NovelToon NovelToon
THE BROTHER'S SECRET DESIRE

THE BROTHER'S SECRET DESIRE

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Pembantu / Bercocok tanam / Keluarga / Cinta Terlarang / Romansa
Popularitas:3.7M
Nilai: 5
Nama Author: Mae_jer

Area khusus Dewasa

Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.

Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.

Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.

Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.

Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tamu istimewa

"Edel, kamu dari mana? Madam Sin cariin kamu dari tadi, kamunya malah hilang!" Alice berlari kecil ke Edel sambil mengomel pelan di telinganya.

Gimana tidak, si Edel ini setahu dia habis bersih-bersih di kamarnya tuan muda Ansel, bersih-bersih di ruang tamu. Habis itu hilang entah ke mana. Dia cari-cariin tidak ketemu-ketemu. Entah karena Mansion ini yang terlalu besar, atau Edelnya sendiri yang pinter bannget sembunyi.

Edel tidak menjawab pertanyaan Alice. Tidak mungkin kan dia jawab lagi ke tempatnya tuan muda Basten terus di sentuh-sentuh sama Laki-laki itu, di jilat-jilatin pula itunya sampai dia mengalami orgasme hebat. Bisa-bisa semua orang yang berada di Mansion ini heboh lagi.

Alice masih menatap Edel dengan tatapan penuh tanya, napasnya sedikit memburu karena habis setengah berlari di lorong panjang itu.

"Edel? Kamu dengerin aku nggak, sih?" suaranya dibuat lirih tapi tetap tegas. Tangannya sempat meraih lengan Edel, memastikan gadis itu tidak melenggang pergi lagi.

Edel hanya memalingkan wajah, berusaha keras mengatur ekspresi agar tidak memerah atau terlihat gugup. Pipinya yang masih panas akibat ingatan tadi sudah cukup membuatnya was-was. Dia takut kalau Alice  bisa langsung membaca pikirannya.

"Aku cuma … ke belakang," jawab Edel akhirnya, suaranya datar.

"Ngambil udara sebentar."

Alice mengangkat satu alis.

"Udara? Di belakang?" nada suaranya setengah curiga.

"Kalau cuma mau ambil udara, kenapa harus lama banget? Madam Sin sampai keliling nyari kamu. Kamu nggak tahu kita semua lagi nyiapin makanan buat tamu istimewanya nyonya dan tuan besar. Yang datang adalah keponakannya tuan besar, gelarnya adalah pangeran negeri ini. Namanya pangeran Xavier, sangat di hormati. Makanya gak boleh ada kesalahan sedikitpun saat kita bekerja." kata Alice panjang lebar.

Edel menelan ludah pelan.

Pangeran? Berarti pesta lusa bukan pesta biasa? Apalagi kalau yang datang adalah keluarga bangsawan. Ada pangeran kerajaan juga. Semua orang di mansion pasti sibuk, pelayan seperti dirinya juga pasti akan sibuk menja para tamu yang datang.

"Oh, " jawabnya singkat. Karena tidak tahu mau bilang apa.

Alice masih memandangnya dengan tatapan penuh curiga, seakan mencoba mengupas lapisan demi lapisan wajah Edel untuk menemukan kebenaran.

"Kamu nggak sakit, kan? Wajah kamu kayak agak merah gitu."

Alice mendekat, nyaris menyentuh pipi Edel.

Refleks Edel mundur selangkah.

"Aku nggak apa-apa kok Alice." ia terlalu cepat menjawab, dan itu justru memperkuat rasa curiga di mata Alice.

"Ya sudah, ayo. Madam Sin udah nyuruh semua pelayan dapur siapin makanan pembuka, sementara tim ruang makan lagi atur meja jamuan. Dan kamu kebagian tugas di ruang makan, bukan di dapur," jelas Alice sambil menarik Edel pelan agar berjalan bersamanya.

Mereka menyusuri lorong panjang dengan dinding berlapis ukiran kayu tua. Lampu gantung kristal di langit-langit memantulkan cahaya hangat, tapi bagi Edel, cahaya itu justru terasa terlalu terang, seakan bisa menyoroti rahasia memalukan yang baru saja ia bawa dari tempat pribadinya tuan muda Basten.

Jantungnya kembali berdebar, bukan karena lelah berjalan cepat, melainkan karena sisa sensasi di tubuhnya belum benar-benar hilang. Bahkan langkah kakinya terasa aneh, seperti ia masih di bawah pengaruh sentuhan laki-laki itu.

"Edel!" panggilan nyaring memecah pikirannya.

Seorang pelayan senior, Madam Sin, berdiri di ujung lorong dengan wajah setengah kesal.

"Kamu ke mana saja?! Waktu kita tinggal sedikit. Kalau kamu mau bernafas, bernafasnya sambil kerja!"

"Maaf, madam," ucap Edel cepat sambil menunduk dalam-dalam.

"Ayo ke ruang makan. Pastikan gelas kristal untuk tamu kehormatan sudah bersih tanpa noda sedikit pun. Aku tidak mau mendengar ada kesalahan siang ini, mengerti?" Nada Madam Sin tajam seperti cambuk. Padahal biasanya kalem. Mungkin karena Mansion ini kedatangan tamu yang sangat penting.

"Mengerti, madam" jawab Edel lirih.

Alice memberi isyarat dengan dagu agar Edel mengikutinya. Mereka masuk ke ruang makan besar yang sudah setengah siap. Meja panjang dengan taplak putih gading terbentang di tengah ruangan, dihiasi lilin-lilin tinggi dan rangkaian bunga segar. Aroma wangi bunga mawar bercampur dengan kilau peralatan makan perak yang tertata rapi.

Edel mengambil lap halus dari meja samping lalu mulai memoles gelas kristal satu per satu. Madam Sin yang mengajarinya kemarin. Tangannya bekerja cepat, tapi pikirannya melayang. Kata "pangeran" terus bergema di kepalanya. Ia membayangkan sosok itu, pasti tampan, berwibawa, dan memancarkan aura berkelas. Apakah akan lebih tampan dari ketiga tuan muda? Tapi, ketiga tuan muda Corris juga ketampanannya bak dewa.

Dan entah kenapa, membayangkan sosok pangeran justru membuat wajah Basten ikut terlintas. Tatapan Basten tadi... tajam, menguasai, sekaligus membuatnya lemah. Secara fisik dan mental.

"Edel!" Suara Alice lagi-lagi menyentaknya.

"Jangan bengong. Kamu hampir jatuhin gelas itu."

Edel cepat-cepat menegakkan tubuhnya.

"Iya, maaf Alice."

Waktu terus berjalan. Satu per satu pelayan mulai membawa hidangan dari dapur. Suara langkah kaki, denting peralatan makan, dan aroma daging panggang memenuhi ruangan. Lalu, tiba-tiba, dari arah pintu depan terdengar suara derap langkah yang berat namun teratur.

"Awas semua! Tuan besar datang bersama tamu kehormatan!" seru salah satu penjaga pintu.

Semua pelayan langsung berdiri di posisi masing-masing, menunduk sopan. Edel ikut menunduk, matanya menatap lantai. Ia hanya bisa mendengar suara-suara di depannya, suara tuan besar Hart, lalu seseorang dengan suara berat yang berwibawa.

"Senang akhirnya bisa berkunjung kemari," suara laki-laki asing itu terdengar jelas. Ada sedikit aksen asing yang membuatnya terdengar ... eksotis.

Lalu langkah mereka bergerak mendekat ke meja. Saat Edel mengangkat sedikit kepalanya untuk mencuri-curi lihat, matanya bertemu dengan tatapan pria itu, sosok yang mungkin adalah pangeran yang dimaksud. Tinggi, berpostur tegap, dengan rambut hitam legam dan mata tajam berwarna keabu-abuan.

Tatapan itu hanya sebentar, tapi cukup untuk membuat Edel merasakan hawa dingin menjalari punggungnya. Bukan tatapan ramah,tatapan itu seolah menilai, mengukur, dan menyimpan sesuatu.

Dan di ujung meja, Edel melihat Basten sudah duduk dengan ekspresi santai namun matanya sedikit menyipit, seakan ia tidak suka melihat bagaimana sang pangeran tadi menatapnya. Edel dengan cepat menundukkan kepala.

"Uncle, apakah peraturan tidak boleh menatap para tuan muda di Mansion ini masih sama?" sang pangeran tiba-tiba bersuara. Edel yang mendengar seketika syok. Ia mulai berkeringat. Pasalnya tadi ia baru saja bertatapan dengan sang pangeran. Serta menatap tuan muda Basten diam-diam. Jangan-jangan pangeran melihatnya lagi.

Gadis itu menyeka keringatnya.

Takut dikuliti oleh pangeran, bisa habis dia nanti.

"Iya, kenapa kau bertanya begitu Xavier?"

Suara tuan Hart berhasil membuat Edel makin lemas di tempatnya.

"Aku ingin hari ini uncle cabut larangan itu." semua anggota keluarga Corris serta pelayan kaget. Termasuk Edel pastinya.

1
🍃≛⃝⃕|ℙ$ ÑÙŔĹÌÀÑÀ §𝆺𝅥⃝©🏡⃟ªʸ
Cing atuh sing terpengaruh sama sang putri, biar anu
🍃≛⃝⃕|ℙ$ ÑÙŔĹÌÀÑÀ §𝆺𝅥⃝©🏡⃟ªʸ
Kayana emang satu2na cara ya untuk bisa nenangin
🍃≛⃝⃕|ℙ$ ÑÙŔĹÌÀÑÀ §𝆺𝅥⃝©🏡⃟ªʸ
Kalo si raru maruk tau si amel metong gimana tuh
🍃≛⃝⃕|ℙ$ ÑÙŔĹÌÀÑÀ §𝆺𝅥⃝©🏡⃟ªʸ
Euhh mantep langsung tebass
🍃≛⃝⃕|ℙ$ ÑÙŔĹÌÀÑÀ §𝆺𝅥⃝©🏡⃟ªʸ
Si ratu maruk sudah terang2an rupana
*Septi*
biasanya dipeluk udara mencekamnya peperangan.
sekarang dipeluk putri.. amankah jantung? 🤭
*Septi*
bisa-bisanya ketiduran 😅
*Septi*
akankah dari benci jadi cintak 🤣🤣🤭
Hesty Mamiena Hg
kasian Xavier.. dianggap anak yg tdk berguna.. juga tidak bisa mendapatkan keturunan 😔
Semoga setelah badai ini berlalu, Xavier menemukan cinta dan kebahagiaan sejatinya, ya Thor 😌
Ita rahmawati
udahlah adelice pokoknya aku setuju kalo kamu sm halver 🤭
walaupun denis juga kandidat yg kuat tp aku pro ke halver pokoknya 🤣🤣
Ita rahmawati
jahat sm yg lain asal sm kamu baik aja si adelice 😂
Anonim
Halver yang pastinya garang - keras di medan pertempuran - dia tetaplah seorang ksatria yang baik. Masih bisa sabar dalam menghadapi gadis seperti Adelice yang sudah memberinya stempel pria jahat - pembunuh.

Halver merasa bertanggung jawab atas keselamatan Adelice - sudah berjanji kepada raja untuk melindungi putrinya.
Anonim
Adelice menambah beban yang sudah berat disandang Halver - pakai acara kabur segala.

Halver tak habis pikir Adelice berani melarikan diri.

Halver menemukan Adelice yang sedang duduk di atas batu besar.

Mendengar namanya dipanggil - menoleh cepat dan melihat Halver, Adelice langsung berdiri dan berlari secepat kilat.

Walaupun kesal, Halver mengejar Adelice yang semakin cepat larinya.
Adelice baru berhenti karena terjatuh tersandung akar pohon besar.

Halver masih sabar - merasa bertanggung jawab atas keselamatan Adelice. Dibopong seperti karung beras kau Adelice.

Adelice ngeyelan 😄
Anonim
Ratu tidak waras ini - keserakahan membawa petaka bagi diri ratu sendiri - dipenjara dengan tidak hormat - menanti hukuman mati.

Ratu merasa diperlakukan seperti penjahat, tapi tak merasa bersalah telah berkhianat.

Ratu menginginkan kekuasaan tanpa batas.

Ratu seorang Ibu tak punya hati untuk Xavier, putranya. Dengan alasan - baginya Xavier tidak berguna. Gila ratu - Ibu macam apa dia - kalau bisa memilih - lebih suka tidak pernah melahirkan xavier sama sekali.

Betapa remuk hati Xavier mendengar kalimat yang terucap dari mulut ibu kandungnya.
Bunda Abi
bikin halver dan adelice jatuh cinta Thor
nyaks 💜
hmmmmmm 💪💪💪💪💪
Netiihsan
smoga kisah cinta edel...brlanjut brsama pangeran
faridah ida
kaget banget ini Halver di peluk sama Adelice ...😁😁
Fitria Syafei
Semoga mereka berjodoh ya kk 👌 Kk yg baik kereen 😍😍
faridah ida
semoga Adelice lebih nurut sama Halver ...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!