Kayla lahir dari pernikahan tanpa cinta, hanya karena permintaan sahabat ibunya. Sejak kecil, ia diperlakukan seperti beban oleh sang ayah yang membenci ibunya. Setelah ibunya meninggal karena sakit tanpa bantuan, Kayla diusir dan hidup sebatang kara. Meski hidupnya penuh luka, Kayla tumbuh menjadi gadis kuat, pintar, dan sopan. Berkat beasiswa, ia menjadi dokter anak. Dalam pekerjaannya, takdir mempertemukannya kembali dengan sang ayah yang kini menjadi pasien kritis. Kayla menolongnya… tanpa mengungkap siapa dirinya. Seiring waktu, ia terlibat lebih jauh dalam dunia kekuasaan setelah diminta menjadi dokter pribadi seorang pria misterius, Liam pengusaha dingin yang pernah ia selamatkan. Di tengah dunia yang baru, Kayla terus menjaga prinsip dan ketulusan, ditemani tiga sahabatnya yang setia. Namun masa lalu mulai mengintai kembali, dan cinta tumbuh dari tempat yang tak terduga…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24Kembali ke Tempat yang Dulu Disebut Luka
Sabtu pagi – Jalan Raya Menuju Panti Asuhan Bunda Pelita
“Gue penasaran banget,” kata Cika sambil nyetir.
“Katanya tempat ini sering kerja sama untuk vaksinasi anak desa?”
“Yup,” sahut Rina dari kursi belakang. “Dan hari ini kita resmi jadi relawan tim medisnya.”
Kayla duduk di samping sopir, diam cukup lama. Matanya terpaku pada pepohonan di sepanjang jalan, tapi pikirannya tak sepenuhnya di sana.
Lala memperhatikan Kayla. “Lo oke?”
Kayla mengangguk pelan. “Tempat ini... pernah jadi bagian dari hidupku. Tapi bukan tempat aku tinggal.”
Cika menoleh singkat. “Lo pernah ke panti ini?”
“Bukan begitu,” jawab Kayla lembut. “Waktu aku masih tidur di emperan pasar, kadang para relawan dari panti ini datang bagi makanan dan selimut.”
Rina menatap Kayla lewat kaca spion.
“Jadi… ini bukan rumahmu, tapi tempat yang sempat menyelamatkanmu?”
Kayla tersenyum kecil. “Tempat yang dulu hanya memberiku sepotong roti… tapi membuatku bertahan hidup hari itu.”
---
Di Halaman Panti
Anak-anak mulai berdatangan ke aula untuk diperiksa. Mereka tertawa, saling berlari, beberapa bahkan berebut tempat di antrean.
Cika sibuk memeriksa tensi. Rina mencatat data dan sejarah vaksin. Lala mengelilingi anak-anak dengan boneka lucu untuk mengalihkan perhatian.
Kayla duduk di ujung ruangan. Seorang anak laki-laki duduk di depannya—kurus, dengan luka kecil di lutut.
“Namamu siapa?” tanya Kayla.
“Bayu,” jawabnya pelan.
“Kamu tinggal di sini sejak kecil?”
Bayu mengangguk. “Sejak umur lima tahun. Sebelumnya aku di jalan.”
Kayla mengangguk pelan, lalu mulai membersihkan lukanya.
“Aku juga pernah begitu,” bisiknya.
Bayu melirik. “Kakak juga?”
Kayla mengangguk. “Aku pernah tidur di bawah gerobak nasi goreng, dan makan dari sisa pasar.”
Anak itu menatapnya tak percaya. “Tapi sekarang Kakak dokter?”
“Karena aku pernah lapar,” Kayla tersenyum. “Aku tahu rasanya... jadi sekarang aku ingin orang lain nggak perlu merasakannya lagi.”
---
Di luar panti – Istirahat siang
Kayla duduk sendiri di bawah pohon rindang. Di tangannya ada selembar kertas dari salah satu anak, bergambar dirinya sedang menyuntik pasien dengan senyum lebar.
Cika menghampiri sambil menyerahkan air minum.
“Gue pikir lo bakal down balik ke tempat yang ngingetin masa lalu.”
Kayla menatap langit. “Aneh, ya. Dulu aku lari dari masa lalu. Sekarang aku datang... dan justru ingin berterima kasih.”
“Bukan karena tempat ini berubah,” kata Lala yang ikut duduk.
“Tapi karena lo yang berubah.”
Rina menimpali, “Lo bukan korban lagi, Kay. Lo penyelamat sekarang.”
---
Sore – Anak-anak melukis wajah mereka sendiri
Beberapa anak menggambar diri mereka sebagai dokter, perawat, bahkan pahlawan super.
Bayu mendekati Kayla, menyerahkan gambarnya.
Ada dua sosok di sana: satu anak kecil kumal, satu dokter dengan jas putih — keduanya bertuliskan “Aku”.
“Kalau besar, aku mau seperti Kak Kayla,” katanya.
Kayla terdiam. Matanya basah.
“Terima kasih, Bayu. Jangan jadi kayak aku. Jadi lebih baik dariku, ya?”
---
Sebelum Pulang
Kayla meminta izin menemui kepala panti.
“Dulu… saat aku tidur di pasar, relawan dari sini yang ngasih aku selimut dan roti.”
Ibu Kepala Panti terkejut. “Nama kamu siapa, waktu itu?”
“Kayla. Masih kecil. Belum bisa bilang nama dengan jelas.”
Kepala Panti terdiam lama. “Tunggu... jangan-jangan... kamu yang dulu kami temukan menggigil di depan toko kelontong?”
Kayla mengangguk pelan.
“Saya gak nyangka… sekarang kamu yang datang membawa harapan untuk anak-anak ini.”
---
Perjalanan Pulang
Di mobil, Kayla duduk lebih tenang. Tangannya memegang gambar dari Bayu.
“Aku gak punya siapa-siapa saat itu,” bisiknya.
“Tapi aku punya kekuatan untuk bertahan. Dan sekarang... aku gak sendirian lagi.”
Cika meliriknya.
“Kita keluarga lo, Kay. Sekarang dan seterusnya.”
Rina dan Lala serentak dari belakang:
“Dan kita bakal selalu bawa kopi sachet buat lo kalau sedih!”
Kayla tertawa kecil.
Dulu aku ditolak. Sekarang... aku dicintai.
Dan itu hadiah terbaik dari perjalanan penuh luka ini.
----------------
Hari Jumat malam – Ruang santai RS Anak Sentra
“GUE BUTUH LIBURAN!”
Lala melemparkan file laporan ke atas meja dengan dramatis.
Cika tertawa sambil meregangkan punggung. “Satu pasien nyangkut di ruang operasi, satu lagi nangis minta pulang—sumpah, otak gue keriting.”
Rina mengangkat alis. “Bagaimana kalau weekend ini kita cabut aja ke vila keluarga gue di dataran tinggi Cipanas? Deket, dingin, ada jacuzzi.”
Semua langsung menoleh serentak.
“ADA JACUZZI?” Lala hampir loncat.
“Gue siap packing sekarang!” tambah Cika.
Kayla tertawa kecil. “Tapi kita baru selesai shift Jumat malam.”
“Gak apa-apa! Kita berangkat Sabtu pagi. Healing, makan jagung rebus, tidur pakai selimut tebel, itu surga dunia,” ujar Rina.
Kayla tersenyum lembut. “Kalau kalian yang ngajak, aku ikut.”
---
Sabtu pagi – Perjalanan ke Cipanas
Mobil Rina melaju perlahan di jalanan menanjak. Musik akustik mengalun pelan, udara sejuk menyelusup lewat jendela yang dibuka sedikit.
“Gue bawa board game,” kata Cika dari kursi belakang.
“Gue bawa kopi sachet lengkap,” sahut Lala bangga.
“Dan gue bawa…” Rina melirik ke belakang, “drama masa lalu gue, kalau suasana terlalu tenang.”
Kayla duduk di depan, menatap ke luar jendela sambil tersenyum.
Hari itu... rasanya tenang.
---
Sabtu siang – Vila Rina
Vila kayu dua lantai itu berdiri di tengah kebun bunga. Udara dingin dan wangi tanah basah menyambut mereka.
Mereka langsung rebahan di ruang tengah yang penuh bantal.
“Gue cinta tempat ini,” kata Cika.
Lala sudah sibuk nyalain pemanas air.
Kayla berjalan ke balkon, melihat pegunungan yang diselimuti kabut tipis.
“Damai banget ya...” bisiknya.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar.
📱 [Nomor Tidak Dikenal]:
“Jangan kaget kalau tempat healing kalian jadi sedikit lebih ramai.”
Kayla menatap layar dengan alis naik.
“Hah?”
---
Satu jam kemudian – Parkiran vila
Suara mobil lain berhenti.
Cika yang lagi masak mi goreng menoleh ke luar. “Siapa tuh?”
Pintu mobil terbuka… dan Liam keluar, mengenakan jaket hitam panjang dan syal.
Lala langsung refleks, “INI FILM APA NIH.”
Kayla melongo.
Liam mendekat pelan. “Kebetulan, aku ada urusan bisnis di resort sebelah. Dan… aku dengar vila ini punya kopi paling enak?”
“DARI MANA DIA TAU?” bisik Rina ke Kayla, setengah syok.
Kayla menahan tawa sambil menggeleng pelan. “Liam... kamu ngikutin kita?”
Liam mengangkat bahu santai. “Kamu bisa bilang... aku hanya penasaran, bagaimana hidup seorang Kayla saat tidak berseragam.”
---
Malam hari – Api unggun halaman vila
Mereka duduk melingkar. Liam bahkan ikut membantu bakar jagung dan tidak banyak bicara, hanya mendengarkan.
“Gue gak nyangka dia gak jutek,” bisik Cika ke Rina.
“Dia kayak… diem-diem ngamatin Kayla terus,” bisik Lala.
Kayla pura-pura gak peduli, tapi sesekali mencuri pandang.
Liam lalu duduk di sebelah Kayla.
“Kamu gak merasa terganggu?” tanyanya.
“Awalnya... iya,” jawab Kayla jujur. “Tapi... sekarang malah aneh kalau kamu gak ada.”
Liam menoleh cepat. “Itu... kalimat yang cukup berbahaya untukku.”
“Terserah kamu mau artikan bagaimana,” Kayla mengangkat bahu.
Liam tertawa tipis, untuk pertama kalinya sejak mengenalnya. “Kamu membawa kedamaian, Kayla. Tapi yang lebih gila... aku mau belajar tinggal di dalamnya.”
Bersambung
mantap 👍
kl orng lain,mngkn g bkln skuat kayla....
ank kcil,brthan hdp s luarn sna pdhl dia msh pnya sseorng yg nmanya ayah.....
😭😭😭
mudah dipahami
mna pas lg,jdinya ga ara th jd nyamuk....😁😁😁.....
Liam niat bgt y mau pdkt,smp kayla prgi kmna pun d ikutin....blngnya sih kbetulan.....tp ha pa2 lh,nmanya jg usaha....smngtttt....
trnyta ank yg d buang,skrng mlah jd kbnggaan orng lain....slain pntr,kayla jg tlus....skrng dia pnya kluarga yg syng dn pduli sm dia....