"𝘽𝙧𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. "
𝘼𝙙𝙪𝙝 𝙖𝙬𝙖𝙨... 𝙝𝙚𝙮𝙮𝙮... 𝙢𝙞𝙣𝙜𝙜𝙞𝙧.. 𝘼𝙡𝙖𝙢𝙖𝙠..
𝘽𝙧𝙪𝙠𝙠𝙠...
Thalia putri Dewantara gadis cantik, imut, berhidung mancung, bibir tipis dan mata hazel, harus mengalami kecelakaan tunggal menabrak gerbang, di hari pertamanya masuk sekolah.
Bagaimana kesialan dan kebarbaran Thalia di sekolah barunya, bisakah dia mendapat sahabat, atau kekasih, yuk di simak kisahnya.
karya Triza cancer.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TriZa Cancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PACAR TUAN MUDA
Mobil Thalia berhenti di area parkir dalam lapang, dengan deretan mobil super mewah berjejer rapi. Semua mata penjaga yang ada di area itu langsung tertuju pada Thalia begitu pintu mobilnya terbuka.
Athar yang sudah lebih dulu keluar, berputar ke sisi pengemudi dan menggandeng tangan Thalia tanpa banyak bicara.“Heh! Lepas! Gue bisa jalan sendiri,” protes Thalia, tapi genggaman Athar terlalu kuat untuk dilepaskan.
Para anggota Golden Blood yang ada di sekitar ruangan sontak menatap pemandangan itu dengan tatapan penasaran.
“Siapa dia?” bisik salah satu.
“Cantik banget…” sahut yang lain pelan.
“Apa mungkin dia pacar Tuan Muda Athar?”
“Pacar? Gila aja. Tuan Muda gak pernah mau disentuh siapa pun.”
"Tapi lihat deh mereka serasi.. "
Bisik-bisik itu makin ramai, sampai akhirnya suara dingin dan berat milik Athar memecah keheningan.“Jaga pandangan kalian.”
Seketika semua yang ada di sana langsung menunduk. Hening total.
Thalia memutar matanya malas. “Duh, lo tuh kayak magnet rasa takut ya. Semua langsung diem.”
Athar hanya menatapnya sekilas. “Lebih baik mereka diam daripada ngelihat yang bukan hak mereka.”
Thalia mendecak. “Posesif banget, padahal bukan siapa-siapa.”
Athar meliriknya tajam. “Belum,” gumamnya rendah tapi cukup jelas membuat Thalia menoleh cepat.
“Hah? Belum ap..”
Athar melangkah duluan masuk ke dalam gedung, meninggalkan Thalia yang bengong di belakang.“…Belum apaan sih maksudnya?!”
Namun di balik semua kebingungannya, dada Thalia terasa berdebar aneh. Entah karena takut… atau karena sesuatu yang lain.
Thalia melangkah masuk ke ruang utama Golden Blood dengan gaya santainya yang khas, tangannya kembali diseret halus oleh Athar. Begitu melewati pintu besar yang terbuat dari baja hitam dengan lambang sayap berdarah, matanya langsung menelusuri sekeliling ruangan.
Dindingnya penuh dengan simbol dan senjata tergantung rapi, aroma wangi tembakau dan kulit mahal memenuhi udara. Para anggota Golden Blood yang sedang berdiskusi langsung menghentikan aktivitasnya dan menatap ke arah pintu.
Thalia memiringkan kepala, menatap kiri dan kanan, lalu bergumam pelan,“Hem… gak jauh beda sama markas Shadow of Death sih. Cuma di sini kayaknya AC-nya lebih adem.”
“Loh, Thalia? Ngapain lo di sini?” suara familiar membuat semua kepala menoleh.
Dion, dengan ekspresi heran, bangkit dari kursinya.Thalia spontan nyengir lebar sambil melambaikan tangan.“Oh, gue ikut si tem...eh… Athar! maksudnya Athar,” katanya cepat sambil tertawa canggung.
Beberapa anggota di ruangan itu menatapnya dari ujung kepala sampai kaki. Penampilan Thalia malam itu memang mencolok, dress hitam elegan, rambut terurai lembut, bibir berkilau samar. Tapi di tempat seperti ini, penampilan seperti itu tampak “tidak cocok.”
Beberapa anggota perempuan, terutama satu yang bernama Alexa, langsung menunjukkan ekspresi meremehkan. Ia menyilangkan tangan di dada, menatap Athar.
“Bos, dia siapa?” tanya Alexa dengan nada lembut tapi tajam, pandangannya jelas menilai Thalia dengan tatapan merasa tersaingi.
Thalia menangkap perubahan nada itu. Dalam hati, dia menggumam jahil“Heh, sepertinya nih cewek naksir si tembok.”
Senyum tipis muncul di bibirnya. Dan dengan gaya konyol ala Thalia, ia langsung merangkul lengan Athar dengan manja.
“Gue pacarnya Athar” katanya dengan nada riang seperti sedang memperkenalkan diri di acara TV.
Athar langsung refleks menatap Thalia cepat, alisnya naik, wajah datarnya sedikit berubah antara kaget dan tidak percaya. Semua mata di ruangan sontak melebar. Dion, Doni, Raka, dan Rafi yang berdiri di sisi kanan meja besar hanya bisa saling pandang dengan ekspresi campur aduk.
“Hah?” Dion mengerjap bingung.
“Mereka… pacaran?” Raka memiringkan kepala.
“Nggak mungkin… mereka tiap ketemu aja berantem, kapan jadiannya,” gumam Doni pelan.
Rafi menahan tawa, “Mungkin mereka lagi akting.. "
Sementara itu Alexa yang tadi menatap meremeh kini tampak menegang, jelas tak suka dengan pernyataan Thalia. Athar menatap Thalia yang masih menempel di lengannya. Gadis itu bahkan mengedipkan mata jahil seolah menantangnya di depan umum.
Dengan nada datar, Athar akhirnya berkata,
“Hem. Pacar gue.”
Seketika ruangan hening. Semua anggota Golden Blood menatap tak percaya. Thalia nyaris tak bisa menahan tawanya melihat ekspresi semua orang yang syok. Ia menepuk bahu Athar pelan sambil berbisik dengan senyum puas,
“Lucu juga lihat wajah kaget mereka"
Athar hanya menghela napas pelan, menatap ke depan lagi, tapi di ujung bibirnya tersungging senyum samar yang hanya bisa dilihat jika seseorang cukup dekat dan Thalia cukup dekat untuk melihatnya.
"Ayo.. " Ajak Athar kembali membawa Thalia melewati anggotanya. Dan berjalan ke arah lorong lantai dua.
"Mau kemana?." Tanya Thalia penasaran.
Athar berhenti di depan pintu yang berbeda dengan pintu ruangan lain. "Ke kamar Istirahat.. "
Athar mendorong perlahan pintu kamarnya, dan aroma maskulin bercampur wangi sabun khas pria langsung menyambut hidung Thalia.
Ruangan itu bersih, teratur, bahkan terkesan elegan dinding abu gelap, lantai marmer hitam, lemari besar dengan pencahayaan lembut, dan di sudutnya, meja dengan tumpukan dokumen rapi serta pistol yang tersusun presisi.
Thalia berdiri di depan pintu dengan wajah bingung.“Mau ngapain?” tanyanya datar sambil melipat tangan di dada.
Athar menatapnya dengan wajah tenang tapi nada suaranya tak memberi ruang untuk bantahan.“Istirahat. Besok sekolah.”
Thalia langsung geleng cepat.“Gue istirahat di mansion aja, makasih.”
Begitu dia berbalik hendak pergi, pergelangan tangannya kembali dicekal oleh tangan kuat Athar.“Masuk,” ucapnya pendek.
Thalia menatapnya dengan ekspresi jengah.
“Gak usah, gue..”
“Masuk… atau gue yang masukin.”
Thalia mendesah berat, kepala menunduk sedikit sambil menggumam pelan,
“Selalu itu ancemannya…emang dia masukin apasih, kenapa gue takut juga denger dia bilang masukin aneh deh..”
Akhirnya ia menyerah dan melangkah masuk. Begitu pintu tertutup, Thalia memutar bola mata dan menatap sekeliling.“Gak nyangka kamar lo serapi ini. Gue kira penuh tabung berisi darah, sama potongan tulang gitu,” celetuknya asal.
Athar yang baru meletakkan jasnya di gantungan hanya mengangkat alis.“Gue mandi dulu.”
Thalia spontan menjawab sinis sambil menjatuhkan diri di sofa hitam dekat tempat tidur,“Yah, mandi mah tinggal mandi, ngapain izin segala.”
Athar yang sudah melangkah ke arah walk-in closet mendadak berhenti dan menoleh perlahan dengan senyum tipis di wajahnya.
“Gue mau lo yang mandiin.”
Thalia langsung melotot, duduk tegak.
“Apa lo bilang?! Mandi sendiri! Lo bukan bayi!”
Athar menatapnya santai, seolah menguji kesabaran gadis itu.“Gue bayi.”
Thalia berdiri, menatapnya dari ujung kaki sampai kepala lalu mendecak.“Iya bayi gede! Lima bulan lebih delapan belas tahun!” katanya kesal sambil melipat tangan.
Athar hanya terkekeh pelan dan masuk ke dalam kamar mandi, sementara Thalia mendengus sambil menjatuhkan diri lagi di sofa.
“Gila… tembok satu ini makin lama makin absurd,” gumamnya pelan, tapi di wajahnya terselip senyum kecil yang bahkan dia sendiri tak sadari.
Kini Athar berdiri di depan cermin, rambutnya masih basah meneteskan air, kaos hitam yang ia kenakan menempel di tubuh berototnya.
Ia menatap bayangannya sekilas, lalu pandangannya beralih pada Thalia yang terlelap di sofa, tubuh kecil itu meringkuk, tangan menyelip di bawah pipi, wajahnya tampak damai untuk pertama kalinya malam itu.
Senyum kecil terlukis di wajah dingin Athar.
“Dasar gadis absurd…” gumamnya pelan.
Ia berjalan mendekat, langkahnya nyaris tanpa suara. Dengan hati-hati, ia menyelipkan tangan di bawah tubuh Thalia dan mengangkatnya pelan. Walau ringan, posisi tidur Thalia yang miring membuatnya hampir tergelincir dari pelukan Athar.
Athar Refleks, segera menahan erat tubuh Thalia sambil bergumam kecil,“Kalau sadar lo pasti ngamuk, kan?”
Ia membaringkan Thalia di atas ranjang besar miliknya. Dengan lembut, ia menarik selimut hingga menutupi bahu gadis itu. Pandangannya menurun ke wajah Thalia yang setengah tertutup rambut. Di situ di bawah keras kepalanya, sarkasmenya, dan semua kenakalannya ada sisi lembut yang jarang ia lihat.
Athar duduk di tepi ranjang, bersandar sedikit, matanya tak lepas dari wajah gadis itu.“Lo udah bilang kalau lo pacar gue,” katanya lirih, suaranya tenang tapi penuh makna. “Jadi jangan pernah berharap lo bisa lepas dari gue… apa pun alasan lo.”
Ia menunduk sedikit, jemarinya hampir menyentuh rambut Thalia. Niatnya hanya satu mencium kening Thalia dengan lembut. Tapi sebelum bibirnya sempat mendekat, tamparan spontan mendarat di pipinya.
"Plak... "
“Dasar nyamuk, enak aja lo cium-cium gue, rasain tamparan gue” gumam Thalia setengah sadar, masih dalam mimpi, lalu memeluk bantal dan berguling menjauh.
Athar terpaku sesaat, kemudian tertawa kecil, tawa rendah dan hangat yang jarang sekali keluar dari dirinya.“Bahkan dalam tidur lo tetap galak…” katanya dengan nada geli, mengusap pipinya yang memerah pelan.
Ia kemudian bersandar di kursi dekat ranjang, menatap Thalia sekali lagi sebelum melangkah keluar kamar.“Tidurlah, gadis nakal…” bisiknya pelan, sebelum suasana kamar kembali tenggelam dalam keheningan malam.
Setelah memastikan kenyamanan Thalia, Athar berjalan santai menuju ruang utama, rambutnya masih sedikit basah, meneteskan air di ujung-ujungnya. Kaos hitamnya menempel sempurna di tubuh tegapnya, sementara celana panjang gelap membuat sosoknya terlihat makin berwibawa.
Namun, begitu ia muncul di hadapan anak buahnya, suasana ruangan langsung berubah dari serius menjadi riuh godaan. Raka yang duduk santai di sofa langsung menyeringai.“Wih, rambut masih basah nih, bos. Habis tempur ya?”
Seketika ruangan sunyi. Dion, Doni, Rafi semuanya menahan tawa, melirik ke arah Athar. Tapi secepat itu pula tatapan tajam Athar meluncur ke arah Raka, dingin dan menusuk seperti bilah pisau.
“Mau gue bantu inget rasanya tempur beneran, Raka?”
Nada suaranya datar, tapi cukup membuat Raka langsung angkat tangan dengan cepat.
“Waduh, santai bos, bercanda doang, bercanda!”
Athar mendengus kecil lalu berjalan menuju meja tengah. Dion, yang dari tadi menatap sekeliling, tiba-tiba bersuara,“Si Lia mana, bos?”
Tanpa ekspresi, Athar menjawab satu kata, suaranya datar tapi jelas:“Tidur.”
Mata Dion langsung membulat, sementara Doni nyengir jahil, saling menyenggol Raka.
“Tidur di mana, bos?” pancing Doni dengan nada menggoda.
Athar hanya menatapnya tanpa kata, dan itu cukup membuat semua mulut terbungkam lagi.
"Bagaimana..? " Tanya Athar menatap Raka.
Raka buru-buru membuka laptop dan menyerahkannya ke Athar untuk mengalihkan suasana. “Kalau dari anak buah yang sempat kita tangkap tadi, gue lihat ciri-ciri mereka mirip banget sama anggota mafia Lexus.”
Athar mengernyit.
“Bukannya Lexus udah fakum, ya? Sejak bersitegang sama Uncle Arsen?” tanya Dion pelan.
Athar menatap layar laptop beberapa detik sebelum menutupnya perlahan.“Cari tahu,” ucapnya singkat.
Ia beranjak dari sofa, melangkah tenang menuju tangga.
"Mau kemana bos? " Tanya Rafi.
"Tidur.. "
Doni menatap jam dinding dan mengangkat alis.“Baru jam dua belas, bos. Biasanya jam segini lo belum tidur. Atau lo mau...”
Belum sempat ia lanjutkan, tatapan tajam Athar sudah lebih dulu menembusnya.“Berisik.”
Raka dan yang lain tertawa pelan, menepuk bahu Doni yang langsung pura-pura sibuk menatap laptop. Tapi di sisi lain ada Alexa dan Ela yang tidak ikut tertawa.
Tangan Alexa mengepal di pangkuan, matanya menatap punggung Athar yang baru saja menghilang di balik tangga menuju lantai atas.“Lo terlalu sempurna buat gadis manja kayak dia…” gumam Alexa pelan, bibirnya menegang, sorot matanya penuh iri dan luka.
Ela meliriknya khawatir.“Lexa, lo kenapa?”
Alexa tersenyum tipis, menutupi amarahnya dengan wajah tenang.“Nggak apa-apa… cuma geli lihat bos kita mulai berubah gara-gara cewek.”
Tapi dalam hatinya, rasa panas itu membara. Ia tahu, sejak kedatangan Thalia, Athar tidak pernah melihatnya, padahal dari Awal Alexa gabung ke Golden blood pun Athar tidak pernah melihatnya.
thalia salting yaa gemeshh 🤭😁
semangat 💪💪💪
sangat bikin perut kram, ngakak🤣🤣🤣