NovelToon NovelToon
Batas Yang Kita Sepakati

Batas Yang Kita Sepakati

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Princess Saraah

Apakah persahabatan antara laki-laki dan perempuan memang selalu berujung pada perasaan?

Celia Tisya Athara percaya bahwa jawabannya adalah tidak. Bagi Tisya, persahabatan sejati tak mengenal batasan gender. Tapi pendapatnya itu diuji ketika ia bertemu Maaz Azzam, seorang cowok skeptis yang percaya bahwa sahabat lawan jenis hanyalah mitos sebelum cinta datang merusak semuanya.

Azzam: "Nggak percaya. Semua cewek yang temenan sama gue pasti ujung-ujungnya suka."
Astagfirullah. Percaya diri banget nih orang.
Tisya: "Ya udah, ayo. Kita sahabatan. Biar lo lihat sendiri gue beda."

Ketika tawa mulai terasa hangat dan cemburu mulai muncul diam-diam,apakah mereka masih bisa memegang janji itu? Atau justru batas yang mereka buat akan menghancurkan hubungan yang telah susah payah mereka bangun?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Princess Saraah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Tengah Dua Arah

Bel tanda istirahat pertama usai berbunyi nyaring. Aku dan Azzam berjalan beriringan kembali ke kelas. Tidak ada banyak kata di antara kami, tapi langkahnya terasa tenang. Sayangnya, bisik-bisik yang menyertai kami dari balik koridor membuat langkahku terasa berat. Sudah kuduga, sekolah ini lebih cepat dari media gosip manapun.

Begitu masuk ke kelas, aku langsung disambut oleh suara khas Arsya Khalif (pacar sahabatku), Elysia Salsabila Wibowo, siswi jurusan Tata Busana. "Sya, Nizan nyariin lo tadi."

Belum sempat aku menjawab, Mira langsung menimpali dengan suara sinis, "Ngapain Nizan nyariin Tisya?"

Khalif mengangkat alis. "Lah, emang lo gak tahu? Nizan kan....."

"Astaga, Khalif!" Aku buru-buru menghampirinya dan menyumpal mulutnya dengan tanganku. Untung saja Bu Erni masuk ke kelas tepat waktu. Riuh kelas mendadak hening. Semua kembali ke tempat masing-masing.

Kelas Bu Erni hari itu terasa lebih tegang dari biasanya. Mata pelajaran Akuntansi Keuangan selalu punya cara sendiri untuk membuat siswa-siswi Akuntansi SMK Bina Bangsa duduk tegak dan bersiap dengan kalkulator serta kertas kerja. Hari ini topiknya adalah Kartu Persediaan. Materi yang cukup rumit, tapi penting dalam dunia akuntansi, terutama bagi perusahaan dagang atau manufaktur.

"Anak-anak, hari ini kita belajar mencatat transaksi persediaan menggunakan metode FIFO dan LIFO," kata Bu Erni sambil menulis di papan tulis dengan spidol yang tintanya sudah hampir habis. Suaranya lantang, berwibawa, dan sedikit menusuk jika sudah menyangkut kesalahan perhitungan.

Aku duduk di barisan paling depan, sudah membuka buku catatanku sejak awal jam pelajaran. Di sebelah kiri ruangan baris kedua, Nayla Azzahra (rivalku di kelas) duduk dengan angkuh, tangan terlipat, dan sesekali melempar pandangan menyelidik ke arahku. Penjelasan Bu Erni mengalir lancar hingga akhirnya beliau melemparkan sebuah soal diskusi ke seluruh kelas.

"Kalau tanggal 5 ada pembelian baru, lalu tanggal 7 terjadi penjualan, dan kita pakai metode FIFO, maka barang mana yang kita keluarkan lebih dulu?" tanya Bu Erni sambil melirik ke bangku depan.

Sebelum aku sempat angkat tangan, Nayla sudah duluan berdiri. "Barang yang dibeli terakhir, Bu. Karena itu lebih baru."

Beberapa siswa saling pandang. Aku mengerutkan kening.

"Permisi, Bu," selaku, suaraku tenang namun mantap. "Kalau metode FIFO, maka persediaan yang masuk lebih dulu, yang dikeluarkan lebih dulu juga. Jadi, kita keluarkan barang dari pembelian pertama, bukan yang terakhir bu."

Bu Erni mengangguk pelan, senyum tipis di wajahnya. "Betul, Tisya. FIFO: First In, First Out. Bukan yang terakhir dibeli ya, Nayla."

Ruangan hening beberapa detik. Nayla terlihat kaget, bahkan malu. Ia menarik napas, ingin membantah, tapi Bu Erni sudah melanjutkan.

"Wah, masa juara satu kelas nggak ngerti konsep dasar begini? Bener kemarin kamu yang juara satu?" sindir Bu Erni dengan suara datar tapi mengena.

Beberapa teman tersenyum kecil. Aku tak berkata apa-apa, hanya kembali menatap bukuku engan ekspresi kalem. Tapi di dalam hati, aku merasa sedikit puas. Hari ini, aku menang lagi darinya.

...****************...

Istirahat kedua dimulai. Baru lima menit, Mira tiba-tiba mengeluh pusing. Katanya sih masuk angin, tapi raut wajahnya terlihat terlalu santai untuk orang yang sedang sakit.

"Gue mau pulang aja deh," gumamnya sambil memijat pelipis.

"Naik apa?" tanyaku.

"Gatau. Gak ada cowok yang bisa anterin."

Dan seolah semesta mendengarkan, Nizan muncul dari balik pintu membawa sekotak susu cokelat.

"Sya, dari mana aja sih kamu? Aku cariin dari istirahat pertama. Nih, susu kesukaan kamu."

Aku mengangguk dan berterima kasih. Sempat terdiam sebentar, aku bertanya pelan, "Zan, kamu bisa anterin Mira pulang, gak? Sama Khalif. Dia pusing katanya, gak kuat bawa motor."

Ekspresi Nizan langsung berubah. "Enggak deh."

Aku tahu maksudnya. Nizan takut aku cemburu, padahal bukan itu masalahnya. Saat dia hendak pergi dengan alasan mau makan, Mira menarik lenganku.

"Sya, tolong banget, bujuk Nizan, ya. Please... Dari tadi gue minta tolong yang lain ngga ada yang mau. Kalau Nizan kan pasti mau kalau lo yang nyuruh."

Aku tahu betapa Mira menyukai Nizan, bahkan jika itu berarti mengabaikan perasaanku. Dengan berat hati, aku mengejar Nizan.

"Zan, tolong banget deh. Kalau kamu mau, aku janji deh bakal kamu anter jemput selama seminggu."

Ia terdiam sejenak, lalu menghela napas panjang.

"Deal. Tapi ini karena kamu yang minta, ya."

Setelah mengabarkan kabar baik itu ke Mira, ia langsung memelukku erat. Senyumnya lebar, wajahnya bersinar.

Mira berboncengan dengan Nizan, sedangkan Khalif membawa motor Mira. Aku melihat mereka meninggalkan sekolah dari depan kelasku. Mira memeluk erat Nizan sambil tersenyum senang menatapku. Aku membalas tatapan itu dengan melambaikan tangan mengucapkan hati-hati. Tapi jujur, aku tidak tahu perasaanku. Senang? Lega? Atau kosong?

...****************...

Bel pulang akhirnya berbunyi. Aku berdiri pelan sambil membereskan buku. Aku berharap bisa pulang dengan tenang. Tapi harapanku sepertinya terlalu tinggi.

Baru saja melangkah keluar kelas, Azzam sudah berdiri bersandar di dinding, seperti pemeran utama drama remaja dengan tatapan coolnya itu. Tangannya menyilang di dada, wajahnya tanpa ekspresi, dan pandangan matanya langsung menatapku.

"Pulangkan lo," katanya santai.

Lidahku kelu. Belum sempat aku menjawab, Azzam sudah menarik pergelangan tanganku. Refleks, aku mencoba menahan diri, tapi genggamannya tidak kasar, hanya cukup kuat untuk membuatku ikut melangkah.

"Azzam, tunggu. Gue... "

"Tisya nggak pulang sama lo."

Suara Nizan memotong kalimatku. Tegas. Dingin. Suasana koridor langsung berubah. Seolah semua suara lain menghilang, yang tersisa hanya aku, Azzam, dan Nizan yang berdiri di antara kami. Tatapan Nizan mengarah ke tangan Azzam yang masih memegangku.

"Lepasin!!" kata Nizan lagi, kali ini lebih keras. Beberapa siswa yang lewat melambatkan langkah, pura-pura enggak memperhatikan, padahal jelas menunggu drama pecah.

Azzam mendengus. Tapi dia melepas tanganku. Perlahan.

"Gue cuma mau ngajak ngobrol. Nggak nyulik," katanya sinis.

Aku menghela napas panjang. "Udahlah, aku pulang sendiri aja."

Nizan menatapku. "Aku antar."

Sial. Situasinya makin kacau. Aku berjalan duluan, berharap mereka tidak saling adu otot di belakangku.

Di motor, aku dan Nizan tidak berbicara satu kata pun. Tapi tangannya yang mengenggam stang motor terlihat kaku. Aku merasa bersalah. Tapi memang apa salahku?

...****************...

Setibanya di rumah, aku langsung masuk tanpa banyak bicara. Mama tidak di ruang tamu, jadi aku langsung masuk ke kamar. Kubanting tubuhku ke kasur, menatap langit-langit.

"Apa-apaan ini sih?" gumamku sendiri.

Kupandangi layar HP. Tidak ada pesan dari Azzam. Tidak juga dari Nizan.

Kepalaku berat. Entah karena gosip sekolah, karena Mira, atau karena dua laki-laki yang tiba-tiba masuk lebih jauh ke hidupku.

Yang jelas, ini baru permulaan.

Dan entah kenapa, aku takut untuk melihat bagaimana semua ini akan berakhir.

1
Asseret Miralrio
Aku setia menunggu, please jangan membuatku menunggu terlalu lama.
Daina :)
Author, kita fans thor loh, jangan bikin kita kecewa, update sekarang 😤
Saraah: Terimakasih dukungannya Daina/Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!