 
                            Vania dan Basir terpaksa harus meninggalkan kampung tempat mereka dilahirkan dan dibesarkan. Kampung itu sudah tidak beres, bahkan hal-hal aneh sudah mulai terlihat. 
Basir pun mengajak adiknya untuk pindah ke kota dan menjalankan kehidupan baru di kota. Tapi, siapa sangka justru itu awal dari perjalanan mereka. Terlahir dengan keistimewaan masing-masing, Vania dan Basir harus menghadapi berbagai macam arwah gentayangan yang meminta tolong kepada mereka. 
Akankah Vania dan Basir bisa menolong para arwah penasaran itu? Lantas, ada keistimewaan apa, sehingga membuat para makhluk astral sangat menyukai Vania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20 Hadiah Dari Wiguna
Keesokan harinya...
"Dek, kita lihat rumah yuk! Akang cuma mau lihat reaksi kamu, Akang ikut kamu saja jangan sampai Akang cocok tapi kamunya gak mau," ucap Kang Basir.
"Ya, Allah Kang, aku mah ikut saja sama Akang," sahut Vania.
"Tidak, pokoknya kamu harus lihat dulu sebelum Akang bayar takutnya kamu gak cocok makanya Akang gak bayar dulu," seru Kang Basir.
"Ya, sudah sebentar ya, aku ganti baju dulu," sahut Vania.
Basir pun menunggu di luar, tapi Basir dikejutkan dengan kedatangan Andri. "Selamat pagi, Kang!" sapa Andri.
"Andri, ada apa kamu ke sini? apa terjadi sesuatu lagi?" tanya Kang Basir.
"Tidak Kak, Alhamdulillah semuanya sudah kembali normal. Aku datang ke sini karena disuruh Papa, katanya Papa ingin bertemu dengan Kang Basir dan Vania," sahut Andri.
"Ada apa?" tanya Kang Basir bingung.
"Ayo Kang, kita berangkat," seru Vania.
Andri tersenyum melihat Vania. "Loh, Pak Andri kapan datang?" tanya Vania.
"Baru saja," sahut Andri dengan senyumannya.
"Katanya Pak Wiguna mau bertemu dengan kita, Dek," ucap Kang Basir.
"Ada apa? apa ada sesuatu lagi?" tanya Vania cemas.
"Tidak, Papa hanya ingin bertemu dengan kalian saja," sahut Andri.
Akhirnya mau tidak mau Basir dan Vania pun ikut dengan Andri. Mereka penasaran kenapa Wiguna ingin bertemu dengan mereka. Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya mereka pun sampai di rumah Andri.
Keduanya masuk mengikuti Andri dari belakang. Terlihat Wiguna sedang duduk sembari ngopi di halaman belakang. "Pa, ini Kang Basir dan Vania," seru Andri.
"Ah, iya. Silakan duduk," ucap Papa Wiguna.
Basir dan Vania pun duduk, Andri juga ikut duduk di sana. "Kang, terima kasih ya, sudah membantu keluarga saya," ucap Papa Wiguna.
"Sama-sama Pa," sahut Kang Basir.
"Ah iya, apa saya tidak mengganggu waktu kalian?" seru Papa Wiguna.
"Tidak kok Pa, barusan kita baru saja mau melihat-lihat rumah," sahut Vania.
"Rumah, memangnya kalian mau beli rumah?" tanya Papa Wiguna.
"Kita selama ini ngontrak Pak, kita datang dari kampung karena kedua orang tua kita sudah meninggal dan tidak punya saudara juga, akhirnya kita menjual rumah yang ada di kampung dan pindah ke sini. Selama ini kita ngontrak, sembari menunggu ada yang mau jual rumah murah dan Alhamdulillah kemarin ada teman saya yang nawarin rumah murah jadi rencananya sekarang kita mau lihat-lihat," sahut Kang Basir.
"Oh, apa kamu sudah membayar rumah itu?" tanya Papa Wiguna kembali.
"Belum Pak, soalnya Vania belum lihat jadi saya ingin ngajak dia dulu," sahut Kang Basir.
"Alhamdulillah kalau begitu, bagaimana kalau kalian tinggalin rumah punya saya saja? kebetulan jaraknya beberapa meter dari sini saya punya rumah juga tapi sudah lama tidak ditempatin. Rumahnya tidak terlalu besar tapi dua lantai, kayanya cukup untuk kalian berdua. Kebetulan tadinya saya juga mau jual itu rumah," ucap Papa Wiguna.
"Tapi Pak, uang kita kayanya tidak cukup kalau untuk membeli perumahan," sahut Kang Basir.
"Siapa bilang harus dibeli? saya kasih rumah itu untuk kalian," ucap Papa Wiguna.
Basir dan Vania saling pandang satu sama lain, mereka tidak percaya dengan ucapan Wiguna. "Maksud Pak Wiguna apa?" tanya Vania bingung.
"Dari pada rumah itu tidak terawat, lebih baik kalian tinggalin rumah itu. Saya berikan rumah itu untuk kalian sebagai tanda terima kasih karena kalian sudah membantu keluarga saya," sahut Papa Wiguna.
"Ya, Allah Pak, saya membantu keluarga ini ikhlas tanpa mengharapkan bayaran sedikit pun," seru Kang Basir.
"Saya tahu, itu hanya sebagai tanda terima kasih saja," sahut Papa Wiguna.
"Kita sudah lama berobat ke sana ke mari tapi tidak ada hasilnya sama sekali, tapi Kang Basir satu kali saja sudah bisa mengobati kita walaupun Mama tidak bisa tertolong tapi kita sangat berterima kasih, setidaknya sekarang aku tidak merasa tersiksa lagi," tumpal Andri.
Basir dan Vania hanya bisa terdiam. Wiguna memberikan kode kepada Andri untuk mengambilkan sesuatu. Andri pun bangkit dari duduknya dan tidak lama kemudian Andri kembali dengan membawa sebuah map.
"Ini adalah surat rumah beserta kunci rumahnya, saya harap kalian mau menerima pemberian saya ini. Pokoknya saya tidak mau kalian menolaknya karena saya akan sedih jika kalian menolak ini," ucap Papa Wiguna.
Basir menggenggam tangan Vania dan mereka saling pandang satu sama lain. "Bagaimana, Dek?" tanya Kang Basir.
"Aku gak tahu, terserah Akang saja aku ikut ke mana pun Akang pergi," sahut Vania.
"Terimalah, jangan sungkan-sungkan. Bahkan rumah itu tidak seberapa jika dibandingkan dengan kesembuhan anak saya," ucap Papa Wiguna.
Cukup lama Basir terdiam, dia sangat bingung dengan pemberian Wiguna itu. Di satu sisi dia merasa tidak enak untuk menerima pemberian itu tapi di sisi lain, saat ini memang dia sedang butuh rumah untuk tempat tinggal dia dan juga adiknya. "Jangan banyak mikir, Demi Allah saya ridho ikhlas memberikan rumah itu untuk kalian," ucap Papa Wiguna kembali.
Basir menghela napas panjang. "Bismillah, baiklah Pak kita terima rumah itu. Terima kasih banyak ya, Pak," sahut Kang Basir.
"Nah gitu dong. Jangan khawatir, saya tidak akan pernah menggugat rumah itu karena surat-suratnya saya kasih sama kamu juga," ucap Papa Wiguna.
Basir dan Vania sangat bahagia, mereka sangat beruntung diberi rumah oleh Wiguna. "Kalian boleh langsung menempati rumah itu, biar Andri antar kalian. Maaf saya tidak bisa ikut antar, soalnya saya ada urusan," ucap Papa Wiguna.
"Tidak apa-apa Pak, sekali lagi kita ucapkan terima kasih," seru Vania.
"Iya, sama-sama."
Akhirnya Andri pun mengantar Basir dan Vania untuk melihat rumah itu. Benar saja, rumah itu tidak jauh dari rumah Andri dan bisa ditempuh dengan jalan kaki juga. "Nah, ini rumahnya," seru Andri.
"Ya, Allah ini mah gak kecil Pak, kebesaran untuk kita," ucap Vania.
"Tidak apa-apa, kalian berhak mendapatkannya," sahut Andri.
Mereka pun masuk, mereka kembali terkejut karena di dalam rumah itu juga sudah ada perabotnya. Kursi, lemari, pokoknya kumplit dengan tertutup kain putih dan plastik supaya tidak kena debu. "Masya Allah, dalamnya sudah lengkap juga," ucap Kang Basir tidak percaya.
"Iya, dulu kita memang sempat tinggal di rumah ini. Waktu Papa masih merintis perusahaan, dan Alhamdulillah setelah Papa maju dan punya perusahaan kami memutuskan untuk membeli rumah yang lebih besar lagi yaitu yang sekarang kami tempati. Dulu sempat ada yang nempatin, tapi mereka gak bertahan lama katanya banyak gangguan gitu," jelas Andri.
"Oh gitu," sahut Vania.
"Kalian gak bakalan takut 'kan jika ada penampakan?" tanya Andri.
"Tenang saja, justru kita senang kalau rumah ini banyak penghuninya jadi gak sepi dan pastinya di rumah bakalan ramai," sahut Kang Basir sembari melengos untuk melihat-lihat rumah itu.
Andri sampai mengerutkan keningnya. Andri menoleh ke arah Vania tapi Vania malah terkekeh. Andri baru pertama kali melihat orang bukannya takut ada penampakan, tapi justru malah happy.
jangan2 pake penglaris tuh baso bisa rame banget