NovelToon NovelToon
Skandal Tuan Playboy

Skandal Tuan Playboy

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / CEO / Playboy / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author:

Sebastian Adiwangsa. Nama yang selalu bergaung dengan skandal, pesta malam, dan perempuan yang silih berganti menghiasi ranjangnya. Baginya, cinta hanyalah ilusi murahan. Luka masa lalu membuatnya menyimpan dendam, dendam yang membakar hasratnya untuk melukai setiap perempuan yang berani mendekat.

Namun, takdir memiliki caranya sendiri. Kehadiran Senara Ayunda, gadis sederhana dengan kepolosan yang tak ternodai dunia, perlahan mengguncang tembok dingin dalam dirinya. Senara tidak seperti perempuan lain yang pernah ia kenal. Senyumnya membawa cahaya, tatapannya menghadirkan kehangatan dua hal yang sudah lama terkubur dari hidup Sebastian.

Namun, cara Sebastian menunjukkan cintanya pada Senara bermula dari kesalahan.

Tangisan Senara

Pagi itu, kamar yang berantakan hanya dipenuhi oleh suara tangis. Sena berusaha menahan isakannya, menutup mulut dengan telapak tangan, tapi sia-sia. Semakin ditekan, semakin keras tangis itu pecah. Hingga akhirnya, suara itu membangunkan sang pemilik kamar.

“Kau bisa diam?” suara Bastian terdengar tajam dan dingin menusuk.

“Ma…a…af” balas Sena terbata, suaranya parau.

Bastian menarik selimut, menutupi kepala. Namun, suara isakan itu tetap saja menembus kain tebal itu dan terdengar semakin keras.

“FVCK!” maki Bastian, bangkit kasar dan menatap Sena penuh amarah.

Sena langsung terdiam. Tubuhnya kaku, meski air mata masih deras mengalir.

“Kau bisa diam atau tidak? Aku ingin tidur,” suaranya meninggi. Ia berhenti sebentar, lalu mengancam dengan nada yang lebih menyeramkan

“Kalau kau masih berisik, aku akan memasuki mu lagi pagi ini.”

Ancaman itu membuat Sena membeku dan menghentikan tangisnya. Hatinya mencelos.

… … …

Hampir sore, tapi Sena masih saja meringkuk di kamar. Mata bengkak, tubuh lemah, pikirannya kacau.

Pelayan-pelayan silih berganti datang ke depan pintu kamarnya untuk mengantarkan makanan, karena wanita itu tidak turun untuk sarapan dan makan siang. Seharian ini ia bahkan menolak makanan yang dibawa para pelayan.

Akhirnya Mbok Jena sendiri yang datang mengetuk pintu. “Nona Sena… ini Mbok Jena. Tolong makan dulu, Non.”

Tidak ada jawaban.

“Non?” suara itu penuh kekhawatiran.

Tiba-tiba, suara berat terdengar dari belakang.

“Kenapa, Mbok?”

Mbok Jena berbalik. Bastian berdiri di sana, menatapnya dengan dingin. “Eh, Tuan sudah pulang.”

“Kenapa Mbok berdiri di depan kamarnya?”

“Ini Nona Sena, Tuan… dari tadi tidak keluar dari kamarnya. Belum sarapan dan bahkan makan siang. Semua pelayan yang datang juga tidak dibukakan pintu bahkan tidak ada suara apapun dalam kamar Nona Jena Tuan.”

Bastian mendengus, rahangnya menegang. Ia memutar gagang pintu—terkunci. Tanpa banyak bicara, ia turun mencari kunci cadangan.

Dapat.

Dia mengambil kunci cadangan itu dan naik kembali ke atas dengan Mbok Jena yang masih berdiri didepan pintu kamar itu berusaha terus mengetuknya.

“Berikan makanannya,” ucap Bastian.

Mbok Jena sempat terkejut, tapi segera menyerahkan nampan itu.

“Mbok bisa lanjutkan pekerjaan yang lain” Bastian memberi isyarat agar ia pergi.

Pintu kamar sena terbuka. Sena yang sedang meringkuk di kasur sedikit terkejut dengan suara pintu terbuka, tetapi dia tetap pada posisinya tanpa menolehkan kepalanya.

“Kenapa kau tidak keluar kamar?” suara Bastian menghantam, membuat Sena refleks duduk tegak.

Sena masih diam.

“Makan.” Bastian menaruh nampan di depannya.

“Aku… tidak lapar.”

Bastian mendengus dingin. “Kau memang harus dipaksa rupanya.”

Tanpa peringatan, ia langsung menyendok nasi dan menyuapkan ke mulut Sena dengan kasar. Sena tersedak, beberapa butir nasi berjatuhan ke sprei. Berkali-kali Bastian memaksa, hingga—

“Bastian!” suara Ravian memecah suasana. Ia berdiri di pintu, wajahnya penuh amarah.

“Kenapa kau masuk kamar Sena?”

Bastian menoleh, menyeringai sinis. “Baguslah kau datang.”

Ia menyorongkan piring itu ke Ravian. “Suapi adikmu. Pastikan dia makan. Jangan sampai dia sakit hingga tak bisa melayaniku.”

Setelah itu, ia pergi tanpa peduli.

Ravian mendekat cepat, memeluk adiknya yang masih bergetar. Melihat mata Sena yang sembab, ia sudah bisa menebak apa yang terjadi semalam.

“Sena…” suaranya bergetar.

“Maafkan kakak. Kakak belum bisa melindungimu.”

Sena tidak menjawab. Hanya tangisan yang kembali pecah di bahu kakaknya.

...****************...

Hampir Tengah malam. Tenggorokan kering membuat Sena beranjak dari kamarnya dan turun ke dapur.

Sesampainya di dapur, dia segera membuka kulkas dan mencari minuman dingin.

Setelah mendapat apa yang dia cari, Sena akhirnya menutup kulkas itu. Ia terperanjak. Ada satu pria asing di sana.

“Hei, siapa kamu?” tanya pria itu, sama-sama terkejut.

“Aku adiknya Kak Ravian,” jawab Sena pelan.

“Adiknya Ravian?” pria itu tampak heran, lalu tersenyum samar. “Senara, ya?”

Sena tersentak. “Bagaimana kamu tahu namaku?”

Pria itu mengulurkan tangan. “Aku Arya. Sahabat sekaligus rekan kerja Bastian dan Ravian.”

Sena menyambut jabatannya dengan ragu. “Oh… salam kenal ya.” Tapi Sena tetaplah Sena. Dia tetap melemparkan senyuman manisnya.

“Kamu haus tengah malam begini?” tanya Arya kepada Sena.

“Iya, aku haus sekali dan tenggorokan ku minta banget air dingin” Sena menjeda kalimatnya “Ohiya aku baru melihatmu disini. Apakah kamu tinggal disini?”

“Ah tidak. Aku hanya ada keperluan saja datang kesini eh malah dapat hadiah ketemu adiknya Ravian yang sangat cantik ini” Arya sedikit menggoda.

Sena tersenyum kaku. Alarm dalam dirinya langsung menyala. “kalo gitu aku ke atas ya. Sampai bertemu di lain waktu” Dia buru-buru pamit, melangkah cepat ke tangga.

Arya mengamati kepergian Sena dengan sedikit senyum di wajahnya.

“ternyata kau benar-benar membawa wanita itu kesini, Bas” ucap Arya sendiri selepas Sena yang sudah tidak terlihat lagi.

… … …

Sena ingin berjalan ke arah kamarnya, tapi pendengarannya sedikit terganggu dengan suara-suara aneh yang timbul dari kamar Bastian.

Sena berhenti. Dari balik pintu kamar Bastian, suara erangan terdengar jelas.

“Uhhh… Bastian…”

“Faster Please Faster”

“BAS AHHH” Jeritan wanita itu semakin terdengar keras diikuti dengan bunyi tabrakan gairah dari badan mereka satu sama lain.

Sena mematung. Ingatannya terlempar ke malam kelam sebelumnya, saat Bastian memperlakukannya sama.

Malam kemarin Bastian melakukannya dengan dirinya.

Dan malam ini Bastian melakukannya dengan wanita lain.

Air matanya jatuh lagi.

“Apakah aku… sudah jadi wanita murahan sekarang?” bisiknya getir.

“Ayah, Mama… maafkan Sena.”

...****************...

Tiga hari berlalu, Sena selalu berusaha menghindari sarapan dan makan malam bersama di Penthouse ini. Dia sengaja sarapan lebih awal di jam 6 pagi dan makan malam di jam 10 malam agar tidak bertemu Bastian.

Tadi malam saat Sena sudah menyelesaikan makan malamnya. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita cantik dan seksi keluar dari kamar Bastian dan berjalan melewatinya. Sepertinya mereka habis menghabiskan malam penuh nafsu bersama.

Dan Pagi ini, ia kembali duduk sendirian di meja makan.

“Hai Nona Sena, sarapannya sudah siap. Silakan dimakan,” ujar Mbok Jena.

“Terima kasih, Mbok. Mbok tidak sarapan juga?”

“Saya tidak terbiasa sarapan, Non.”

Sena tersenyum tipis dan mulai makan.

Sepuluh menit berlalu. Langkah kaki di tangga membuatnya menegang.

Bastian ada disini.

Dia segera menunduk, pura-pura sibuk dengan piring. Namun Bastian malah duduk di kursi sebelahnya.

Sena tetap tidak bergeming.

Lalu tanpa aba-aba, Bastian menarik kursi yang diduduki Sena mendekat ke arahnya hingga Sena nyaris menempel.

“Kau menghindariku,” katanya tajam.

“Aku tidak menghindarimu,” balas Sena cepat, meski suaranya gemetar.

“Kenapa kau sarapan sepagi ini? Tiga hari berturut-turut…”

“Hanya ingin.” Sena hanya membalas singkat.

Sena berusaha bangkit, tapi pergelangan tangannya ditangkap. Bastian menariknya lebih dekat.

“Kau—”

Belum sempat Bastian menyelesaikan kalimatnya, Ucapan itu terhenti ketika suara lain terdengar dari pintu.

“Bastian! Bagaimana service teman baruku semalam?” Suara itu berasal dari Arya yang tiba-tiba masuk ke Penthousenya.

Sena terselamatkan. Kesempatan itu dimanfaatkan Sena untuk melepaskan diri. Ia lari ke wastafel, lalu buru-buru meninggalkan meja makan.

Bastian menoleh ke arah Arya dengan tatapan membunuh.

“Kenapa kau datang sepagi ini?” geramnya.

Arya hanya tertawa kecil. “Aku ingin numpang sarapan.”

...----------------...

^^^Cheers, ^^^

^^^Gadis Rona^^^

1
Rizky Muhammad
Aku merasa terkesima sampai lupa waktu ketika membaca karyamu, thor. Jangan berhenti ya! 🌟
Gadis Rona: Hai terima kasih sudah baca karya pertamaku bikin aku makin semangat nulis🥰
total 1 replies
elayn owo
Penuh empati. 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!