NovelToon NovelToon
Ketika Cinta Harus Memilih

Ketika Cinta Harus Memilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Poligami / Cerai / Cinta pada Pandangan Pertama / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:77k
Nilai: 5
Nama Author: Buna Seta

Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.

Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.

Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 3

Di ruang rawat inap, Dila hanya bisa berharap sang bapak diangkat penyakitnya dan pulih seperti sedia kala. Tidak bisa melihat penderitaan pak Umar, Dila segera melarikan bapaknya ke rumah sakit besar, dan ternyata sakitnya semakin parah.

"Pak Umar mengalami masalah di ginjalnya Dek, dan ternyata ginjal Pak Umar hanya satu," dokter Taufik memberi penjelasan.

"Apa?" Dila melirik bu Aminah dan juga Najwa yang hanya bisa menangis. Setelah dokter keluar ruangan, Dila mendekati bu Aminah.

"Sekarang jelaskan Bu. Bapak pernah donor ginjal ke siapa?" Dila mencecar pertanyaan, ia merasa tidak dianggap. Mengapa bapaknya donor ginjal ia sama sekali tidak ada yang memberi tahu.

Bu Aminah menunduk sedih, butir-butir air matanya berjatuhan di keramik putih.

"Dila..." ucap pak Umar lirih, nyaris tak terdengar.

Dila meninggalkan bu Aminah, segera mendekat menyentuhkan keningnya ke tangan pak Umar. "Ini aku, Pak" Dila minta pak Umar mengatakan apa yang diinginkan.

"Bapak tidak kuat lagi, Nak."

Dila menggeleng cepat, air matanya tumpah tanpa bisa dicegah. "Jangan bicara begitu Pak, Bapak pasti sembuh."

"Kadang yang terbaik bukan soal sembuh sayang, tapi soal siap. Siap untuk pergi, karena itu tujuan hidup. Maafkan Bapak jika seandainya tidak bisa menjadi wali nikah kalian. Tidak bisa lagi melihat cucu dari anak kamu dan adikmu."

Tangan lemah pak Umar mengusap kepala Dila yang menangis di dadanya.

Dila menggigit bibirnya, lalu berucap tegas. "Baiklah, Dila akan menikah dengan pria pilihan Bapak, tapi aku mohon, Bapak yang semangat, harus kuat melawan penyakit, semoga cepat sembuh. Bapak harus menyaksikan pernikahan aku dan Najwa. Bapak pasti bisa menggendong cucu dari kami."

Dila menatap pak Umar, wajah bapak tiba-tiba sumringah, bibirnya tersenyum kecil, dan sedikit lebih cerah.

Dila mendongak, dalam hatinya berdoa. "Ya Allah... jika memang pernikahan aku dengan pria pilihan Bapak bisa membawa kebaikan bagi semua, aku ikhlas." Batinnya tidak ada nilai tawar.

*************

Di rumah yang berbeda, keluarga kecil sedang makan malam bersama. Hidangan mewah tersedia di meja makan, lantaran menyambut kedatangan anak satu-satunya yang jarang sekali pulang ke rumah.

"Kamu ini keterlaluan, Dul" sang mama ngomel-ngomel. Jarak Jakarta, Bogor tidaklah jauh, tapi anaknya jarang sekali pulang.

"Maaf Ma, namanya juga kerja, kita tidak boleh seenaknya" jawabnya santai sembari menyendok nasi memasukkan ke dalam mulut.

Hening di meja makan, selain denting sendok. Mama tidak lagi memperpanjang masalah, tidak mau merusak selera makan putra semata wayangnya.

"Bagaimana kabar Barra sekeluarga?" Tanya mama ketika makan sudah selesai.

"Baik, Ma" pria yang tak lain adalah Abdullah itu, meletakkan gelas setelah isinya ia teguk hingga tinggal seperempat.

"Mulai besok dan seterusnya, kamu tidak boleh kembali bekerja dengan Barra" ujar tuan Ahmad menunjukkan ketegasan.

Abdullah kaget lalu menoleh sang papa. "Sudah aku katakan Pa, aku tidak mau kalau harus meneruskan perkebunan" Abdullah tidak kalah tegas, perkebunan bukan bidangnya, maka anak 26 tahun itu memilih bekerja bersama Barra kakak sepupunya.

Anshor Abdullah Ahmad, itulah nama lengkap Abdullah, ia sebenarnya bukan karyawan biasa, jika selama ini memilih bekerja sebagai asisten Barra, karena ia merasa cocok di bidang itu. Semasa kuliah, Abdullah ambil jurusan Teknik Industri.

"Anak Papa kan kamu Dul, lalu siapa lagi yang akan meneruskan perkebunan?" Ahmad memijit pelipis, jika sudah membahas masalah ini, ujung-ujungnya kesal.

Rupanya Abdullah bukan anak penurut seperti yang orang sekeliling bayangkan. Jika sudah mempunyai keinginan, anak itu tidak mau mendengar saran orang lain.

"Sekarang nurut Papa kamu Dul, kamu tidak kasihan orang tua kamu yang sudah semakin tua?" Ghina sang mama berkata lembut.

Abdullah hanya diam, menjawab pun tetap salah di depan kedua orang tuanya. Mungkin sudah saatnya ia harus mengalah, menggantikan posisi Ahmad mengurus perkebunan. "Baik Pah, Ma, aku mau mencoba" Abdullah pada akhirnya pasrah.

"Bagus Dul, tapi Papa masih ada satu permintaan lagi."

"Apa lagi Papa?" Abdullah memotong.

"Kamu sudah dewasa, Dul, dan sudah waktunya menikah," Ahmad memberi tahu jodoh yang cocok untuknya.

"Masalah jodoh, aku sudah punya pilihan sendiri Pah" jujur Abdullah, dalam hal ini ia tidak mau orang tuanya ikut campur.

"Dul, dengar penjelasan Papa dulu, sayang..." Ghina menyela, ia usap pundak putranya lembut.

"Mama, Papa... Aku mau mengurus perkebunan bukan berarti menerima juga ketika dijodohkan," Abdullah menceritakan jika saat ini sudah memiliki kekasih yang dicintai, dan tidak mau menyakiti hatinya. Ia berbicara dengan hati berdebar-debar, berharap kedua orang tuanya bisa memahami perasaannya.

"Dul, kamu kan tahu, Nak. Papa bertahan hidup sampai saat ini, karena satu ginjal yang berada ditubuh Papa milik pak Umar. Sekarang ini, Umar sedang tidak berdaya di rumah sakit. Apa kamu tega?" Mata Ahmad memerah, mengingat Umar yang sudah rela berkorban demi dirinya.

"Jadi, maksud Papa, aku disuruh menikahi anak Pak Umar yang masih bocah itu?" Abdullah lebih kaget. Ia pernah bertemu dengan Najwa, anak yang masih SMA.

"Bukan Najwa, Dul, tapi kakaknya."

Ahmad memberi pengertian kepada Abdullah, selama ini ia belum bisa membalas kebaikan Umar, hanya Abdullah yang bisa membantunya.

"Aku tidak bisa memutuskan sekarang Pa" Abdullah pun beranjak dari kursi, kakinya melangkah menuju kamar. Dia buka jendela untuk melonggarkan dadanya yang terasa sesak. Namun, tidak ada yang bisa ia pandangi di luar sana, selain kegelapan. Ia lipat kedua tangan, lalu numpang di jendela kamar. Abdullah tidak tahu bagaimana lagi caranya menolak perjodohan ini tanpa menyakiti hati kedua orang tuanya. Jika tahu akan begini, lebih baik tidak pulang, jika pada akhirnya mendengar permintaan orang tuanya yang membuatnya terjebak dalam kebingungan. Entah harus menuruti permintaan sang papa, atau nekat menikahi Silfia? Dilema, itu yang dirasakan Abdullah.

"Abdullah..." suara lembut masuk ke kamar. Namun, tidak ada jawaban dari Abdullah. Pria itu menutup jendela sebelum melangkah ke tempat tidur di mana Ghina sudah duduk menunggunya.

"Abdullah, Pak Umar dan Papa kamu itu tidak ada bedanya, Nak. Karena ginjal pak Umar ada di tubuh Papa kamu. Sekarang ini ia kritis di rumah sakit. Mama tahu, anak Mama bukan pria kejam yang hanya memikirkan kesenangan sendiri, sementara ada orang lain yang harus kita bantu. Masa, kamu tega..." Ghina menggantungkan harapan kepada putranya.

"Membantu atau membalas budi Pak Umar, bukan berarti aku harus menikahi anaknya kan, Ma? Masih banyak cara yang lain kok, diobati saja supaya sembuh kan, beres," bantah Abdullah, ia cengkeram rambutnya lalu berteriak kencang.

"Abdul... kamu tidak boleh bicara begitu Nak, jika Pak Umar mau ginjalnya kita beli, sudah Papa bayar sejak dulu," Ghina menjelaskan penuh kelembutan, menggantungkan harapan kepada putranya, tapi Abdullah menunduk diam. "Ya sudah, sebaiknya kamu pikirkan dulu, tapi Mama mohon, sekarang kita menjenguk Pak Umar di rumah sakit." Ghina harus bersabar membujuk putranya, ia sedikit lega ketika putranya setuju diajak menjenguk pak Umar.

Diantar Budi supir Ahmad, Abdullah mengikuti kedua orang tuanya ke rumah sakit, entah bagaimana keputusannya nanti, yang penting ia menjenguk demi kemanusiaan.

...~Bersambung~...

1
Mela Nurmala
double up dong thor. suka sm cerita ini..bagusss
Rina
Semoga wanita yg baru datang itu gak menambah beban Dila ya 🫢🫢🫢
Kasandra Kasandra
lanjut
Atalia
pokoknya harus ceria Dilla dari Abdullah kasian banget 😭😭😭😭
pokoknya ditunggu banget kelanjutannya author
flower
semogga bisa di kabulkan pembatalan pernikahan nya...
betriz mom
author pinter banget setiap akhir selalu menggantung bikin penasaran 🙏🤭
Azkia Amalia
up
sudarti darti
lanjut Thor ttp semangat berkarya
sudarti darti
mbak Faizah kah yang datang
@alfaton🤴
Dilla benar kata ibumu Dilla.....kamu sudah ada restu dan diijinin tuk bercerai.........dan jangan ada dendam biar Allah yang membalas semua kejahatan yang kamu terima.....pelan tapi pasti......semangat Dilla .....jodohmu sudah menanti 😍😍😍
🌷💚SITI.R💚🌷
smg kamu bisa kembali bebas bisa membahagiakan ke dua orang tua kamu ya dila, aku ikut sedih smg yg datang faiz ya bukan wanita munafik sm suamiy
@alfaton🤴
semoga orang baik yang menyapa bukan ibu mertuanya semangat Dilla
🙃 ketik nama 💝🎀🌈🌴
lanjut kak...

semngattttt
neng ade
siapa wanita yang menyapa Dilla??
neng ade
udah terbongkar semuanya.. sekarang Dilla tau kalau ginjal bapak nya udah di sumbangkan pada papa mertua..
neng ade
syukurin kamu Silfia.. sok banget tingkah mu mu itu
neng ade
itu pasti si Silfia yang datang.. permainan segera dimulai..
Retno Harningsih
lanjut
darsih
JD penasaran SM cerita nya
mery harwati
Faiz, kamu datang tepat waktu, saat keluarga Abdullah sudah pulangke Bogor, bukan langsung menemui orang tua Dila & menyerahkan Dila baik² pada orang tuanya, tapi malah Dila yang menceritakan RT nya tanpa didampingi keluarga Abdullah, habis manis sepah dibuang, setelah pengorbanan ginjal bapaknya Dila
Faiz, sementara ajak Dila ke rumah orang tuamu agar Dila menemukan kebahagiaan & kedamaian dirinya & keluarganya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!