NovelToon NovelToon
Suddenly Married

Suddenly Married

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Romansa / Tamat
Popularitas:3.8M
Nilai: 4.9
Nama Author: Ichageul

Evan dipaksa menikah oleh ayahnya dengan Alya, gadis yang tidak dikenalnya. Dengan sangat terpaksa Evan menjalani pernikahan dengan gadis yang tidak dicintainya.

Evan mulai menjalani kehidupan rumah tangga bersama Alya. Perbedaan karakter dan pola pikir menjadi bumbu dalam pernikahan mereka.

Akankah pernikahan mereka berhasil? Atau mereka menyerah dan memilih untuk berpisah?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penyesalan

Evan menghempaskan bokongnya di sofa yang ada di café. Sebelum ke restoran milik Fariz, dia lebih dulu bertemu dengan Gelar untuk memberikan CV. Ternyata Edward juga ada di sana. Dan satu lagi, Sherly juga datang. Untuk Sherly, Evan memang meminta wanita itu untuk datang. Dia ingin membereskan masalahnya dengan wanita yang selalu mengganggunya.

“Evan…”

Sherly langsung mendekati Evan, bermaksud untuk memeluknya. Dia senang sekali saat Evan mengirimnya pesan dan meminta bertemu di café tempat biasa mereka berkumpul. Sikap ketus Evan kemarin pasti karena Alya, bukan karena keinginan pria itu. Dengan senyum di wajahnya Sherly mendekati Evan. Namun langkah wanita itu tertahan saat melihat gerakan tangan Evan.

“Evaaann..” panggil Sherly dengan manja.

“Diam di situ.”

“Evaaann..”

“Ini terakhir kalinya gue bilangin, jangan ganggu gue lagi. Gue udah nikah dan gue harap lo jaga sikap lo!” tegas Evan.

“Eh ada apa nih?” tanya Gelar yang bingung melihat sikap Evan yang terlihat tak biasanya pada Sherly. Evan memang tidak membiarkan Sherly terlalu akrab dan dekat dengannya, namun tidak pernah pria itu berkata dengan nada ketus apalagi dengan tatapan marah.

“Dua kali dia datang ke rumah gue dan bikin keributan di sana,” terang Evan pada kedua sahabatnya.

“Lo harus sadar, Sher. Status gue sekarang udah beda. Lo juga perempuan, harusnya lo pikirin gimana perasaan Alya lihat lo kaya gitu. Lo minta gue apa? Tanggung jawab karena lo udah muasin hasrat gue? Sejak kapan gue pernah nidurin elo. Jangan gila lo!”

Akhirnya Evan mengeluarkan semua kekasalannya pada Sherly. Kalau dia bukan wanita, mungkin Evan sudah melayangkan bogeman padanya. Gelar dan Edward terkejut mendengar ucapan Evan. Edward segera menarik Sherly untuk duduk di dekatnya. Dengan kesal Sherly menghempaskan bokongnya di samping Edward. Kedua tangannya terlipat di depan dada dengan mata melihat pada Evan.

“Gue harap kemarin yang terakhir lo dateng ke rumah gue.”

“Gue ngga mau! Gue bakalan terus dateng ke rumah lo. Gue tau lo ngga cinta sama Alya. Ngga usah sok peduli sama dia!”

“Bukan urusan elo soal perasaan gue ke Alya!!”

Pengunjung yang ada di café sontak menolehkan kepalanya ke arah Evan, mendengar suara kencangnya. Gelar langsung menenangkan sahabatnya itu, begitu pula dengan Edward yang menenangkan Sherly. Dia tidak habis pikir kenapa Sherly sampai nekad seperti itu hanya demi mendapatkan Evan. Sedangkan pria yang diinginkannya sama sekali tidak pernah menanggapi perasaannya.

“Gue ngga main-main, Sher. Sekali lagi lo dateng ke rumah gue. Gue bakal seret lo ke kantor polisi. Berhenti recokin hidup gue. Alya itu istri gue sekarang, tanggung jawab gue. Dan gue bakal singkirin siapa pun yang berusaha nyakitin dia, termasuk elo!”

Sherly menelan ludahnya kelat. Tatapan Evan yang penuh intimidasi ditambah nada suaranya yang penuh penekanan, tak ayal membuat nyali wanita itu ciut. Kedua matanya mulai berembun, dan perlahan jatuh membasahi pipinya. Evan mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tak peduli dengan tangis Sherly.

“Sher.. mending ikut gue, yuk. Kita shopping,” bujuk Edward.

Tanpa ada penolakan, Sherly bangun dari duduknya, lalu mengikuti saat tangan Edward menariknya. Dia melihat sebentar pada Evan, namun pria itu nampak tak peduli. Gelar menghembuskan nafas lega. Setidaknya pertikaian antara Evan dan Sherly sudah bisa teratasi. Dia menepuk pundak sahabatnya yang masih terlihat kesal.

“Tenang, Van. Gue yakin Sherly ngga akan berani lagi ganggu lo lagi. Dia cuma terobsesi sama elo. Kalau dia bosen juga, bakalan berhenti.”

“Hem..”

“Eh btw gue mau nanya dong. Yang waktu itu dampingi Alya pas akad, siapa?”

“Siapa?” Evan malah balik bertanya.

“Itu cewek yang nemenin Alya pas baru beres akad. Yang masih muda.”

Evan mencoba mengingat hari pernikahannya. Tapi dia sama sekali tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Gelar. Saat itu pikirannya sedang kalut karena terpaksa harus menikahi Alya. Jadi dia tidak memperhatikan orang-orang di sekelilingnya.

“Ngga tau gue.”

“Kayanya temennya Alya.”

Mendengar ucapan Gelar, Evan mengingat sosok Nana yang ditemuinya saat menjemput Alya di café.

“Oh sobatnya Alya kayanya.”

“Nah iya. Siapa namanya?”

“Ngga tau.”

“Ah elah. Tolongin napa. Cari tahu buat gue.”

“Lo naksir sama dia?”

“Kayanya,” jawab Gelar sambil tersenyum.

“Ya udah nanti gue tanyain ke Alya.”

“Gitu dong. Thanks ya.”

“Gue cabut dulu ya. Bisa ngomel bang Fariz kalo gue telat dateng.”

“Ok, deh.”

Evan menepuk pelan pundak Gelar, kemudian beranjak dari tempatnya. Pria itu segera menaiki tunggangannya lalu memacunya dengan kecepatan tinggi. Waktu jam buka restoran milik Fariz sebentar lagi dan dirinya harus segera sampai di sana.

☘️☘️☘️

Sera turun dari mobil yang dikendarainya. Matanya menatap sejenak ke arah bangunan di depannya. Dulu dia sering mendatangi tempat ini di awal pernikahannya dengan Fariz. Wanita itu melangkahkan kakinya memasuki restoran milik mantan suaminya. Kedatangannya langsung di sambut salah satu karyawan Fariz. Perceraian mereka memang belum diketahui oleh banyak orang.

Seperti biasa, di jam makan siang restoran ini selalu penuh didatangi pelanggan. Sera terus melangkah masuk mendekati area dapur. Dari tempatnya berdiri dia bisa melihat Fariz yang tengah membantu karyawannya menyiapkan hidangan untuk para tamu. Fariz memang selalu terjun langsung membuatkan pesanan.

Tanpa sadar senyum terukir di wajah Sera. Dulu setiap datang berkunjung, Fariz akan langsung menghentikan pekerjaannya dan menyambutnya. Namun kini semua hanyalah tinggal kenangan. Keadaan Sera saat ini sama seperti lagu bang Haji Rhoma Irama. Kalau sudah tiada, baru terasa. Kalau kehadirannya sungguh berharga. Dia merindukan momen kebersamaannya dengan Fariz.

Sera membalikkan badannya, lalu menuju ruangan Fariz. Dia akan menunggu mantan suaminya itu di sana. Baru saja Sera mendaratkan bokong di sofa, pintu ruangan terbuka dan Evan masuk ke dalamnya. Kening Evan berkerut melihat kedatangan mantan kakak iparnya.

“Ngapain ke sini?” tanya Evan sambil meletakkan berkas di atas meja kerja Fariz.

“Ketemu mas Fariz pastinya.”

“Ngga usah buang waktu, mending kakak pergi aja. Balik sana ke Paris, bukannya kakak pengen jadi model terkenal,” cibir Evan.

“Van.. please jangan ikutan julid sama aku. Aku ke sini karena kangen sama mas Fariz. Aku ngga bisa kehilangan dia.”

“Kalau sadar ngga bisa kehilangan bang Fariz, kenapa harus pergi? Apa uang yang bang Fariz kasih selama ini kurang, sampai kakak harus pergi jauh?”

“Itu impianku, Van. Kamu pasti tahu kan bagaimana kalau impian kita ada di depan mata. Pasti akan berusaha meraihnya. Aku.. hanya ingin mewujudkan impianku.”

“Mewujudkan impian? Apa itu sebanding dengan harga yang harus kakak bayar? Apa kehilangan bang Fariz sebanding dengan itu semua?”

Tak ada kata yang mampu Sera ucapkan untuk membalas perkataan Evan. Nyatanya dirinya menyesal karena ambisinya dan hasrat sesaatnya membuatnya kehilangan pria yang begitu tulus mencintainya.

“Van.. kamu mau tolong aku kan? Bantu aku supaya bisa kembali sama mas Fariz.”

“Dari pada bantu kakak, aku lebih senang cariin jodoh lain buat bang Fariz.”

“Van…”

Ucapan Sera tertahan ketika mendengar suara pintu terbuka. Fariz masuk ke dalamnya setelah membantu di dapur. Dia terkejut melihat kehadiran Sera di sana. Evan mengambil berkas di atas meja, lalu memberikannya pada sang kakak.

“Ini jumlah yang harus dibayar ke supplier. Abang tanda tangan, biar aku bisa keluarin uang secepatnya.”

Fariz mengambil berkas di tangan Evan, lalu menandatanganinya. Usai mendapatkan tanda tangan Fariz, Evan segera meninggalkan ruangan tersebut. Tanpa mempedulikan Sera, Fariz menuju meja kerjanya lalu mendaratkan bokong di kursi kerja. Dia memeriksa jadwal tamu yang sudah memesan untuk acara akhir pekan ini.

“Mas..” panggil Sera.

“Aku sibuk. Kalau ngga ada hal penting yang mau dibicarakan, lebih baik kamu pergi.”

“Mas kenapa ngga datang saat sidang mediasi?”

“Karena aku ngga ada niatan untuk mediasi sama kamu. Masih ada yang mau dibicarakan?”

Hati Sera hancur melihat sikap Fariz yang begitu dingin padanya. Dia mendekati meja lalu duduk di depannya. Fariz malah menenggelamkan diri pada pekerjaannya.

“Mas..”

“Aku akan segera menikah setelah perceraian kita selesai.”

“A.. apa mas? Menikah? Dengan siapa?”

Apa yang dikatakan Fariz sudah seperti petir di siang bolong. Mata Sera membuat, refleks dia memegangi tangan Fariz yang ada di atas meja. Dengan cepat Fariz menarik tangannya. Pria itu menatap wajah mantan istrinya dengan tatapan dingin.

“Siapa pun calonku, yang pasti dia lebih baik darimu. Dia tahu apa kewajibannya sebagai istri. Lebih baik kamu pergi sekarang, aku banyak kerjaan.”

Mata Sera berkaca-kaca mendengar ucapan mantan suaminya. Perlahan wanita itu bangun dari duduknya. Sambil menghapus airmata yang membasahi pipinya, dia keluar dari ruangan Fariz. Sepeninggal Sera, Fariz menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi. Tangannya memijat pelipisnya yang tidak terasa pusing.

Harus diakui, kalau dalam hatinya masih tersisa perasaan untuk mantan istrinya itu. Hubungannya dengan Sera bukan baru setahun atau dua tahun terjalin. Dibalik amarah dan kekesalannya, rasa cinta juga masih bercokol di hatinya. Fariz mengeraskan hatinya dengan tidak memberi peluang pada Sera untuk kembali masuk ke dalam hidupnya. Dia tidak ingin jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kali.

Fariz melepas chef jaketnya, menggantinya dengan kemeja lengan pendek. Pria itu mengambil ponsel dan kunci mobil dari mejanya lalu keluar dari ruangan. Di bagian depan, tepat di dekat etalase yang memajang aneka kue, dia berpapasan dengan Evan yang tengah mengobrol dengan Defri. Entah apa yang diobrolkan mereka.

“Mau kemana, bang?”

“Keluar dulu cari angin.”

“Awas jangan sampe masuk angin,” Evan terkekeh setelahnya.

Fariz hanya mengangkat jempolnya, lalu keluar dari restoran. Evan sendiri melanjutkan perbincangannya dengan Defri tentang beberapa supplier yang akan diganti karena kualitas barangnya yang menurun, sambil memperhatikan kue yang ada di etalase.

“Eh tuh macaron cantik banget. Bungkusin satu buat gue, ya.”

“Oke, tenang aja. Buat dede emesh ya, hahaha..”

“Jiirr.. panggilannya lebay banget dede emesh.”

Defri ikut terpingkal mendengar jawaban Evan. Dia segera mengambilkan macaron yang ditunjuk oleh Evan, lalu menyusunnya di kotak kecil. Pria itu tahu kalau Evan akan memberikan kue itu untuk istrinya.

Sementara itu, Fariz yang tengah menenangkan kegundahan hatinya sambil berkendara, menghentikan mobilnya di dekat pusat perbelanjaan khusus pakaian muslim. Dia meninggalkan mobilnya di sana lalu berjalan menuju taman yang letaknya di bawah jalan layang. Nampak beberapa orang sedang berada di sana. Ada yang sedang mengajak anaknya bermain. Ada yang berpacaran, ada juga yang kumpul bersama teman-temannya.

Fariz mendudukkan dirinya di salah satu sisi taman. Dia menaruh sepatunya di undakan yang ada di dekatnya. Matanya memandang ke depan, melihat seorang anak berusia sekitar dua tahun tengah bermain bola. Melihat anak itu, keinginannya memiliki anak kembali terbit. Namun sayang dia tidak bisa mewujudkannya dalam waktu dekat karena dirinya sudah sendiri sekarang.

Tanpa disadari, seseorang terus mengawasi dirinya. Tadinya dia tidak percaya kalau pria yang tengah duduk sendirian adalah Fariz, atasan sekaligus pemilik restoran tempat kakaknya bekerja. Setelah yakin kalau pria itu adalah Fariz, gadis itu menjauh sebentar dari taman dan tak lama kemudian kembali dengan es krim di tangannya.

Fariz yang tengah melamun, terkejut ketika sebuah tangan mengulurkan es krim berbentuk kerucut, seperti iklan di televisi. Kepala Fariz terdongak, kemudian sebuah senyum tercetak di wajahnya. Ternyata sang pelaku pemberi es krim adalah Riana, adik dari Defri, saos chefnya di restoran. Tangannya terulur mengambil es krim teresebut.

“Makasih.”

“Sama-sama, bang,” jawab Riana seraya mendudukkan diri di dekat Fariz.

“Kamu sendiri aja?”

“Sama teman. Cuma mereka lagi hunting kerudung di sana,” Riana menunjuk pusat perbelanjaan yang letaknya tak jauh dari taman.

“Abang sendiri ngapain bengong di sini sendirian? Ngga takut kesambet?”

“Hahaha… ada-ada aja kamu.”

Tangan Fariz membuka bungkus es krim, dan mulai memakan penganan dingin dan manis itu. Riana pun melakukan hal yang sama. Dia cukup akrab dengan Fariz, sejak kakaknya bergabung di restoran tiga tahun lalu. Fariz adalah orang yang humble dan ramah. Dia selalu bersikap baik pada semua karyawannya dan juga anggota keluarganya. Beberapa kali dia mengadakan acara gathering dan memperbolehkan karyawan membawa anggota keluarganya.

“Kamu ngga kuliah?”

“Aku kan tinggal nyusun aja, bang. Jadi ngga harus terus-terusan dateng ke kampus. Ini lagi merilekskan pikiran, pusing bang nginput data sama uji validitas, hahaha..”

“Mudah-mudahan lancar ya, kuliahnya,” Fariz mengusak puncak kepala Riana.

Dada Riana berdesir mendapatkan perlakuan seperti itu dari Fariz. Sejak beberapa bulan yang lalu, tepatnya saat Sera berangkat ke luar negeri, Riana mulai memiliki perasaan lain pada Fariz. Tapi gadis itu harus menekan perasaannya dalam-dalam karena tahu lelaki yang disukainya sudah beristri.

“Evan, gimana kabarnya, bang?”

“Baik.”

“Dia ngga kena stroke kan dikerjain sama om Antonio?”

“Hahaha… kayanya sekarang dia lagi dilanda meriang.”

“Meriang?”

“Iya, merindukan kasih sayang istrinya.”

“Hahaha.. ada-ada aja, bang.”

Perbincangan terus mengalir di antara keduanya. Pertemuan Fariz dengan Riana, sedikit banyak membuat pikirannya yang tadi penat karena kedatangan Sera mulai berkurang. Moodnya juga sudah membaik. Riana adalah gadis yang baik, supel dan periang. Fariz cukup senang berbincang dengan gadis itu.

☘️☘️☘️

Evan memarkirkan kendaraannya di pekarangan rumah sehabis menjemput istrinya. Alya segera membuka pintu lalu masuk ke dalamnya. Gadis itu bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tubuhnya terasa lengket oleh keringat dan bagian bawahnya juga sudah sangat lembab. Sudah waktunya mengganti roti Jepang yang dipakainya.

Setelah Alya selesai membersihkan tubuh, giliran Evan yang akan mandi. Sama seperti sang istri, tubuhnya juga sudah lengket. Dengan handuk tersampir di pundaknya, Evan masuk ke dalam kamar mandi. Alya mendudukkan diri di ruang depan, lalu menyalakan televisi dengan remote di tangannya.

Mata Alya terus melihat ke layar datar di depannya, menikmati adegan drama Turki yang baru saja tayang di salah satu stasiun televisi swasta. Tanpa disadari, Evan sudah berada di dekatnya. Di tangan pria itu terdapat sekotak macaron yang tadi dibelinya.

“Buat kamu,” Evan menyodorkan kotak di tangannya.

“Apa ini, mas?”

“Macaron.”

Alya tahu nama penganan manis tersebut, namun belum pernah mencobanya apalagi membuatnya. Konon membuat macaron itu susah-susah gampang. Tangannya membuka penutup kotak, matanya langsung melihat kue yang berasal dari Perancis dengan rasa manis dan berwarna cerah.

Evan bangun dari duduknya ketika mendengar ponselnya yang ada di kamar berdering. Alya mengambil satu buah macaron dari kotak. Dia memilih macaron berwarna merah muda, lalu menggigitnya. Rasa manis langsung menyapa indra perasanya. Dikunyahnya pelan kue tersebut lalu menelannya. Saat akan menggigitnya lagi, tiba-tiba dia merasakan sesak di dadanya.

Macaron di tangan Alya terlepas. Tubuhnya terjatuh di lantai dengan posisi telentang. Matanya menatap langit-langit dan nafasnya nampak tersengal. Kulit wajahnya yang putih mulai menunjukkan warna kemerahan di beberapa sisi. Evan yang baru selesai berbincang denga Fariz, keluar dari kamarnya. Dia terkejut melihat Alya yang tergeletak di lantai.

“ALYA!!!”

☘️☘️☘️

**Aduh... Alya kenapa?😱

Jadi bang Fariz sama siapa nih? Nana apa Riana?

Eh Nana kan mau dipepet Gelar🤭

Kalian dukung siapa buat calon bang Fariz**?

1
anonim
ternyata pak Dadang menyayangi putrinya dengan caranya sendiri - sampai-sampai kalau pulang kerja memantau di sekitar kafe tempat Alya bekerja untuk memastikan putrinya aman.
Alya tidak tahu itu - jadi bikin Alya merasa diabaikan - tak di sayang ayahnya.
anonim
Ervan mau kabur dibela-belain merangkak pula biar Karina, Kaisar dan Fariz yang baru duduk-duduk di ruang tengah tidak melihat dia mau kabur pikirnya. Ternyata tidak jadi kabur setelah tahu kondisi papanya sedang tidak baik-baik saja - ada dua dokter teman Kaisar yang selama ini menjadi langganan papanya kalau berobat datang dan masuk ke kamar papanya.
Gak jadi kabur Bro - jadi menikah nih /Facepalm/
anonim
Evan ini belum tahu kalau yang mau menikah dengan Alya dirinya /Facepalm/
anonim
keren bang Sar bisa memulangkan Evan ke Indonesia dengan idenya yang gak tanggung-tanggung
anonim
Bagus Alya - om Antonio di suruh langsung bilang ke pak Dadang - Alya akan menerima apapun hasilnya.
anonim
mantap Fariz bisa bermain ke rumah pak Karta yang mengajak main catur dan bisa mencari tahu tentang kehidupan Alya. Miris juga nasib Alya yang ada tapi seperti tak ada bagi ayahnya
Rahma Habibi
terimakasih author atas karya2 mu yang sangat menghibur dan selalu di nanti karya selanjutnya
In
gara2 Dion aku balik lagi ke sini... ☺️
Laila Isabella: sama..ulang baca dari awal lagi..🤣🤣
total 1 replies
Poppy Sari
keren.../Good/
Wiwie Aprapti
yg Tututware kemana kak, udah tutup ya pabrik nya
Wiwie Aprapti
karma di bayar tunai ga pake di cicil lagi
Wiwie Aprapti
harusnya Evan bilang nya "sudah ku dugong" gitu kak🤣🤭🙃
Wiwie Aprapti
bunga Kamboja 🤣
Wiwie Aprapti
nahhhh kannn Mardi lohhhh🤣🤣🤣🤣
Wiwie Aprapti
dehhhhh..... hampura lahhhhhhh ki ace🤭🤣
Wiwie Aprapti
skakmat Evan🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Wiwie Aprapti
Kaisar pasti temennya kevin nihhhh
Wiwie Aprapti
kisah nana ada sedikit kemiripan sama bestiee aku, tapi kalo bestie aku satu agama cuma beda jalur, besti ku NU cowoknya LDII, dan mama besti ku ga kasih restu, bahkan di kasih pilihan, pilih cowoknya atau mamanya, kalo dia pilih cowoknya, besti ku di usir dari rumah, di cabut semua fasilitas yg di pakai, di coret dari kk, alhamdulillah dia lebih sayang sama mamanya, sekarang udh nikah, malah dapet suami yg baik banget, sayang💕, dan berkecukupan juga hidupnya, pilihan orang tua memang yg terbaik buat anaknya, ga tau juga kalo dia salah pilih, wallahualam......
Wiwie Aprapti
waduhhhhhhhh encok ga tuhhh si Alya di garap Evan 🤭🙃
Wiwie Aprapti
yg lain travelotak.....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!