PERINGATAN!!!! SELURUH ISI CERITA NOVEL INI HANYA FIKTIF DAN TIDAK RAMAH ANAK ANAK. PERINGATAN KERAS, SEMUA ADEGAN TAK BOLEH DITIRU APAPUN ALASANNYA.
Setelah membantu suaminya dalam perang saudara, dan mengotori tangannya dengan darah dari saudara-saudara suaminya, Fiona di bunuh oleh suaminya sendiri, dengan alasan sudah tak dibutuhkan. Fiona bangkit kembali, ke lima tahun sebelum kejadian itu, dengan tekad kuat untuk membalas Dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27
Vergil menatap bocah di depannya. Ia melihat kilatan ambisi yang sama seperti yang pernah ia miliki, yang membuatnya secara naluriah tidak ingin Verdian terlibat dalam bahaya di dunia yang kejam. Namun, Verdian tidak gentar. Ia terus memaksa, matanya tak lepas dari sosok Vergil. Tekadnya begitu kuat, sampai akhirnya Vergil menghela napas panjang.
Ada kehangatan yang tak terduga muncul di matanya. "Baiklah," kata Vergil, suara rendahnya terdengar menyerah. Verdian tersenyum lebar, menunjukkan kegembiraannya. "Tapi, satu syarat," Vergil melanjutkan, matanya tajam. "Kau tidak akan pernah meninggalkan sisiku. Tidak sedetik pun. Dan kau harus mematuhi semua perintahku, tanpa bertanya."
Verdian mengangguk cepat, rasa gembira membuncah dalam dirinya. "Tentu saja, Yang Mulia! Saya akan lakukan apa pun!" jawabnya, tidak menyadari bahwa ia baru saja memasuki dunia yang lebih gelap, penuh dengan rahasia dan masa lalu yang tersembunyi.
Sementara itu, Fiona mengamati dari balik pilar, tersembunyi dalam jubah pelayan. Ia baru saja mendengar laporan dari Melisa kepada para prajurit istana tentang penyerangan 'the Monarch' di hutan, yang menyebutkan nama putranya. Jantungnya berdebar kencang, dipenuhi ketakutan.
Tanpa membuang waktu, Fiona bergegas meninggalkan posisinya. Ia mencari Verdian di sekitar akademi, menyusuri setiap sudut yang mungkin dilewati putranya, tetapi tidak menemukan tanda-tanda keberadaannya. Di sisi lain, laporan Melisa segera sampai ke telinga penasihat kerajaan.
Wajah penasihat itu mengeras, dan ia langsung mengeluarkan perintah tegas untuk memperketat patroli. "Cari setiap anggota 'the Monarch' yang berada di dalam wilayah ini. Tangkap hidup-hidup atau bunuh mereka jika melawan," perintahnya dengan suara dingin. Fiona, yang terus mencari-cari putranya, tidak menyadari bahwa ia baru saja memicu perburuan besar-besaran, yang semakin membahayakan dirinya dan Verdian.
Di tengah perjalanan mereka, Vergil tidak banyak bicara, tetapi tindakannya berbicara lebih keras. Ia tidak hanya berjalan, ia bergerak dengan efisiensi yang mematikan. Verdian, yang selalu bangga dengan keahliannya, menyadari bahwa ia memiliki banyak hal untuk dipelajari dari pria di depannya ini.
Vergil mengajarkan Verdian cara melacak jejak dengan membaca retakan pada ranting, membedakan aroma tanah, dan mengamati pergerakan bayangan. Ia juga melatih Verdian mengayunkan pedangnya agar setiap gerakan lebih efisien. Verdian menyerap semua pelajaran itu seperti spons, membuat Vergil terkagum-kagum. Bocah itu belajar lebih cepat dari yang ia kira, bahkan melampaui beberapa prajuritnya.
Setelah beberapa saat, Vergil akhirnya memecah keheningan. "Siapa ayahmu?" tanyanya, suaranya tenang, tetapi ada nada ingin tahu yang mendalam di dalamnya. Verdian terkejut, ia tidak menyangka pertanyaan itu akan muncul. Ia teringat akan ibunya, Fiona, yang tidak pernah memberitahunya siapa ayahnya. Rahasia itu adalah sesuatu yang ia sendiri tidak tahu, dan ia tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan Vergil. Verdian hanya diam, matanya menunduk.
Vergil merasakan keengganan dalam diri Verdian. Tatapan mata bocah itu penuh dengan rahasia yang tidak bisa ia ungkapkan. Vergil tidak memaksanya untuk bicara. Ia merasakan ikatan aneh dengan bocah itu, sebuah ikatan yang membuatnya tidak ingin Verdian terluka.
"Baiklah," kata Vergil, mengangguk perlahan, "kalau kau tidak ingin bicara, aku tidak akan memaksamu." Ia berbalik, melanjutkan perjalanan mereka. Verdian merasa lega. Mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka, memburu kelompok 'the Monarch' yang telah menyerang Verdian.
Mereka bergerak dalam keheningan, tetapi ada pengertian yang baru lahir di antara mereka, sebuah pemahaman tanpa kata yang terjalin oleh bahaya yang mereka hadapi bersama.
Perjalanan mereka tidak berlangsung lama. Mereka menemukan sekelompok orang, lambang 'the Monarch' terukir di pedang dan pakaian mereka. Verdian segera menghunus pedangnya, siap bertarung. Vergil tersenyum sinis, menahan Verdian dengan satu tangan.
"Jangan terburu-buru, nak," bisik Vergil. "Amati mereka, pelajari gerakan mereka. Lalu serang dengan cepat." Vergil melangkah maju, memimpin serangan. Mereka berdua bergerak lincah dan berkoordinasi, menebas para anggota organisasi itu dengan keahlian yang mematikan.
Verdian kagum, ia melihat Vergil tidak membuang tenaga sedikit pun. Setiap gerakan adalah serangan yang terhitung, setiap tebasan membawa dampak fatal. Saat Verdian melihat salah satu anggota 'the Monarch' tumbang di depannya, ia berteriak, "Selesaikan dia!"
Vergil bergerak lebih cepat, hendak menginterogasi anggota tersebut. Namun, saat Vergil mendekat, anggota yang sekarat itu tersenyum. Sesaat kemudian, cairan hitam pekat mulai keluar dari mulutnya, dan tubuhnya kejang-kejang sebelum jatuh tak bernyawa di tanah.
Vergil menendang tubuh itu, memeriksa lehernya, mencari tanda-tanda racun. "Sialan," gumamnya, matanya menyorotkan amarah. Ia menyadari mereka telah menelan racun, sebuah taktik bunuh diri untuk menghindari penangkapan.
Rasa frustrasi merayap di dalam dirinya. Ini bukan pertama kalinya ia menyaksikan hal seperti ini. Setiap kali ia berhasil mengalahkan mereka, mereka selalu menemukan cara untuk bunuh diri, tanpa meninggalkan jejak atau informasi.
Verdian melihat kekecewaan di wajah Vergil. "Mereka lebih menyeramkan dari yang saya kira," Verdian berbisik. "Bahkan sampai rela mengakhiri hidupnya sendiri."
Vergil hanya mengangguk, matanya kembali dingin. "Mereka adalah fanatik. Dan selama mereka memilih untuk bunuh diri, kita tidak akan pernah tahu siapa dalang di balik semua ini." Ia lalu menoleh ke Verdian. "Ayo. Kita tidak bisa membuang waktu di sini."
Sementara itu, Fiona yang panik dan ketakutan setelah mengetahui bahaya yang mengancam putranya, bergegas meninggalkan istana. Ia menyelinap keluar, menyusuri jalan setapak yang gelap, menuju sebuah desa untuk mencari bantuan dari Luis, sahabat lamanya.
Fiona mengetuk pintu rumah Luis dengan tergesa-gesa, dan saat pintu terbuka, ia langsung menerobos masuk. "Luis! Aku butuh bantuanmu!" katanya, suaranya bergetar.
"Felani?" Luis terkejut melihat keadaan Fiona. Ia memintanya duduk. Fiona, dengan napas terengah-engah, menceritakan semuanya: bagaimana ia menyamar di istana, bagaimana Verdian diserang 'the Monarch' di hutan, dan bagaimana ia tidak bisa menemukan putranya.
Luis mendengarkan dengan serius, wajahnya menunjukkan keprihatinan yang mendalam. Ia mengerti betapa besarnya bahaya yang dihadapi Verdian. Tanpa ragu, Luis mengangguk. "Jangan khawatir, Felani. Aku akan membantumu. Kita akan menemukan putramu."
Rasa lega membanjiri hati Fiona. Ia tahu ia tidak sendirian, dan dengan bantuan Luis, ia memiliki harapan untuk menemukan Verdian sebelum terlambat.
Tepati janjimu ya Vergil, jangan ada wanita selain Fiona..
Alurnya bagus, tokoh & karakternya kuat, penulisannya juga rapih banget..
Semangat terus ya.. 💪😎
Karyamu keren banget.. 💪😄👍