"Dear hati ...
Mengapa kau begitu buta? Padahal kau tahu dia sudah berkeluarga. Mengapa masih menaruh harapan besar kepadanya?"
Hati tak bisa memilih, pada siapa ia akan berlabuh.
Harapan untuk mencintai pria yang juga bisa membalas cintanya harus pupus begitu ia mengetahui pria itu telah berkeluarga.
Hatinya tak lagi bisa berpaling, tak bisa dialihkan. Cintanya telah bercokol terlalu dalam.
Haruskah ia merelakan cinta terlarang itu atau justru memperjuangkan, namun sebagai orang ketiga?
~Secretly Loving You~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 24 - Menyukaimu Secara Diam-diam
Malam sebelumnya kembali terulang. Kali ini aku tidak boleh ketiduran dan mempermalukan diri lagi. Kami membuat api unggun dan duduk mengitarinya. Awalnya canggung, namun lambat laun kami menemukan topik pembicaraan.
"Pak ...."
"Hem?"
"Saya boleh menanyakan sesuatu?"
"Apa?"
Aku memain-mainkan ranting pohon. Membuat pola tak beraturan di tanah. Tak berani menatap matanya.
"Kenapa Bapak sangat baik pada saya? Padahal saya sering buat salah. Kalau di tempat lain, mungkin saya sudah dikeluarkan ...."
"Bukankah sudah jelas."
"Ya?" Jawaban Pak Armand terlalu ambigu. Apanya yang sudah jelas? Ini bicara masalah pekerjaan atau yang lain?
"Berbuat salah itu wajar. Apalagi kamu seorang fresh graduate. Yang tidak wajar, bila kamu membuat kesalahan yang sama berulang-ulang." Ah, jawabannya sangat menohok. Membuatku sangat malu. Aku telah membuat banyak kesalahan sama.
"Kamu tanggung jawabku. Setiap kesalahanmu akan menjadi kesalahanku. Kedepannya, bersikaplah hati-hati."
"B-baik Pak ...."
Oh, jadi beliau bersikap baik karena aku bawahan yang berada di dalam tanggung jawabnya? Berarti semua sikapnya selama ini hanya sebatas hubungan kerja? Tidak ada yang lain. Apa aku terlalu berlebihan menafsirkan kebaikannya selama ini?
Pak Armand menatap ponsel. "Sudah jam dua belas. Besok masih harus outbond. Apa kamu masih takut?"
"T-tidak Pak." Sepertinya dia ingin menyudahi. Padahal masih banyak hal yang ingin kutanyakan. Semisal mengenai sikap dia tadi pagi. Jujur saja, aku masih penasaran.
"Kalau begitu, istirahatlah. Apa perlu aku ikut masuk?"
"Hah?!" Ucapan Pak Armand membuatku tersentak, sehingga serta merta aku menatapnya. Terdapat kilau jenaka di netra gelapnya, sementara sudut bibirnya sedikit mengembang. Ah, rupanya dia tengah bercanda. Kukira serius. Hampir saja jantungku copot mendengarnya.
"Tidak perlu, Pak. Saya bisa tidur sendiri," jawabku sembari berdiri. Membersihkan celana yang terkena debu. Beliau ikut berdiri.
"Anak pintar." Lagi-lagi tangan kekarnya terangkat dan mendarat di kepalaku. Mengacak-ngacak rambutku. "Sana masuk."
Tolong jangan bersikap ambigu Pak. Sikap Bapak yang seperti ini membuat jantungku tidak baik-baik saja. Kalau Bapak bersikap baik lantaran tanggung jawab, tolong jangan seperti ini. Aku bisa salah menafsirkan sikap Bapak dan menganggap Bapak memiliki perasaan yang sama.
"Malah melamun. Sana masuk." Tepukan di bahu menyadarkanku.
"Ah, ya. Saya akan masuk ...." Aku berjalan perlahan layaknya orang bingung. Kemudian kembali berbalik begitu menyadari belum mengucapkan salam. "Terima kasih Pak. Selamat beristirahat." Aku sedikit membungkukkan tubuh dan berbalik memasuki tenda.
Buliran bening mulai menggenang di ujung mata. Aku hempaskan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar yang mulai memburam. Aliran bening itu mulai menyusuri pipi.
Sebenarnya jawaban apa yang ingin kudengar? Apa aku berharap Pak Armand memiliki perasaan padaku dan mengakuinya? Sungguh pemikiran yang menggelikan sekali. Bagaimana mungkin seorang pria sempurna seperti dia akan memiliki perasaan kepadaku? Percaya diri sekali.
Kalau tidak seperti itu, mengapa rasa sedih dan pedih ini datang? Mengapa rasa kecewa memenuhi dada? Mengapa air mata mengalir menganak sungai?
Sebenarnya aku sangat mengetahui jawabannya. Aku menyukai Pak Armand. Dan aku ingin, beliau juga memiliki perasaan yang sama. Perasaan yang naif sekali.
Malam itu aku tidur dengan genangan air mata. Tidur yang menyedihkan, namun dihibur dengan mimpi yang menyenangkan. Di dalam mimpi, Pak Armand menjadi suamiku. Perasaanku sangat bahagia. Aku tahu ini hanya mimpi, tapi mimpi ini mengusir segala kesedihan yang timbul.
Terima kasih sudah muncul di mimpiku, Pak. Aku sudah berusaha menahan perasaan ini. Namun ternyata tak bisa. Sepertinya aku harus melupakan janjiku untuk tidak menyukaimu. Ijinkan aku menyukaimu, Pak. Aku tidak akan membiarkan orang lain tahu. Aku akan menyukaimu, secara diam-diam.
***
Happy Reading 😊