NovelToon NovelToon
Regret By Mendayu Aksara

Regret By Mendayu Aksara

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Playboy / Janda / Cerai / Percintaan Konglomerat / Obsesi
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mendayu Aksara

‎"Mas tunggu, dia siapa? Jelaskan pada ku Mas" seketika langkah kaki Devan terhenti untuk mengejar Wanitanya.

‎Devan menoleh pada Sang Istri yang sedang hamil

"Dia pacarku kinara, dialah orang yang selama ini aku cintai. Sekarang kamu sudah tau, kuharap kau mengerti. Aku harus mengejar cintaku, ak tidak ingin Nesa pergi meninggalkan ku."

‎"Mas kamu ga boleh kejar dia, aku ini istri mu, aku mengandung anakmu. Apakah kami masih kurang berharganya di banding wanitamu itu?" tanya Ibu hamil itu tersendat

"‎Maafkan aku Kinara, aku sangat mencintai Nesa di bandingkan apapun."

"Tapi mas..."

Devan segera melepas paksa tangan Kinara, tak sengaja sang istri yang sedang hamil pun terjatuh.

"Ahhh perutku sakit..." Ringis Kinara kesakitan

"Maaf kinara, aku tak mau kehilangan Nesa" Ucap devan kemudian pergi

‎Kinara menatap kepergian suaminya, dan lama kelamaan gelap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mendayu Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Faktanya

Tok tok tok...

Suara ketukan pintu memecah lantunan melodi dari kicauan burung di pagi hari.

"I ii iya se se sebentar" Jawab seorang wanita dari dalam, nada suaranya nampak gemetar.

Clekk...

"Selamat Pagi Nara"

Sapa Briyan, saat ia dapati munculnya wajah cantik dari balik pintu yang baru saja terbuka

"Saya dengar kamu sedang sakit, maka dari itu saya berkunjung kemari"

Ucap Briyan menjelaskan.

"Nara, kamu nampak pucat sekali"

Tambah Briyan lagi, sebelum sempat Kinara merespon ucapannya sebelum ini.

"Sa saya hanya ku ku kurang sehat Den" Jawab wanita itu terbata.

"Mari kita ke puskesmas untuk memeriksakan keadaan mu" Tawar Briyan simpati

"Tak per perlu Den, nanti ju juga sembuh" Tolak Kinara.

"Aku tidak menerima penolakan untuk keadaan segenting ini" Tekan Briyan.

Segera, lengan mungil itu ditarik pelan oleh Briyan. Sukses ketika tubuh Kinara seutuhnya keluar, pintu kayu yang nampak rapuh akibat usia tersebut dengan sigat Briyan tutup.

"Ayo kita pergi"

Ajak Briyan pada Kinara sembari menarik pelan lengan wanita itu agar mengikuti langkahnya.

Tepat pada langkah ke sepuluh, tarikan Briyan terhenti. Bukan, bukan Briyan yang berhenti menarik dan melangkah, tapi Kinara lah yang menghentikan ekorannya terhadap Briyan.

Seketika, Briyan menoleh sejenak pada wanita yang berada sedikit di belakangnya itu.

"Nara, ada apa?" Tanya nya khawatir.

"Maaf Den, sepertinya saya tidak sanggup lagi berjalan" Jelas wanita itu jujur pada Briyan.

Briyan menatap selidik pada wajah yang saat ini terlihat amat pucat, sekaligus nampak pula basah oleh cucuran keringat.

Mata hazel itu melirik kanan dan kiri sekitarnya, seolah sedang mencari sesuatu.

"Haa tak ada angkutan yang lewat lagi" Gumam Briyan kesal

Kesalnya Briyan dikarenakan keadaan Kinara yang begitu tak baik saat ini, namun tak pula ia temui kendaraan yang bisa membawa mereka agar lebih cepat sampai ke puskesmas di perbatasan.

Memang sedari tadi Briyan sadar, tak nampak kendaraan yang berlalu lalang. Hanya ada sebuah sepeda yang tadinya melintas, di bawa oleh seorang bapak paruh baya, itupun penuh oleh jerami.

Layaknya desa yang jauh dari jamahan pemerintah pusat, Desa Ujung Lereng memang begitu terpencil.

Kendaraan sangat jarang dimiliki oleh warga desa biasa, kebanyakan mereka menghabiskan perjalanan untuk aktivitas sehari-hari dengan berjalan kaki.

Jangankan kendaraan bermotor, warga biasa yang punya sepeda pun bisa dihitung menggunakan jari.

Biasanya, mereka yang memiliki mobil dan motor, merupakan orang terpandang atau orang kaya di desa ini. Contoh, juragan perkebunan dan Penjabat desa misalnya.

Kendaraan itu pun sangat jarang mereka miliki hanya untuk bergaya atau pamer harta, tetapi lebih mengutamakan fungsi pakainya.

Seperti untuk mengangkut hasil panen guna dibawa ke kota, atau sebagai kendaraan pribadi jika mereka ada keperluan keluar desa. Tak heran demikian, karena memang di desa ini tak ada transportasi umum untuk keluar masuk desa.

Maka dari itu tak jarang, bila ada mobil yang datang dari kota memasuki desa, para bocah menatapnya tabjuk seolah hal itu sangat jarang mereka lihat.

Jika ada yang bertanya, kenapa mereka sering melihat adanya penampakan motor-motor sport di desa terpencil itu? Ah sudahlah, itu sudah menjadi hal yang lumbrah bagi warga sekitar.

Itu menandakan, si pemilik motor sport tersebut merupakan anak dari salah satu juragan tersohor atau penjabat di sana.

Berbeda dengan orang tuanya yang lebih mengutamakan fungsi, mereka hanya menggunakan kendaraan tersebut sebagai simbol belaka.

Namun, yang memiliki motor sport itu pun tak banyak, hanya ada beberapa. Jelas sangat berbeda dengan keadaan di kota-kota besar jika dibandingkan.

Kembali, Briyan menatap ibah wanita yang saat ini terlihat begitu tak berdaya.

Tanpa izin, dengan sigat ia bopong tubuh itu di punggungnya.

"Den Briyan..!"

Protes Kinara tak suka dengan tindakan Briyan saat ini yang menggendong tubuhnya tiba-tiba

"Maaf Nara, saya tak bermaksud buruk. Tapi hanya inilah satu-satunya cara agar tetap dapat membawamu ke puskesmas tanpa membuatmu berjalan jauh" Jelas Briyan jujur atas tindakannya ini.

"Tapi Den sa.."

"Sekali lagi saya minta maaf sudah lancang" Potong Briyan pada protes Kinara yang belum sempat terselesaikan itu.

Kali ini, tak ada protes yang Kinara lontarkan lagi. Ia tau benar jika Briyan berniat baik pada nya, namun ia tetap tak nyaman berada pada posisi seperti saat ini.

Ingin sekali ia kembali menolak, tetapi ia juga sudah merasa begitu lemas untuk kembali mengucap protes.

Sekali lagi ia berfikir, tindakan Briyan ini sebenarnya tak buruk. Ini juga demi dirinya.

"Lelaki ini berniat baik padamu Kinara. Kenapa kamu malah begitu cerewet" Batin Kinara dalam hati.

Sejenak, ia tatap lekat dari belakang pemuda yang sedang menggendongnya tersebut.

"Terimakasih Den" Ucapnya kali ini.

Mendengar ucapan Kinara barusan, sukses membuat Briyan tersenyum kecil.

Entahlah, hanya karena ucapan singkat itu hati pemuda itu mampu menghangat seketika.

"Yang penting sekarang, saya harus segera membawamu ke puskesmas secepatnya"

Ucap Briyan pada Kinara sembari sedikit menoleh kebelakang.

..................///////////////////////////////....................

"Den, sekarang saya bisa jalan sendiri"

Ucap Kinara memecah hening suasana jalanan di tengah perkebunan teh yang luas siang itu

"Tak apa, saya akan menggendongmu sampai rumah" Jawab Briyan atas ucap Kinara.

"Tapi Den, apakah kamu tidak lelah menggendong saya sedari pergi tadi?" Tanya Kinara tak enak hati.

"Tidak" Jawab Briyan cepat.

"Den, mungkin pada saat pergi ke puskesmas tadi saya begitu lemas. Tapi sekarang, setelah diperiksa dan disuntik oleh Bu Dokter, saya sudah merasa lebih baik. Jadi, saya rasa sudah mampu berjalanan dengan kaki saya sendiri saat ini" Jelas Kinara panjang lebar.

"Tidak, saya akan tetap menggendongmu sampai ke rumah. Tadi kamu dengar sendiri bukan? Bu Dokter bilang, kamu tidak boleh kelelahan"

Tutur Briyan guna membenarkan tindakan nya saat ini.

"Tapi Den.." Protes Kinara

"Saya tak ingin mendengar kata tapi" Potong Briyan cepat.

"Lebih baik kita membicarakan hal yang lebih penting saja saat ini" Tambah nya lagi.

"Hemmm"

Kinara hanya bergumam kecil atas ucapannya yang Briyan sanggah berkali-kali.

Tiba-tiba, suasana terasa begitu hening. Seolah waktu berhenti seketika, percakapan yang saling bertentangan tadi kini nampak tak terdengar lagi.

Canggung, mungkin kata itulah yang mampu menggambarkan keadaan Kinara dan Briyan saat ini.

Tak nyaman dengan keadaan demikian, Kinara akhirnya membuka suara lagi.

"Den, bagaimana urusan mu dengan Mbak Ayu? Apakah berjalan lancar?"

Tanya Kinara setelah ia menemukan topik yang pas untuk diperbincangkan.

"Sangat tidak baik" Jawab Briyan apa adanya.

"Ohh begitu, Maafkan saya Den. Sudah beberapa hari saya tak bisa menemanimu menemui Mbak Ayu. Semenjak hari itu, entah mengapa kesehatan saya kurang baik" Tutur Kinara dengan ekspresi murung.

"Kenapa harus minta maaf? Kamu tidak salah Nara. Saya lah yang harusnya berterimakasih, kamu sudah mau menemani saya bertemu Kirana. Walau hanya sekali, itu sudah cukup membantu, sungguh" Papar Briyan hangat

"Lusa lalu, saya menemuinya lagi. Tapi begitulah, kembali suasana diantara kami tidak berjalan baik. Dia begitu keras kepala untuk mengakui suatu hal yang seharusnya harus ia akui" Jelas Briyan lagi.

Mendengar penjelasan Briyan tersebut, ingin sekali rasanya Kinara bertanya, apa permasalahan yang ada di antara mereka, dan apa alasan Briyan mencari wanita yang bernama Kirana sampai ke Desa ini.

Semuanya ingin ia tanyakan. Namun, ia masih tau diri. Mungkin ada hal yang tak sepantasnya ia ketahui, mengingat ia memang tak ada hubungan apa pun dengan Briyan.

"Hemmm"

Gumam Kinara pelan, tak tau harus menjawab apa.

Tinnnnnnnn....!!

Suara klakson motor memotong percakapan di tengah perjalanan tersebut.

Seketika, langkah kaki Briyan berhenti. Sedikit berbalik ke arah belakang guna melihat sosok yang berada di balik suara tersebut.

Kinara yang masih setia berada di gendongan Briyan pun turut berbalik sesuai putaran tubuh Briyan.

"Nara, ada apa ini?"

Tanya Dimas pada Kinara, tanpa memperdulikan tatapan penuh tanya yang di tampakkan Briyan padanya karena datang secara tiba-tiba

"Kami baru saja pulang dari puskesmas. Nara sakit." Jawab Briyan jujur.

"Aku tidak bertanya padamu" Ketus Dimas tak peduli

"Hanya saja saya ingin menjawabnya" Balas Briyan lagi, sembari tersenyum simpul.

"Lagi pula, kenapa pake acara gendong menggendong segala"

Protes Dimas tak suka atas pemandangan yang saat ini ia lihat dengan mata kepala sendiri

"Lantas apa masalah mu? Kinara tak kuat untuk berjalan jauh. Dia sedang sakit."

Tekan Briyan atas protes yang dilontarkan Dimas barusan.

"Kalau begitu, biarkan aku yang mengantarnya pulang. Dia akan cepat sampai bila ku antar menggunakan motor ku"

Tawar Dimas, namun nadanya terdengar memaksa.

"Tak perlu, saya bisa menggendongnya sampai rumah" Sanggah Briyan sembari melangkahkan kaki hendak pergi.

Kinara yang sedari tadi ingin berbicara, nampaknya seolah tak berkutik. Ia tak sempat berucap di tengah perdebatan sengit Briyan dan Dimas saat ini.

Menyadari Briyan hendak membawa Kinara pergi, dengan sigat Dimas menuruni motor merah miliknya itu.

"Berhenti, sebaiknya Nara bersama ku. Cuaca semakin panas, jika kau bersih keras ingin tetap membawanya dengan langkahmu yang begitu pelan ini. Aku khawatir, Nara semakin bertambah sakit"

Ucap Dimas yang saat ini berada tepat di hadapan Briyan, guna menghalau langkah Briyan yang akan segera pergi.

Sejenak, Briyan nampak berpikir.

"Benar juga" Batin Briyan

"Tak perlu Aden-aden, saya bisa pulang sendiri"

Ucap Kinara yang akhirnya mampu terlontar di antara kekosongan singkat dari perdebatan dua pemuda tersebut.

Perlahan, Briyan menurunkan Kinara dari punggungnya.

"Tidak, kamu pulang bersamaku" Titah Dimas cepat

"Tidak perlu Den, sungguh"

Sanggah Kinara sembari menggelengkan kepala pelan setelah sukses turun dari gendongan Briyan.

"Nara, sebaiknya kamu pulang bersama Dimas. Ini untuk kesehatanmu"

Kali ini, ucapan Briyan seolah berpihak pada Dimas.

"Sungguh Aden-aden, saya sudah merasa lebih baik"

Tutur Kinara lagi sembari tersenyum manis.

"Tak baik menolak niat baik orang lain"

Ucap Briyan, kali ini ekspresinya begitu serius.

"Pergilah bersama Dimas Nara, saya tak ingin kamu bertambah sakit. Itu akan membebani pikiran saya"

Ucap Briyan lagi sekaligus meminta.

Mendengar ucapan Briyan barusan, akhirnya Kinara memutuskan untuk pulang bersama Dimas.

Mendapati keputusan Kinara tersebut, Dimas tersenyum senang.

"Terimakasih Den"

Ucap Kinara tulus  pada Briyan sebelum motor yang saat ini ia tumpangi berjalan meninggalkan lokasi.

Masih di tempat yang sama tanpa adanya perubahan posisi, Briyan menatap lekat laju motor sport berwarna merah tersebut.

Ditatapnya sendu punggung wanita yang kini sudah semakin menjauh itu.

"Entahlah Nara, mengapa aku merasa sesak melihat ini" Gumam Briyan sembari memegang dada.

Ia tersenyum kecut, kemudian berbalik arah. Melangkahkan kaki perlahan kembali, menuju vila di dekat gunung, tempat ia menginap selama tinggal di desa.

"Mungkinkah aku mulai benar-benar mencintainya" Tambahnya lagi dalam gumam kecil.

................./////////////////////////////////..................

Malam ini, tampak Briyan tak bisa tidur. Ia sibuk membolak balikan badannya di atas kasur lebar berwarna putih sebuah kamar di vila tempatnya menginap.

Padahal, suasana malam begitu sejuk. Namun tingkah Briyan seperti sedang berada pada malam yang berhawa kemarau.

Pikirnya kini masih tertuju pada seorang wanita, bukan Kinara. Tapi wanita yang ia jumpai di perjalanan pulang siang tadi.

Ia begitu mengenal wanita itu, begitu pun Kinara.

Wanita itu nampak sedang berbincang dengan seseorang, tentunya hal itu ganjil bagi Briyan.

Seseorang yang sedang berbincang dengan wanita itu, adalah orang yang beberapa minggu lalu hampir menabrak Kinara dengan sepeda motornya.

Bukan berburuk sangka, tapi Briyan yakin Laki-laki itu bisa melihat Kinara menyebrang dengan begitu jelas pada saat itu.

Tapi mengapa, motornya malah melaju semakin cepat, seolah memang berniat menghantam tubuh Kinara yang ketika itu sedang menyebrang jalan.

"Apakah wanita itu ada hubungannya dengan laki-laki yang hampir menabrak Kinara tempo hari?"

Entahlah Briyan juga tak tau, ia hanya khawatir pada Kinara.

"Jujur, entah mengapa naluriku ingin selalu melindungimu."

Ucap Briyan pelan sembari menatap kosong ke langit yang dipenuhi gemerlap bintang di luar jendela.

Sembari membayangkan wajah seseorang, yang entah kapan, berhasil masuk kedalam hatinya.

................./////////////////////////////.......................

"Nara, ini di minum dulu. Biar keadaanmu membaik"

Tawar Lastri pada Kinara sembari menyodorkan segelas jamu hangat.

"Makasih Las"

Balas Kinara sembari tersenyum menerima segelas jamu yang lastri berikan.

"Nara, aku dengar kamu sudah berobat kemarin? Bagaimana kata Dokter?"

Tanya Lastri ingin tau.

"Tapi kamu bisa jaga rahasia kan? Soalnya Den Briyan tidak aku beritahu. Tak enak, takutnya membuat ia khawatir"

Tutur Kinara sambil mendekatkan kepalanya ke telinga Lastri.

Lastri hanya mengangguk mengerti

"Kata Bu Dokter, aku bukan demam biasa. Mungkin aku keracunan makanan. Aku bingung Las, padahal aku tidak pernah makan yang aneh-aneh" Jelas Kinara

"Ha? Keracunan? Bagaimana bisa Nara!" Spontan Lastri terbelalak tak percaya.

"Aku juga kurang yakin Las, tapi aku juga tidak bisa bila tak percaya pada diagnosa Bu Dokter" Papar Kinara jujur.

"Yaudah, diminum itu jamunya. Ntar dingin, malah jadi makin pahit. Mulai sekarang kita jaga pola makan kita ya." Titah Lastri pada Kinara sembari menunjuk segelas jamu yang sedari tadi Kinara pegang.

Sejenak, Kinara menatap sekilas jamu yang ada di genggamannya, kemudian beralih menatap Lastri lekat

"Las, makasih ya. Selama ini kamu sudah begitu baik padaku. Kamu juga peduli sekali pada wanita lemah ini." Ucap Kinara tulus

"Dihh peduli gimana toh, kamu berlebihan Nara" Sanggah Lastri sembari melambaikan tangan pelan.

"Ya peduli, contohnya saja. Dalam beberapa minggu terakhir, kamu selalu rutin kasih aku jamu buatanmu sendiri agar kesehatanku terjaga. Ini baru salah satu contoh kecilnya, masih banyak lagi kelakuan mu yang begitu peduli pada ku" Jelas Kinara padat.

Lastri hanya menatap lekat wanita cantik di hadapannya saat ini dengan begitu sendu.

"Las sekali lagi makasih, makasih sudah selalu ada. Kamu tau, kamu sudah ku anggap seperti kakak sendiri."

Tambah Kinara lagi sembari tersenyum tulus. Perlahan, gelas berisi jamu yang sedari tadi ia pegang, beranjak mendekat ke bibir, agar segera dapat di teguk.

Prnakkk..!

Gelas yang Kinara pegang tadi tiba-tiba terlontar ke lantai, pecah menjadi serpihan-serpihan kecil yang begitu tajam

Mata indah itu terbelalak sempurna, ditatap nya sekilas pecahan gelas tersebut, kemudian beralih menatap Lastri dengan penuh tanya.

"Nara maaf " Ucap Lastri gemetar

"Kenapa ini Las?"

Tanya Kinara tak mengerti dengan tindakan Lastri tadi yang sengaja menepis gelas jamu yang hendak segera Kinara minum.

"Nara aku benar-benar minta maaf, jamu yang selama ini kuberikan padamu itu ku racuni dengan rebusan daun kecubung. Maafkan aku Nara maaf, aku terpaksa melakukannya"

Tutur Lastri jujur akhirnya, dengan nada yang begitu gemetar.

"Las, kamu bercanda kan?" Tanya Kinara tak percaya

"Nara aku minta maaf, selama ini aku lah yang meracunimu. Dokter itu ndak salah, di jamu yang selalu ku berikan pada mu, itu mengandung racun"

Ucap Lastri kembali jujur, kali ini bulir bening turut mengalir mengakui kesalahan yang ia perbuat.

"Las, Kenapa? Kenapa?" Tanya Kinara tak percaya, tak kuasa ia bendung air mata kekecewaan yang sedari tadi bergejolak ingin bebas mengalir.

"Aku iri padamu Nara, semua laki-laki yang aku kagumi, kau rebut semua. Semuanya suka padamu. Aku yang mengagumi mereka, malah engkau yang mereka kagumi balik, bukan aku.!"

Ucapnya lantang, namun masih terdengar getaran dari nada yang terlantun tersebut.

"Aku tidak percaya Las"

Ucap Kinara masih dengan tatapan kosongnya

"Kamu harus percaya, karena ini lah fakta sebenarnya. Kita ndak bisa terus bersama Nara, aku adalah orang jahat"

Kembali Lastri berucap sembari menyeka air matanya.

Dengan sigat ia berdiri dari posisi duduknya di samping Kinara.

"Aku harus pergi" Tambahnya lagi sembari melangkah cepat

Kinara masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan dari bibir sahabatnya itu. Air mata terus berlinang menemani tangis segugukan yang begitu pilu

"Mau kemana.!"

Ucap seseorang yang mencekal kuat lengan Lastri

Spontan, Kinara menoleh ke sumber suara yang berada tepat di depan pintu rumahnya.

"Lepas, Lepaskan aku!" Rontah Lastri

"Kamu harus diserahkan ke kantor polisi. Aku sudah dengar semuanya"

Ucap pemuda itu lagi, tangannya memegang kuat lengan Lastri seolah enggan melepasnya.

"Ku mohon kasihanilah aku"

Pinta Lastri sembari berusaha melepas cengkraman kuat di lengannya.

"Lepaskan dia, saya mohon"

Pinta Kinara sembari berlari mendekat saat melihat hal tersebut.

"Tidak Nara, aku akan membawanya ke pihak berwajib. Dia harus bertanggung jawab atas kejahatannya padamu" Tutur Pemuda itu lantang.

"Den Dimas saya mohon, lepaskan dia. Saya ingin anda melepaskan sahabat saya sekarang"

Pinta Kinara, namun seolah itu perintah bagi Dimas

Perlahan, genggaman kuat pada lengan Lastri kini merenggang.

Menyadari itu, secepat mungkin ia melepaskan lengannya dari cengkraman tangan Dimas. Tanpa sepatah kata, Lastri segera berlari pergi.

Dimas hanya mampu menatap geram kepergian Lastri sembari mengepalkan tangannya kuat.

Kemudian, tatap kesal itu beralih menjadi sendu ketika ia alihkan pandang pada seorang Kinara yang terlihat begitu rapuh

"Nara, kamu tak apa?" Tanya Dimas khawatir

"Aku masih tidak percaya Den, Lastri tega melakukan semua itu"

Tutur Kinara jujur dengan linangan air mata yang tak kunjung berhenti

Tanpa sadar, perlahan Dimas menarik tubuh ringkih itu dalam dekapannya.

Sembari mengusap pelan kepala yang sedari tadi bergerak tak atur akibat tangis segugukan.

"Berhenti lah menangis, ku mohon"

Pinta Dimas sembari menatap sendu wanita yang ada di pelukannya saat ini.

"Aku berjanji, mulai sekarang akan selalu ada untuk mu. Aku akan selalu melindungi mu" Batin Dimas berjanji dalam hati.

................./////////////////////////////////..................

"Tak bisakah kita pergi sekarang? Ayolah, sudah lima hari saya bolak-balik ke tempat ini.!"

Ucap Devan kesal pada salah satu kantor Travel Agent yang ada di kepulauan tempat ia berada sekarang.

"Maaf tuan, jalan di tiga desa sebelum Desa Ujung Lereng masih dalam fase pengerukan akibat longsor tempo hari"

Jawab salah satu petugas yang berhadapan dengan Devan.

"Apakah pengerukan longsor itu berlangsung sampai berhari-hari? Ini sudah hampir satu minggu dari hari kedatangan saya ke ibukota provinsi ini.!"

Tanya Devan dengan begitu kesal.

"Maaf Tuan, harap anda bersabar. Mungkin dua sampai tiga hari lagi, evakuasi jalanan yang terkena longsor tersebut selesai dilakukan"

Ucap petugas itu lagi dengan begitu sopan.

"Ahh! Tidak bisa begini, aku harus segera menelpon orangku untuk mengatasi masalah ini agar evakuasinya cepat"

Gumam Devan kesal

Dengan cepat, jari jemari itu mengetik rentetan nomor yang kemudian melantun menjadi nada sambung.

"Hallo Tuan Devan, ada apa?"

Tanya seseorang yang saat ini menerima panggilan Devan barusan.

"Hubungi orang kita di Kota T***ung S**or untuk segera mengirimkan alat berat guna membantu evakuasi jalan menuju desa Ujung Lereng yang tertutup longsor. Lakukan dengan cepat"

Titah Devan pada orang tersebut.

"Baik Tuan, hari ini armada akan segera diturunkan"

Jawab seseorang itu atas perintah Devan tersebut

"Bagus.!"

Balas Devan tegas sembari mematikan sambungan telepon pagi itu.

"Haaaa! Kenapa jalanku untuk bertemu denganmu seolah dipersulit"

Gumam Devan Lagi sembari menarik rambutnya kasar kebelakang.

"Berapa jam perjalanan untuk sampai ke Desa itu?"

Tanya Devan sekali lagi pada petugas disana.

"Kalau tidak ada hambatan, delapan jam Tuan" Papar petugas itu apa adanya.

Mendengar jawaban itu, Devan hanya mendengus kasar.

"Bila sudah ada kabar bahwa jalan tersebut dapat di lalui, segera kabarkan kepada saya.!"

Ucap Devan sekali lag

"Baik Tuan, kami akan segera kabarkan" Balas Petugas kembali dengan santun

Tanpa berucap lagi, Devan segera melangkahkan kaki keluar dari ruangan tersebut.

Dengan cepat ia memasuki mobil berwarna silver yang sedari tadi terparkir di depan sebuah halaman Travel Agent.

"Cepat kembali ke hotel" Perintah Devan pada sang sopir

"Baik Tuan" Jawab Sopir tersebut

Tak lama, mobil Silver tersebut melaju pergi

"Kenapa engkau pergi sejauh ini, Kinara. Sebesar itukah keinginanmu untuk pergi dariku?"

Gumam Devan membatin sembari menatap kosong ke arah luar jendela mobil yang saat ini melaju kencang, membelah jalanan kota disebuah provinsi yang jauh dari hingar-bingar kemacetan ibu kota.

.

.

.

.

BERSAMBUNG***

1
Adinda
lebih baik kinara sama briyan daripada dimas Dan devan
Mendayu Aksara: Yuhu Kak, pantengin terus ya, biar tau akhir cerita Kinara bakal hidup bahagia dg siapa 🙌
total 1 replies
Adinda
cocok la briyan sama kinara Daripada dimas
Roxanne MA
OMG ADA DIL RABA🥰
Mendayu Aksara: Iyaa, cantik banget dia itu, cocok ngewakilin Kinara yg 'kata'nya cantik banget juga
total 1 replies
Roxanne MA
wahh ka alurnya seruu bangett
Mendayu Aksara: Wahh makasih kak ❤
total 1 replies
Mendayu_Aksara
Ngakak sih Briyan ini ada ada ajee
Mendayu_Aksara
ihh samaan nama
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!