ia memiliki ponsel lagi meskipun bekas dan jelek. Ia bisa menghubungi Anjani dan Maya. Ponselnya sebelumnya terpaksa ia jual ketika 2 bulan tinggal di rumah mertuanya, ia tidak memiliki uang buat membeli susu Arya yang selalu dijatah oleh suaminya.

Selepas dengan pekerjaannya, Sekar bertemu dengan Maya. Mereka tidak menikmati bakso, Sekar menunggu temannya itu tak jauh dari warung bakso.

"May, sepertinya aku tidak perlu ponsel lagi. Aku mendapatkan ini dari Bu Hanna!" Sekar menunjukkan ponsel bekas kepunyaannya Hanna.

"Ya sudah, kalau begitu kamu beli kartu telepon selulernya saja!" ucap Maya.

"Temani aku membelinya!" kata Sekar.

Ketiganya pun berboncengan menuju toko pulsa, Sekar membeli kartu telepon agar memudahkan menghubungi orang lain tanpa perlu meminjam.

Selepas dari toko pulsa, Maya mengantarkan Sekar pulang namun tak turun di depan rumah mertuanya.

Sesampainya di rumah, Sekar segera mematikan ponselnya dan menyimpannya di bawah kasur supaya suaminya tak mengetahui benda itu.

***

Sehari menjelang keberangkatan suami dan mertuanya mendadak Sekar tak enak badan. Ia mengaku kepada Reno bahwa kepalanya pusing dan menggigil.

"Beli obat di warung saja sana!" kata Reno sambil memainkan game di ponselnya.

"Tolong, belikan!" ucap Sekar dengan lemas.

"Kamu 'kan masih bisa berjalan, sudah sana beli sendiri!" Reno menolak permintaan istrinya.

Dengan langkah pelan dan berusaha menguatkan tubuhnya Sekar pergi ke warung terdekat membeli obat. Di jalan pulang ke rumah, ia berpapasan dengan tetangganya.

"Sekar!" sapa Windi.

Sekar hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

"Lagi sakit, ya?" tanya Windi.

"Iya, Win. Ini aku beli obat," jawab Sekar.

"Apa benar adikmu Lala sudah bekerja?" tanya Windi lagi.

"Iya, besok rencananya mereka mau mengunjunginya ke sana," jawab Sekar lagi.

"Kamu ikut?" tanya Windi.

Sekar menggelengkan kepalanya.

"Sepertinya biasanya 'kan jadi tumbal jaga rumah," kata Windi sambil tertawa kecil karena ia memang sudah mengetahui kalau Sekar tak pernah diajak kemanapun.

"Ya, begitulah," ucap Sekar. "Aku duluan, ya, Win. Mau minum obat!" lanjutnya.

"Iya, Kar. Cepat sehat, ya!" kata Windi.

Sekar tiba di rumah dan segera masuk ke kamar, ia meminum obat yang dibelinya lalu berbaring di samping Arya tertidur.

Sekar memutuskan izin libur bekerja, ia sudah mengirimkan pesan kepada majikannya melalui ponselnya.

Reno sudah berangkat bekerja, Lastri melihat tumpukan piring yang belum dicuci dan sampah dedaunan yang masih berserakan di halaman.

"Sekar!!" teriak Lastri memanggil.

Arya yang terbangun membuka pintu kamar dan berkata, "Ibu tidur, Nek. Lagi sakit."

"Sakit apa ibumu?" tanya Lastri.

Arya menaikkan bahunya sebab memang tak tahu tentang sakit yang di derita ibunya. Ia mengatakan Sekar sedang sakit kepada Lastri karena ibunya sendiri yang menyampaikan dengan suara pelan dan berat kalau sedang sakit.

Lastri masuk ke kamar Sekar dan berdiri di ujung ranjang. "Kamu sedang tidak membohongi Ibu 'kan?"

Sekar yang menutupi tubuhnya dengan selimut membuka matanya dan berucap lirih, "Aku lagi sakit, Bu!"

"Kenapa bisa sakit? Kamu 'sih bukannya jaga kesehatan!" omel Lastri.

Bagaimana mau menjaga kesehatan? Waktu istirahat saja cuma hanya tidur di malam hari. Tubuh Sekar terus dipaksa bekerja tanpa mengenal rehat sejenak.

"Ini pasti karena kamu kerja di luar!" tuding Lastri.

Ya, sebelumnya Sekar tidak pernah mengalami sakit parah. Cuma demam biasa, batuk dan pilek tanpa harus berbaring di ranjang.

"Pasti majikanmu menyuruhmu enggak kenal waktu!" Lastri kembali menuding.

Bukan majikan Sekar, tetapi keluarga suaminya yang sudah memperlakukannya seperti budak tanpa diberikan upah. Menyuruh Sekar tanpa melihat waktu, bahkan hujan deras di malam hari pun Sekar pernah di suruh membeli makanan karena Lala dan Lulu lapar. Reno tak melarangnya dan membiarkannya seorang diri menerobos hujan di malam hari.

"Aku cuma mau tidur sebentar," kata Sekar lirih.

"Bagaimana dengan cucian piring, sampah di halaman?" tanya Lastri.

"Nanti aku kerjakan, Bu!" jawab Sekar pelan.

"Awas saja kalau kamu tidak lakukan, Ibu akan memberitahu Reno!" Lastri kemudian pergi meninggalkan kamar putra dan menantunya.

Tiga jam kemudian, Sekar bangkit dari tempat tidurnya. Ia melangkah ke dapur dengan lambat dan mencuci piring kotor yang semakin banyak menumpuk. Di meja makan sudah tersaji makanan yang sudah di masak ibu mertuanya.

"Kamu dan Arya makan tempe dan tahu semur. Ayam dan ikan buat Ibu, Lulu dan Reno!" kata Lastri di dapur.

Sekar mengangguk mengiyakan.

Setelah mencuci piring, Sekar lanjut menyapu halaman walaupun matahari di atas kepalanya. Ia menahan rasa sakit yang dirasakan tubuhnya.

***

Reno, ibu dan adiknya telah bersiap akan berangkat ke kota tempat Lala bekerja. Sekar masih terlihat lemas meskipun ia sudah memakan obat.

"Mas, tidak usah ikut, ya!" kata Sekar meminta.

"Kenapa?" tanya Reno dengan entengnya.

"Aku masih sakit, Mas!" jawab Sekar pelan dengan wajah pucat.

"Kamu bukan anak kecil lagi, masih bisa jalan 'kan?" tanya Reno ketus.

"Masih, Mas. Tapi jika terjadi sesuatu dengan aku, bagaimana?" tanya Sekar balik.

"Enggak usah manja, Sekar!" jawab Reno.

"Mas, aku cuma mau kamu di rumah aja!" mohon Sekar.

"Enggak bisa, Sekar. Aku sudah berjanji dengan ibu dan Lulu menemani mereka. Lagian, hotel tempat kami menginap sudah dipesan," kata Reno.

"Kalian mau menginap?" tanya Sekar.

"Iya. Lumayan 'kan tidur di hotel, gratis lagi!" jawab Reno tersenyum.

"Arya kamu bawa saja, ya!" kata Sekar.

"Enggak!" tolak Reno.

"Mas, aku lagi sakit. Nanti siapa yang akan mengurusnya?" tanya Sekar.

"Kamulah. Kamu 'kan ibunya, kamu yang bertanggung jawab mengurusnya!" jawab Reno kemudian berlalu.

Sekar menghela napas panjang melihat sikap cuek suaminya.

Reno dan keluarganya berangkat dijemput mobil yang dikendarai Ayu. Mereka membiarkan Sekar yang sedang sakit dan Arya di rumah.

Dari kejauhan mobil yang ditumpangi Reno berserta ibu dan adiknya telah berlalu. Namun, ia tak melihat keberadaan Sekar yang mengantarkannya ke depan.

Siang harinya, Windi melihat kediaman Lastri yang halamannya masih berserakan sampah. Tak ada pakaian terjemur dan juga jendela belum seluruhnya terbuka. Windi merasa curiga karena tak biasanya rumah tetangganya begitu.

"Mbak Windi!" sapa Ryan yang berpapasan lantas menghentikan laju kendaraannya tepat di depan rumah suaminya Sekar. Ia melihat Windi berdiri di dekat pagar sembari celingak-celinguk.

"Eh, Ryan!" kata Windi setengah terkejut.

"Kenapa cuma lihat-lihat saja? Panggil orangnya!" kata Ryan.

"Ini aku lagi bingung, di rumah masih ada orang atau tidak," ucap Windi.

"Loh, kenapa begitu?" tanya Ryan.

"Reno, ibu dan adiknya lagi pergi ke luar kota. Nah, si Sekar kemarin kami jumpa katanya sedang sakit. Biasanya, kalau dia pergi kerja halaman sudah bersih dan kain masih ada di jemuran," jawab Windi. Sebab, Lastri ada di rumah jika hujan wanita paruh baya itu yang akan mengangkatnya dan jendela tetap terbuka seluruhnya.

"Tapi, 'kan ibu mertuanya tidak ada di rumah," kata Ryan.

"Memang, iya, kalau enggak ada orang di rumah. Jendela tertutup semua, kain sudah diangkat dan halaman bersih dari sampah. Ini buat aku takut dan cemas!" ucap Windi.

"Kalau begitu panggil saja Mbak Sekar-nya!" kata Ryan lagi.

Windi pun memanggil nama Sekar namun tak ada jawaban.

"Kita masuk saja!" usul Ryan. "Ini juga tak dikunci!" lanjutnya sembari melihat pagar tak memakai gembok.

Tak lama selepas Windi memanggil nama Sekar dan pintu pagar terbuka, Arya muncul lalu berkata, "Tolong, ibuku!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!