Istri penurut diabaikan, berubah badas bikin cemburu.
Rayno, pria yang terkenal dingin menikahi gadis yang tak pernah ia cintai. Vexia.
Di balik sikap dinginnya, tersembunyi sumpah lama yang tak pernah ia langgar. Ia hanya akan mencintai gadis yang pernah menyelamatkan hidupnya.
Namun ketika seorang wanita bernama Bilqis mengaku sebagai gadis itu, hati Rayno justru menolak mencintainya.
Sementara Vexia perlahan sadar, cinta yang ia pertahankan mungkin hanyalah luka yang tertunda.
Ia, istri yang dulu lembut dan penurut, kini berubah menjadi wanita Badas. Berani, tajam, dan tak lagi menunduk pada siapa pun.
Entah mengapa, perubahan itu justru membuat Rayno tak bisa berpaling darinya.
Dan saat kebenaran yang mengguncang terungkap, akankah pernikahan mereka tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Balapan
Gumilang menghela napas pelan sebelum menjawab.
“Tadi dia sedang tak enak badan. Masalah wanita,” ujarnya tenang. “Datang bulan.”
Namun, di balik nada datarnya, ia menahan jengkel, mengingat cucunya yang kabur saat mereka dalam perjalanan menuju rumah itu.
“Besok aku sendiri yang akan mengantarnya ke rumah kalian. Tak perlu datang ke sini lagi. Kami baru tiba dari desa, masih mencari tempat tinggal yang cocok.”
Mandala mengangguk kecil. “Baiklah. Kami tunggu Bapak dan Nak Vexia di rumah. Dan soal tempat tinggal, kami bisa bantu jika Bapak berkenan.”
“Terima kasih,” jawab Gumilang datar. “Aku bisa mencari sendiri. Aku tak mau merepotkan siapa pun.”
Mandala tersenyum sopan, tapi dalam hati tahu:
Besok, pertemuan itu akan menjadi awal sesuatu yang besar.
---
Begitu Gumilang dan keluarga Mandala meninggalkan rumah itu, tiga sosok yang tertinggal di ruang tamu seolah kehilangan tenaga.
Surya menjatuhkan diri ke sofa, disusul Soraya dan Vega yang masih memasang wajah masam.
“Mertuamu itu…” Soraya bersungut, “mulutnya tajam, nyebelin!”
“Tua bangka!” Vega ikut menimpali sengit. “Kenapa gak mati aja sih?”
Surya menatap keduanya dengan nada waspada. “Lebih baik jangan menyinggung dia. Meski sudah tua, Gumilang masih punya banyak koneksi. Kalau dia mau, dalam sehari dia bisa menghancurkan usaha kita.”
Ucapan itu membuat Vega mendengus kesal. Tapi sorot matanya menyimpan ketakutan yang sama. Mereka tahu, perusahaan yang kini dipegang Surya berdiri di atas saham milik Gumilang. Saham yang dulunya milik mendiang istri Surya, ibu Vexia.
Gumilang memang tak pernah menyerahkan semua kekayaannya. Sejak awal, ia tak pernah benar-benar percaya pada menantunya.
Ia hanya menoleransi Surya… karena putrinya terlalu mencintai pria itu.
“Kenapa anak desa itu bisa seberuntung itu, sih?” Vega menggeram pelan. “Tinggal di kampung, tiba-tiba dilamar pria paling tampan dan kaya di kota ini?!” Nada suaranya bergetar antara iri dan tidak percaya.
Soraya melirik suaminya tajam. “Apa Papa benar-benar gak tahu soal perjodohan itu?”
Surya menggeleng perlahan. “Aku benar-benar gak tahu.”
Soraya menghela napas panjang. “Sayang sekali. Kalau saja Vega yang jadi menantu keluarga Mandala… status sosial kita bakal melonjak tinggi.”
Ruangan hening sejenak. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar.
Mereka saling bertukar pandang, penuh rasa penasaran, iri, dan amarah yang dipendam rapat.
Namun satu hal pasti:
meski mereka tak bisa berbuat apa-apa sekarang, niat buruk itu sudah tertanam.
***
Malam turun di pinggiran kota.
Lampu-lampu jalan berpendar keemasan, memantul di genangan hujan yang belum kering.
Raungan mesin memecah kesunyian. Keras, liar, dan menantang.
Di bawah cahaya neon, seorang gadis muda berdiri di samping mobil sport hitam. Makeup smoky eyes gelap, lipstik merah anggur, dan contour tajam menyamarkan wajah aslinya. Kulitnya berkilat disapu cahaya, rambut hitamnya terurai tertiup angin malam.
Ia mengenakan jaket kulit dan celana denim ketat.
Vexia.
Senyum tipis tersungging di bibirnya.
“Kakek, Kakek gak bisa mengekangku. Pada akhirnya aku bisa kabur juga, 'kan?” batinnya puas.
“Hei, gadis desa! Udah siap belum?” seru seorang pria dari balik kemudi mobil lawan, membuyarkan lamunannya.
“Selalu,” jawabnya dingin, menarik helm hitam dan menurunkannya ke kepala.
Saat helm menutupi wajahnya, hanya mata itu yang terlihat. Tajam, penuh nyala perlawanan.
“Lo siap kalah dari gadis desa?” ujarnya, senyum sinis terbit di bibirnya sebelum melangkah ke mobilnya.
Suara mesin meraung lagi, lebih keras kali ini.
“Si bocah desa kayak lo beneran mau lawan gue?” seru pria di mobil sebelah sambil menurunkan kaca lebih rendah. Senyumnya miring. “Balik aja ke dapur, Sayang. Jalanan bukan tempat gadis manja.”
Vexia menatap lurus ke depan. Suaranya tenang tapi menggigit.
“Buat seseorang yang sebentar lagi gue tinggalin di belakang, lo banyak bacot.”
"Gadis ini..." geram pria di dalam mobil.
Asap tipis mengepul dari knalpot.
Beberapa orang di pinggir jalan bersorak, sebagian lagi mengangkat ponsel untuk merekam.
Seorang gadis berrok pendek berdiri di depan dua mobil, bendera di tangannya terangkat tinggi.
“Tiga!”
“Dua!”
“Satu!”
Dan di detik berikutnya—
WUUUUUSH!
Mobil-mobil itu melesat, ban berdecit gila-gilaan di aspal basah.
Vexia mencengkeram kemudi erat, napasnya memburu di balik helm.
Lampu-lampu kota berlari mundur di kaca depan dalam garis-garis cahaya.
Mobil lawan menyalip dari kiri, hampir menyenggol bumper-nya.
“Berani banget!” geramnya pelan, lalu memutar kemudi tajam.
Ban berdecit keras, tubuh mobil berbelok nyaris mencium pembatas jalan. Tapi Vexia malah tersenyum.
Tangannya lincah memindahkan gigi, kaki kanannya menghantam pedal gas.
120... 130... 140...
Jarum speedometer menukik naik.
Detak jantungnya berpacu dengan deru mesin.
Dari kejauhan, sekelompok orang di pinggir gudang tua bersorak.
Beberapa menatap layar ponsel yang menayangkan kamera drone di atas lintasan.
“Gila, tuh cewek ngebut banget!”
“Dia dari desa? Kayak pembalap profesional, anjir!”
Suara raungan mesin menelan sorakan itu.
Di dalam mobil, Vexia mencondongkan tubuh ke depan.
“Ayo, Sayang… tunjukkan siapa yang paling liar malam ini,” gumamnya, menekan pedal gas lebih dalam.
Mobil lawan menyalip lewat kanan, nyaris menyentuh spion.
“HA! Cewek cuma modal gaya!” teriak pria itu lewat jendela yang terbuka, disambut tawa kecil.
Vexia menatap lurus ke depan. Suaranya rendah, nyaris seperti geraman.
“Modal gaya? Kita lihat siapa yang ngerem duluan.”
Beberapa meter di depan, dua truk kontainer parkir rapat di sisi jalan, menyisakan celah sempit di antara keduanya.
“WOI! Jangan gila!” teriak lawannya lewat radio, sadar arah mobil Vexia.
Tapi Vexia tidak melambat. Ia menyalakan lampu jauh. Menilai jarak.
“Kalau ragu, lo kalah,” bisiknya pada dirinya sendiri.
Tangannya memutar kemudi sepersekian detik sebelum celah itu. Ban depan nyaris menghantam truk pertama—
SRET!
Percikan logam berloncatan ketika spion mobilnya menyenggol sisi kontainer.
Semuanya terjadi begitu cepat. Detik melambat, suara mesin berubah jadi dengung berat di telinganya.
Lalu—
WUUUSH!
Mobil hitam itu lolos, keluar dari celah sempit seperti peluru. Ban belakang menyapu debu dan potongan karton dari bawah truk.
“Anjir! Gila tuh cewek!”
“Dia lewat?! Gak mungkin!”
Lawannya teriak frustrasi di radio.
“WOI! Mau mati, hah?! Lo pikir ini film action?!”
Tapi Vexia sudah tak mendengarnya lagi.
Jantungnya berdebar cepat, adrenalin menyatu dengan suara mesin.
“Kakek… lihatlah cucumu sekarang,” katanya pelan. “Aku bukan boneka yang bisa dikurung di balik nama besar keluarga.”
Garis akhir semakin dekat.
Drone mengikuti dari atas, lampu-lampunya menyorot dua mobil yang hampir sejajar.
“Buset! Dia naik ke trotoar!”
Mobil Vexia melompat kecil melewati gundukan jalan, lalu menuruni jalur lurus terakhir.
“Dan inilah… kebebasanku.”
Mobil hitam itu melesat lebih dulu melewati garis akhir dan berhenti dengan presisi.
Asap, sorakan, dan suara klakson pecah di udara.
Vexia keluar dari mobil, menurunkan helmnya perlahan, menatap lawannya.
“Mana taruhannya?” tanyanya tenang.
“Hmhh…” pria itu tertawa pendek. “Gak nyangka lo jago juga. Gue terlalu remehin lo,” ujarnya, menyerahkan cek pada Vexia.
Vexia mencium cek itu dengan senyum penuh kemenangan. Tapi tiba-tiba—
“Awh… awh! Sakit!” pekiknya.
Telinganya ditarik seseorang dari belakang.
“Dasar gadis badung. Kau kabur dan malah balapan di sini?!”
Gumilang berdiri di antara suara mesin yang belum sepenuhnya padam. Wajahnya merah padam menahan marah.
“Awh… sakit, Kek…”
Vexia meringis ketika telinganya ditarik.
“Siapa suruh kau kabur dari perjodohan, hah?!” bentak Gumilang.
Beberapa penonton yang masih bertahan di sekitar area start menahan tawa. Ada yang bersandar di mobil, ada pula yang menonton dari jauh lewat teropong.
“Itu cucunya ya, Kek? Kabur dari perjodohan demi balapan?”
“Pantas aja ngebutnya kayak setan.”
“Awas kabur pas akad nanti, Kek.”
“Cucu kakek ini kalau nyetir habis nikah bisa bikin suaminya kena serangan jantung sebelum naik ranjang.”
Tawa meledak. Gumilang menatap tajam ke arah mereka, lalu dengan nada setengah sinis berkata,
“Jadi, dari semua yang di sini, gak ada yang tertarik sama cucu Kakek?”
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
asisten keren👍😂😂
Vega masih cari gara-gara maunya - dasar muka badak hati culas.
Nah..nah...nah...Rayno ke club yang sama dengan istrinya 😄.
Dani kaget wooooy.
Yovie teman Rayno ternyata tahu juga tentang masa lalu Rayno.
Masih mengharap gadis di masa lalunya - tapi pikiran dan hati tak bisa dipungkiri - Vexia menari-nari dibenaknya. Dasar Rayno o'on 🤭😄
Nah lo istri pergi gak pamit - rasain Rayno.
Sampai sepuluh kali Rayno menghubungi istrinya baru diangkat.
Dani jiwa kepo-nya kambuh lagi - tertarik melihat Vexia di tempat hiburan malam.
Vexia pergi mentraktir karyawan satu divisi di tempat hiburan malam paling mewah di kotanya.
Nova ikut ya - tak tahu malu ini orang - suka sirik terhadap Vexia - ee ikut bergabung. Ngomong gak enak di dengar pula.
Vexia hafal berbagai macam minuman - Vega semakin menjadi siriknya.
Jangan-jangan Rayno juga ke tempat yang sama dengan Vexia.
kira2 apa mereka saling menyapa pas ketemu.atau pura2 gak liat..harus banget nunggu ya thor...gak bisa sekarang aja apa? baiklah bakalan sabar menunggu, tapi gpl lho
hayo siapa tuh yang panggil vexia rayno atau cowok lainnya
Apa Vexia akan dikasih hukuman oleh Rayno atw malah Rayno yang dihukum Vexia dengan tidak disapa & tidak kenal yang namanya Rayno alias dicuekin 😛