Drasha, si gadis desa yang cantik dan polos tiba-tiba diklaim sebagai keturunan keluarga Alveroz yang hilang 15 tahun silam.
Kecuali Nyonya besar Alveroz, tidak ada dari keluarga itu yang menerima Drasha. Bahkan dua orang yang katanya mama papa biologis Drasha lebih mengutamakan sang anak angkat.
Bagi mereka, Drasha adalah putri palsu yang hanya ingin memanfaatkan harta keluarga Alveroz. Sementara itu, sang anak angkat yang pandai mengambil hati keluarga, membuat posisi Drasha semakin terpojok.
Tapi, tanpa mereka semua tahu, Drasha bukan ingin memeras harta keluarga Alveroz melainkan dia membawa dendam dalam hatinya.
Siapa Drasha sebenarnya? Apakah dia memang putri palsu atau justru putri asli keluarga Alveroz? Dendam apa yang membuat Drasha memasuki keluarga Alveroz?
Yuk temukan jawabannya di cerita Drasha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Adriel Mata-mata?
Drasha akhirnya setuju diantar pulang oleh Adriel. Gadis cantik itu harus cari jawaban bagaimana Adriel bisa mengetahui tentang dia.
Drasha mendekat dengan langkah pelan, lalu naik ke jok belakang motor setelah memasang helm pemberian Adriel. Sementara itu, Adriel menyunggingkan senyum tipis di balik visornya yang terangkat.
Tangan lembut Drasha meraih ujung blazer seragam Adriel. Dia sedikit ragu, pasalnya ini kali pertama Drasha menaiki motor sport.
Adriel menoleh sedikit, menatap gadis itu dari balik bahunya. "Kita lagi nggak naik sepeda ontel, pegangan yang bener," katanya sewot. Tapi, dalam hati dia kesenangan.
Motor sport itu berderu pelan dengan nada pelan yang bertenaga. Kala Drasha menyandarkan tubuhnya lebih dekat dan menautkan tangannya di depan perut Adriel, barulah cowok itu memutar gas.
Brrmmmm! Brrmmmm!
Dalam sekejap, Adriel membawa motornya melesat, membelah jalanan kota seperti peluru hitam yang meluncur dari sebuah senapan.
Drasha mempererat tautan tangannya, Adriel terlalu kencang membawa motor. Ternyata cowok itu tidak bohong soal Drasha akan lebih cepat sampai ketika diantar oleh Adriel.
Lihat saja bagaimana cowok itu tampak menguasai jalanan malam, dia melewati pengendara lain satu persatu tanpa klakson. Melewati mobil, motor, bus, bahkan mobil-mobil besar lainnya dengan lihai, seakan dia sudah menyatu dengan jalanan. Gedung-gedung yang menjulang di kiri kanan mereka juga berubah jadi cahaya blur yang berkesinambungan.
Drasha lalu menutup matanya rapat-rapat, berharap dia segera sampai.
Dan, tak terasa mesin motor Adriel berderu pelan sampai akhirnya berhenti di depan sebuah gerbang besar. Sebuah gerbang yang dilengkapi sistem keamanan tingkat tinggi.
Hanya orang tertentu yang bisa melewatinya. Adriel tahu itu.
"Udah sampai," katanya.
Drasha membuka matanya pelan lalu segera turun dari motor. Ya, dia sudah berada di depan gerbang utama keluarga Alveroz.
Adriel ikut turun sambil membuka helm fullface yang menutupi wajahnya.
Drasha sudah melepaskan helm juga. Dia diam. Tatapan matanya tertuju pada sepasang netra tajam dan dalam milik Adriel.
"Drasha… lo itu nggak tahu bilang terima kasih, yah," sahut Adriel.
Gadis itu menghela napas ringan. "Bukannya kamu nganterin aku supaya aku bisa ngerjain tugas kamu, bukan karena sukarela. Kenapa aku harus terima kasih?"
"Minimal lo terima kasih karena lo sampai dengan selamat."
"Oke, terima kasih." Drasha mengulum bibir ranumnya sekilas, lalu menatap serius pada Adriel. "Aku mau bertanya."
"Sure."
"Kamu tahu dari mana aku tinggal di sini. Apa kamu mata-matain aku?"
Seketika kening Adriel mengerut heran. "Mata-mata? Lo mikir kejauhan. Gue gak pernah sekali pun mata-matain lo, justru lo yang selalu muncul di depan mata gue."
Drasha semakin serius menatap cowok itu. Dia khawatir kalau Adriel tahu identitas aslinya.
"Tapi kenapa kamu bisa tahu aku tinggal di sini dan kamu tahu soal ibu aku?"
Adriel tertawa sumbang. "Jadi gue gak salah orang kan, lo memang putrinya Miss Rosalina mantan guru musik di Alveroz Highschool?"
Drasha menarik napas dalam-dalam. "Aku mohon kamu jawab, kalau enggak, berarti kamu memang mata-matain aku."
"Nggak, Drasha." Tatapan Adriel tenang, meyakinkan. "Soal lo tinggal di sini, gue nggak sengaja denger percakapan kakek dan kakak sepupu gue, Kayrell. Si Kayrell itu konfirmasi apa keturunan Alveroz yang hilang 15 tahun lalu benar sudah ditemukan atau tidak. Dan, jawaban kakek gue katanya enggak, Oma Althea cuma nemu cewek yang namanya mirip cucunya yang hilang."
Drasha masih setia mendengarkan.
Adriel melanjutkan, "soal Miss Rosalina, gue sempet ikutin kasusnya yang bilang dia bunuh diri karena hamil di luar nikah, tapi nggak lama semua berita tentang dia hilang gitu aja. Gue juga sempet baca artikel kalau dia punya anak namanya Drasha. Dan, artikel itu juga langsung hilang tiba-tiba, seperti gak pernah ada."
Drasha bernapas lega sekarang. Ternyata Adriel tidak tahu identitas aslinya.
"Apa kamu bakalan bilang ke semua orang tentang aku?" tanya Drasha pelan.
"Hmmm, tergantung, apa lo bisa diajak kerja sama atau enggak." Adriel memajukan satu kakinya. "Di sekolah tadi, lo nyakitin kaki gue, lo juga harus tanggung jawab soal ini, Drasha."
"Kamu mau aku lanjut ngerjain tugas-tugas kamu lagi maksudnya."
Adriel tersenyum lebar. "Bener banget, lo emang pinter dan cepet paham."
"Tapi aku nggak bisa terus-menerus ngerjain tugas kamu, aku juga mau belajar, tugas sekolah aku juga banyak, aku juga punya kegiatan lain. Soal kaki, kamu bisa injak kaki aku juga." Gadis itu memajukan kaki kanannya, menatap Adriel penuh tuntutan.
"Gue gak pake kekerasan sama cewek." Adriel naik ke motornya. "Sana masuk, lo harus selesaiin tugas-tugas gue malam ini, kan."
"Kita belum selesai ngomong."
"Gue ada janji, kita obrolin lain waktu, bye."
Cowok itu langsung memutar motornya setelah memasang helm dan melesat jauh dengan kencang.
Drasha terdiam sejenak. Adriel itu benar-benar menyebalkan. Dia memang pantas disebut berandalan dan tukang bully. F dengan wajah tampannya yang rupawan kalau kelakuannya minus.
***
Jam menunjukkan pukul 8.15 pm.
Di dalam mansion, Drasha berjalan menuju kamar Oma Althea, namun seorang wanita paruh baya dengan pose profesional menghadangnya. Seorang kepala pelayan bernama Elowen.
"Maaf, Nona Drasha. Nyonya besar sudah beristirahat. Silakan bertemu esok pagi saat waktu sarapan tiba."
Drasha mengangguk. "Apa terjadi sesuatu dengan oma? Tidak biasanya dia tidur secepat ini?"
"Tidak terjadi apa-apa, Nona Drasha. Nyonya besar hanya kelelahan sehingga harus beristirahat lebih awal."
"Oh begitu. Terima kasih informasinya, Madam Elowen."
"Satu lagi Nona Drasha."
"Apa itu, Madam Elowen?"
"Tuan Riovandra menunggu Nona di ruangan kerjanya. Dia menyampaikan pada saya untuk memberi tahu Nona Drasha ketika pulang."
Lagi. Apa Drasha akan kena marah lagi seperti terakhir kali dia ke ruangan kerja putra bungsu Oma Althea itu?
Drasha mengangguk. "Baik, Madam Elowen."
Mansion ini begitu luas, Drasha harus melewati ruangan keluarga, lorong panjang serta menaiki lift untuk sampai di depan ruangan kerja Papa Riovan di lantai dua.
Drasha mengetuk pintu pelan.
Tok…
Tok…
"Masuk," suara berat dari dalam sana membuat Drasha meraih gagang pintu dan melangkah masuk dengan pelan.
Tanpa basa-basi, Papa Riovan mendekat dan menyodorkan sebuah premium paper bag berwarna abu-abu gelap. "Ini tablet dan handphone baru buat kamu."
Ternyata dia dipanggil bukan untuk dimarahi lagi Syukurlah.
"Tidak perlu, Tuan, sa –," kalimat Drasha tak sampai, langsung dipotong Papa Riovan.
"Terima saja, saya juga hanya menuruti permintaan mama saya," kata Papa Riovan dingin. "Saya tidak mau berdebat panjang dengan mama saya hanya karena persoalan kecil seperti tidak membelikan kamu sesuatu layaknya Cherryl."
"Baik, Tuan, saya akan menerimanya kalau begitu, terima kasih, Tuan."
"Ya, silakan keluar," kata Papa Riovan, berbalik memunggungi Drasha tanpa melihat gadis itu menunduk sopan lalu melangkah keluar.
cwo yg di toilet restoran itu jg gk sih
penasaran bangt sm siapa drasha
beneran drasha asli ato plsu