NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM ISTRI YANG DIBUNUH SUAMI

BALAS DENDAM ISTRI YANG DIBUNUH SUAMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Romansa / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Khusus Game

PERINGATAN!!!! SELURUH ISI CERITA NOVEL INI HANYA FIKTIF DAN TIDAK RAMAH ANAK ANAK. PERINGATAN KERAS, SEMUA ADEGAN TAK BOLEH DITIRU APAPUN ALASANNYA.

Setelah membantu suaminya dalam perang saudara, dan mengotori tangannya dengan darah dari saudara-saudara suaminya, Fiona di bunuh oleh suaminya sendiri, dengan alasan sudah tak dibutuhkan. Fiona bangkit kembali, ke lima tahun sebelum kejadian itu, dengan tekad kuat untuk membalas Dendam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24: Ancaman Baru

"Tapi... kenapa kamu selalu bisa mengalahkanku?" Melisa bertanya, suaranya dipenuhi rasa frustrasi. Pedang kayu yang berada di genggamannya terasa semakin berat. "Aku sudah berlatih setiap hari, tapi kamu..."

Verdian menyunggingkan senyum tipis, mengibaskan pedangnya dengan gerakan santai. "Kamu hanya terlalu fokus pada apa yang ada di depanmu," ucapnya sembari menunjuk pedang milik Melisa. "Pedangmu itu, terlalu kaku. Setiap gerakanmu sangat mudah ditebak."

"Maksudmu apa?" Melisa mengerutkan kening, tidak mengerti.

"Lawanmu bukan hanya di depan," Verdian menjelaskan, matanya bergerak cepat mengamati sekeliling. "Lihatlah sekelilingmu, setiap bayangan, setiap celah! Pertarungan itu bukan tentang kekuatan fisik, tapi tentang kecepatan dan strategi. Kamu harus membaca lawanmu, menebak langkah mereka sebelum mereka melakukannya. Pergerakanmu itu harus seperti air, mengalir tanpa bisa dihentikan."

Melisa menatapnya dengan pandangan hampa, seolah kata-kata Verdian melayang di udara. "Aku tidak mengerti."

"Kalau begitu, mari kita mulai lagi," Verdian menghela napas, mengangkat pedangnya. "Kali ini, jangan hanya memikirkan cara menyerang. Coba pikirkan bagaimana kamu bisa bertahan dan mencari celah. Pikirkan pergerakan yang bisa mengecohku."

Melisa mengangguk ragu, mengangkat pedangnya kembali, meskipun tangannya masih gemetar. "Aku akan mencobanya."

"Bagus," Verdian tersenyum. Matanya memancarkan kecerdasan yang tidak bisa Melisa pahami. "Tinggalkan semua yang kamu tahu, Melisa. Aku akan memberimu tips yang lebih berguna."

"Jadi, kamu benar-benar akan membantuku?" Melisa bertanya, matanya berbinar.

"Tentu saja," jawab Verdian, menyeringai. "Tapi jangan harap aku akan mengalah!"

"Baiklah, aku siap!" Melisa berteriak, semangatnya kembali membara.

Verdian segera mengamati setiap gerakan Melisa dengan cermat. "Perhatikan posisi kakimu!" ucapnya. "Kaki kiri maju, kaki kanan sedikit ke belakang. Itu membuatmu tidak stabil. Jika aku mendorong, kamu akan jatuh."

Melisa segera mengubah posisinya. "Seperti ini?" tanyanya.

"Lebih baik," Verdian mengangguk. "Sekarang, pedangmu." Ia menyentuh pedang Melisa, lalu mendorongnya sedikit. "Genggamanmu terlalu kuat. Lepaskan sedikit. Itu akan membuat pergelangan tanganmu lebih fleksibel."

Melisa melonggarkan cengkeramannya. "Ah, aku mengerti," bisiknya. "Jadi, aku harus mengandalkan pergelangan tangan, bukan lengan?"

Verdian tersenyum puas. "Tepat sekali. Tujuannya adalah membuat lawanmu lelah, bukan untuk mematahkan pedangnya. Gunakan momentum lawanmu untuk keuntunganmu. Saat ia menyerang, jangan hanya menangkis. Arahkan pedangmu, alihkan, lalu serang balik."

Melisa tampak terkejut. "Aku tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya!"

"Karena kamu terlalu fokus pada kekuatan," jawab Verdian. "Pertarungan itu seperti bermain catur. Kamu harus melihat beberapa langkah ke depan. Setiap gerakanmu harus memiliki tujuan, dan setiap tujuan harus menuju kemenangan. Melisa, jangan hanya berpikir tentang pedang, tapi juga tentang dirimu sendiri. Kamu adalah pedang itu."

Melisa mulai mencoba menerapkan tips dari Verdian. Dia menggerakkan pedangnya, berusaha melonggarkan genggaman. Pergerakannya masih kaku, namun perlahan mulai terlihat lebih luwes. Verdian menunggu, pedangnya diturunkan, memberikan kesempatan bagi Melisa untuk melakukan serangan pertama.

Melisa mengayunkan pedangnya, mengincar Verdian. Kali ini, ia tidak mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. Ia memikirkan semua tips yang telah diberikan Verdian. Verdian menangkis serangannya, tapi kali ini, ia juga mendorong sedikit Melisa, membuat Melisa tidak stabil.

"Terlalu mudah ditebak," Verdian menggelengkan kepalanya. "Sekarang, aku akan menyerang." Ia melangkah maju dengan cepat, pedangnya bergerak, sebuah kilasan cepat.

Melisa berusaha menangkis, tapi Verdian mengalihkan pedangnya dengan pergelangan tangannya. Pedang Melisa terlepas dari genggamannya, dan ia terkejut. Verdian mengambil pedang Melisa, memegangnya dengan satu tangan, dan menunjuk ke arahnya.

"Kamu terlalu fokus pada serangan," katanya, nadanya tenang. "Lawanmu akan tahu apa yang kamu pikirkan. Kamu harus membiarkan instingmu yang mengambil alih. Pikirkan bahwa kamu bukan lagi Melisa yang lemah, tapi seorang pejuang yang tidak bisa dikalahkan."

Melisa menatap Verdian dengan mata yang berkaca-kaca. Dia tidak pernah merasa begitu lemah sebelumnya. Tapi dia tahu, Verdian benar. Dia terlalu mengandalkan kekuatannya, dan dia terlalu mudah ditebak.

Verdian meletakkan kedua pedangnya di atas tanah. "Jangan menangis," katanya. "Setiap orang pernah kalah. Aku juga pernah kalah. Tapi yang penting adalah bagaimana kamu belajar dari kekalahanmu. Aku akan membantumu. Mulai sekarang, aku adalah mentormu."

"Jadi, sekarang apa?" Melisa bertanya, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu.

Verdian mengambil kembali pedangnya. "Sekarang, kita ulangi semuanya dari awal. Tapi kali ini, aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi. Kamu harus mengandalkan instingmu. Pikirkan bahwa setiap langkahku, setiap gerakanku, memiliki makna tersembunyi. Jangan hanya melihat pedangku, tapi lihatlah mataku."

Melisa menelan ludah, gugup. "Aku takut."

"Jangan takut," Verdian menyeringai. "Rasa takut itu wajar. Gunakan rasa takut itu sebagai bahan bakar untuk kekuatanmu. Pikirkan, apa yang akan kamu lakukan jika ini adalah pertarungan nyata? Jika nyawamu yang dipertaruhkan?"

Melisa terdiam sejenak. Matanya memancarkan tekad. Ia menunduk dan mengambil pedangnya. "Baiklah, aku siap."

"Bagus," Verdian mengangguk. "Tunjukkan padaku." Ia bersiap dengan pedangnya. "Aku tidak akan menahan diri. Jadi, bersiaplah, Melisa."

Di sisi lain, saat Vergil yang menyamar sebagai rakyat jelata berkelana di sebuah desa kecil, ia mencari petunjuk tentang keberadaan Fiona. Ia memasuki sebuah kedai yang ramai, aroma rempah-rempah dan anggur tercium kuat, dipenuhi dengan percakapan dan tawa para warga. Namun, di sudut ruangan, ia mendengar bisikan yang menarik perhatiannya, sebuah topik yang lebih gelap dari sekadar rumor biasa. Dua orang pedagang berbicara dengan wajah penuh ketakutan.

"Aku dengar mereka menyebut diri mereka 'the Monarch'," kata salah satu pedagang, suaranya pelan. "Mereka bergerak di bawah bayangan, merusak kekuasaan bangsawan dan menggulingkan sistem. Bahkan raja sekalipun tidak bisa menghentikan mereka!"

Vergil menyipitkan mata, raut wajahnya tetap tenang, tapi batinnya bergejolak. 'The Monarch'... nama yang aneh. Organisasi ini berbahaya, mampu mengguncang fondasi kerajaanku. Ia menyadari bahwa pencariannya terhadap Fiona tidak bisa sepenuhnya terpisah dari tanggung jawabnya sebagai raja. Jika kerajaannya runtuh, tidak akan ada tempat aman bagi dirinya, apalagi untuk Fiona.

Ia bangkit dari tempat duduknya, meninggalkan kedai, dan kembali ke jalanan. Pikirannya dipenuhi oleh dilema yang rumit. Fiona adalah satu-satunya tujuan hidupnya saat ini, namun tugasnya sebagai raja, sebagai pelindung rakyatnya, terus-menerus memanggilnya. Ia harus membuat pilihan. Ia tidak bisa mengejar Fiona dengan sepenuh hati jika kerajaannya sedang berada dalam bahaya. Namun, apakah dia rela mengorbankan waktu untuk kembali ke kerajaannya, waktu yang seharusnya ia gunakan untuk mencari Fiona?

'Aku harus menyingkirkan mereka,' pikir Vergil, tekadnya mengeras. 'Aku akan memburu organisasi itu. Namun, aku akan melakukannya di sela-sela pencarianku terhadap Fiona. Aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkan segalanya. Aku akan menemukanmu, Fiona, dan aku akan melindungi apa yang menjadi milikku.' Vergil kemudian melanjutkan perjalanannya, tujuan barunya kini ganda.

Vergil segera menemukan sebuah rumah pos di desa kecil itu, ia membeli selembar perkamen dan pena. Di bawah remangnya cahaya lentera, ia menulis pesan singkat yang ditujukan kepada penasihat tepercayanya di ibu kota. Dengan kata-kata yang ringkas dan lugas, ia menyampaikan informasi yang ia dengar tentang 'the Monarch' dan memerintahkan penasihatnya untuk mulai menyelidiki. Ia juga secara tersirat mengingatkan untuk bertindak dengan hati-hati. Setelah selesai, ia menyegel surat itu dengan lilin, lalu menyerahkannya kepada seorang kurir.

Vergil tidak menunggu jawaban. Ia tahu bahwa penasihatnya cukup cerdas untuk memahami urgensi pesannya dan akan bertindak sesuai dengan situasinya. Sesaat setelah kurir itu pergi, Vergil berbalik, tatapannya kini dipenuhi dengan tekad yang dingin dan tegas. Ia akan melanjutkan pencariannya terhadap Fiona, tetapi ia juga akan melacak organisasi berbahaya itu. Ia akan berburu mereka. Dan ia akan memburu mereka tanpa ampun. Ia harus, karena ia tidak bisa kehilangan apa pun lagi.

Ia meninggalkan desa itu sebelum fajar menyingsing, bayangannya menyatu dengan kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia harus pergi, tetapi ia yakin bahwa takdir akan menuntunnya, seperti yang terjadi sebelumnya. Ia akan menemukan jalan untuk menemukan Fiona, dan pada saat yang sama, ia akan melindungi kerajaannya dari ancaman yang tidak terlihat.

1
Cha Sumuk
kurang menarik krna mc ceweknya lemah,, biasa' nya klo setelah kelahiran jd kuat tp ini mlh lemah hemmm
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!