Wati seorang istri yang diperlakukan seperti babu dirumah mertuanya hanya karena dia miskin dan tidak bekerja. 
Gaji suaminya semua dipegang mertuanya dan untuk uang jajannya Wati hanya diberi uang 200ribu saja oleh mertuanya.
Diam-diam Wati menulis novel di beberapa platform dan dia hanya menyimpan gajinya untuk dirinya sendiri. 
Saat melahirkan tiba kandungan Wati bermasalah sehingga harus melahirkan secara Caesar. ibu mertua Wati marah besar karena anaknya harus berhutang sama sini untuk melunasi biaya operasi Caesar nya. 
Suaminya tidak menjemputnya dari rumah sakit. saat Wati tiba dirumah mertuanya dia malah diusir dan suaminya hanya terdiam melihat istrinya pergi dengan membawa bayinya. 
Bagaimana nasib Wati dan bayinya? Akankah mereka terlantar dijalanan ataukah ada seseorang yang menolong mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 21
Dony agak merasa heran wong Wati membawa mobil sendiri tapi kok dijemput kakaknya.
“Mom kita kan bisa pulang sendiri kenapa mas Dony harus menjemput kita?” Tanyanya.
“Disini keamanan sangat rawan. Kita tidak bisa keluar rumah pada malam hari harus beramai-ramai seperti ini Pi. Kalau tidak bukan saja barang kita dirampok tapi nyawa kita juga melayang.” Jawab istrinya.
“Hiii….kok ngeri gitu ya mom. Masa kalah aman dengan Jakarta.
“Disini banyak perampokan truk sawit jadi kalau kirim barang harus bersamaan berangkatnya dan kami bayar jasa untuk keamanan pengiriman.”
“Nanti kita pulang biar diantar sopir sampai pelabuhan.” Dari pelabuhan kan bisa kita setir sendiri.”
“Maaf mom aku belum siap tinggal di pedesaan. Aku ingin kita tetap di Jakarta saja tidak apa-apa kan? Nanti kita akan sering pulang kampung. Kalau sudah ada mobil kita bisa mudik naik mobil kan mom.” kata Dony yang hanya ditanggapi dengan senyuman dan anggukan kepala saja oleh istrinya.
Mereka telah sampai di rumah orang tua Wati. Ayah sedang duduk-duduk di teras sambil minum teh. Dia tertawa sambil melambaikan tangan ke arah cucunya.
Wati meletakkan Panji ke pangkuan kakeknya. Lalu Wati memberinya sepotong biscuit bayi. Bayi itu memegang biscuit sambil menghisap-hisap biscuit itu dengan kedua tangannya.
Dony duduk di kursi dekat dengan ibu mertuanya. Mertuanya bertanya “Bagaimana Dony kau sudah melihat perkebunan milik Wati? Apa tidak ingin mengelola perkebunan itu sendiri dengan istrimu?”
“Sepertinya saya belum siap Bu, tapi akan saya pikirkan. Nanti kami bakal sering pulang kampung tiap ada liburan.” Jawab Dony.
“Ya sudah tidak apa-apa. Ibu senang sekali kalau kalian nanti bakal sering-sering datang cucu ibu cuma Panji.” Kata ibu mertuanya.
“Bu sudah hampir dua hari aku disini kok belum kelihatan kakak ipar” tanya Wati.
Ibu menghela nafas panjang lalu menjawab “mereka sedang dalam proses cerai.” Ibu menunduk dan mengalihkan pandangan ke cucunya sambil mengajaknya bicara.
“Oh….maaf aku gak tahu bu. Sayang banget padahal mereka menikah atas dasar cinta.” Gumam Wati.
“Cinta tidak menjamin seseorang bisa setia, uang juga tidak menjamin keutuhan rumah tangga. Ketika masa lalunya datang dan mengalahkan akal sehat akhirnya semua hancur karena nafsu sesaat.” Kata ibu.
“Apa maksud ibu?” Wati bertanya.
“Kakak iparmu sebetulnya sudah menyesal dan minta maaf tapi kakakmu belum bisa melupakan perselingkuhan mereka.” jawab ibunya.
“Oalah….kurang apa kakakku kok ya tega selingkuh. Kalau itu kasusnya Wati pun ga bisa ngomong bu. Kesalahan perselingkuhan memang tidak bisa di maafkan.” Kata Wati.
“Ayah waktunya beristirahat. Kalian lanjutkan sendiri ya. Nanti kita makan diluar. Tunggu kakakmu.” Kata ibu
“Iya Bu. Kita juga mau masuk” kata Wati sambil mengambil anaknya dari pangkuan ayahnya.
Sesampainya di kamar Wati merebahkan dirinya di sebelah anaknya. Dony memeluk istrinya dari belakang. Tangannya merambat naik hingga sampai di atas bukit kembar istrinya. Wati diam tidak bergeming dibiarkannya saja tangan suaminya bermain-main.
“Sepulang dari sini aku waktunya kontrol obatnya sudah hampir habis” kata Wati sambil membalikkan badannya menghadap suaminya. Dony tidak menjawab dia hanya melepaskan kancing baju istrinya untuk menyusu sebentar. Wati hanya mengelus kepala suaminya.
“Asi mu sudah tidak keluar lagi mom?” Tanya Dony sambil terus menghisap puting susu istrinya.
“Kalau melahirkan dengan operasi Caesar memang Asi sangat sedikit. Anak sudah umur beberapa bulan saja sudah kering.” Jawab Wati.
“Auch….sakit….kau apakan ini Pi,” Wati mengaduh saat Dony menggigitnya.
“Anakmu sudah tidak nenen lagi berarti sekarang ini milikku ku kasi stempel boleh kan?” jawab Dony.
Anak mereka mengeluarkan suara lucu asik bermain sendiri. Sementara bapaknya juga asik bermain-main dengan ibunya. Sampai terdengar ketukan dari luar.
“Wati mas Iwan sudah datang ayo kita berangkat.” Ibu memanggil.
“Iya bu sebentar.” Jawab Wati sambil membetulkan pakaiannya dan mengangkat anaknya.
“Kau naik mobilmu dengan anak dan suamimu. Ibu naik mobil mas Iwan dengan ayah.” Kata ibu.
Mereka berangkat dengan mobil masing-masing dan berjalan beriringan. Mobil mas Iwan di depan dan Wati mengikutinya dengan mobilnya di belakang mobil mas Iwan.
Wati menyetir mobilnya sementara suaminya memangku anaknya. Jalanan sangat sepi dan minum penerangan. Dony sedikit merinding berada ditempat yang sangat gelap dan sepi di desa istrinya. Dia melihat ke arah istrinya diam-diam dia kagum melihat ketangguhan istrinya menyetir di medan yang tidak mudah bagi pemula. Tapi Wati yang tumbuh besar di desa itu sudah terbiasa dengan kondisi yang ada di alam sekitarnya.
Akhirnya mereka sampai di kedai kaki lima sea food. Mas Iwan memesan beberapa menu. Dan tak lama kemudian semua sudah terhidang. Gurame steam untuk ayah. Ikan bakar, Kerang gongong favorit Wati, udang, cumi dan kepiting saus Padang.
“Sebelum kita pulang wajib kita makan kerang gongong karena hanya ada disini mas,” kata Wati.
Suaminya makan dengan udang dan cumi sementara Wati menikmati kerang gongong nya. Dia memberikan satu suapan kerang gongong untuk suaminya. Ternyata Dony tidak terlalu menyukainya.
Wati dan Iwan yang memakan kepitingnya Dony juga tidak terlalu menyukai kepiting.
Suasana ramai dengan pengunjung dan pengamen jalanan.
Dony clingak clinguk mencari kios martabak tapi tidak menemukannya.
Akhirnya mereka pulang. Baby Panji sudah tertidur. Wati menyetir dengan hati-hati supaya anaknya tidak terganggu dengan goncangan yang dapat membangunkan tidurnya.
Akhirnya hari kepulangan Wati tiba. Iwan menyediakan sopir untuk mengantarkan Wati sampai ke pelabuhan. Perjalanan cukup panjang sehingga mereka harus pulang pagi-pagi sekali. Iwan mengawal sampai ke kota.
Akhirnya Wati dan Dony berhasil masuk ke kapal untuk menyeberang ke pelabuhan Merak.
“Mom sesampainya di Jakarta biar papi yang nyetir ya.” Pintanya.
“Iya tidak masalah. Mami juga capek Pi. O ya kita pulang ke rumah ibumu mengantarkan oleh-oleh untuk orang tua mu. Setelah itu baru kita pulang ke apartemen.” Kata Wati.
“Baiklah kalau itu maumu.” Jawab Dony.
Sementara itu bu Warni memasak sayur bayam, tahu tempe dan ayam goreng. Kali ini dia masak sambil melamun, biasanya dia menggoreng ayam dan tempe tahu cukup untuk dia dan suaminya saja tapi kali ini dia melamun tanpa dia sadari menggoreng lebih banyak.
“Astaga apa yang terjadi kok aku tumben melamun. Semoga Satria datang dan mau makan siang disini tidak terasa aku menggoreng tahu, tempe dan ayam lebih banyak.” Gumamnya.
Dia baru selesai membereskan dapur telinganya mendengar ada mobil datang.
“Siapa ya yang datang ini belum waktunya Satria pulang sekolah.” Batinnya sambil berjalan keluar.
Dia melihat mobil Hi-lux dan Dony keluar dari mobil itu.
“Dony, kau pulang nak.” Panggil nya sambil menyambut anak laki-laki nya. Mereka berpelukan. Wati hanya melihat mereka dari dalam mobilnya sambil memangku Panji yang tertidur.
“Saya baru mengantar istriku pulang kampung bu, kami kesini untuk membawakan oleh-oleh dari kampung halamannya Wati.” Kata Dony.
“Mobilnya siapa yang kamu pakai Don?” Tanya ibunya heran. Kok bisa anaknya naik mobil bagus.
“Itu mobilnya Wati bu, kami membawanya kemari dari kampungnya Wati.” Jawab Dony sambil menurunkan hasil kebun. Ada durian, mangga, alpukat dan pisang serta kue-kue tradisional daerah Wati.
“Mana istrimu? Tanya ibunya.
“Ibu yakin mau bertemu dengan istriku? Kalau hanya ingin mengajaknya bertengkar lebih baik tidak usah bertemu. Ibu mau ngamuk pun tidak akan membuat Dony pulang ke rumah.” Tegas Dony.
“Iya ibu berjanji tidak akan marah pada istrimu. Turunlah dan makanlah dirumah ibu baru selesai masak dan banyak makanan dimeja. Ayo makan dulu setelah itu pulang lah ke rumahmu.” Ajak ibu.
Akhirnya bisa damai