Aprilia, gadis desa yang dijodohkan dengan Vernando, pria tampan dan kaya raya, harus menelan pil pahit kehidupan.
Alih-alih kebahagiaan, ia justru menerima hinaan dan cacian. Vernando, yang merasa memiliki istri "jelek" dan "culun", tak segan merendahkan Aprilia di depan teman-temannya.
Kesabaran Aprilia pun mencapai batasnya, dan kata "cerai" terlontar dari bibirnya.
Mampukah Aprilia memulai hidup baru setelah terbebas dari neraka pernikahannya? Atau justru terjerat dalam masalah yang lebih pelik?
Dan Apakah Vernando akan menceraikan Aprilia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Surga Dunia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 31
Yuka menatap Aprilia dengan tatapan menyelidik. "Apa yang membuat Vernando semarah itu?" tanyanya, suara lembutnya membelah kesunyian ruangan.
Aprilia membeku. Jantungnya berdegup kencang, seolah ingin melompat keluar dari dadanya.
Bibirnya kelu, lidahnya terasa kelu. Ia ingin sekali menceritakan semua masalahnya, semua luka yang selama ini ia pendam.
Namun, sebuah keraguan besar menghantamnya. Yuka adalah keluarga Vernando. Apakah pantas ia mengeluhkan suaminya sendiri pada saudara iparnya?
Dengan susah payah, Aprilia menggelengkan kepalanya. Sebuah senyum dipaksakan menghiasi wajahnya yang pucat. "Tidak apa-apa, Pak," ujarnya lirih.
Yuka, yang sejak tadi memperhatikan setiap gerak-gerik Aprilia, langsung mengerti. Ia tahu, ada sesuatu yang disembunyikan Aprilia. Namun, ia tidak ingin memaksa. Ia tidak ingin membuat Aprilia semakin tertekan.
Tiba-tiba, Zio, berlari masuk ke dalam ruangan. "Papa!" panggilnya dengan suara riang.
"Apa sayang?" jawab Yuka, mengalihkan perhatiannya pada sang anak.
Zio menunjuk Aprilia dengan jari mungilnya. "Kak April kenapa?" tanyanya polos, matanya menatap Aprilia yang sedang mengompres tangannya sendiri dengan tatapan khawatir.
"Tadi tanpa sengaja kak April terluka" jawab Yuka, berusaha menutupi keadaan sebenarnya.
"Terluka kenapa?" Zio terus bertanya, rasa ingin tahunya begitu besar.
Aprilia menarik napas dalam-dalam. Ia harus menjawab pertanyaan anak kecil ini. "Kejepit pintu," jawabnya akhirnya. Entah masuk akal atau tidak, yang penting ia sudah memberikan jawaban.
Zio hanya mengangguk-angguk, tanda mengerti. "Ayo kak April, kita keluar! Aku ingin makan kue," ajaknya, menarik-narik tangan Aprilia.
"Ayo sayang," jawab Aprilia, berusaha menyembunyikan kesedihannya di balik senyuman.
Aprilia dan Zio pun melangkah keluar dari ruangan itu, meninggalkan Yuka yang terdiam seorang diri. Yuka menatap kepergian mereka dengan tatapan penuh tanya.
"Sepertinya ada yang tidak beres," gumam Yuka pelan, hatinya dipenuhi firasat buruk.
***
"Aprilia, tolong bawa Vernando pulang ya. Sepertinya dia mabuk," suara Kakek Arthur terdengar tegas namun penuh perhatian. "Kakek tidak mau anak nakal itu mengacaukan pesta ibu mertuamu."
"Iya, Kek," jawab Aprilia, berusaha tersenyum.
Namun, jauh di lubuk hatinya, ia merasa enggan. Foto yang dikirimkan Vini beberapa waktu lalu masih terngiang jelas di benaknya. Entah mengapa, bayangan Vernando kini terasa menjijikkan.
Dengan langkah berat, Aprilia menghampiri Vernando yang sedang asyik minum bersama beberapa tamu undangan lainnya. "Ayo pulang," ucapnya datar.
Vernando menoleh, tatapannya kosong dan linglung. Ia terhuyung, lalu tiba-tiba memeluk Aprilia erat.
Dulu, mungkin Aprilia akan merasa bahagia bisa berpelukan dengan Vernando. Namun, kini, sentuhan itu hanya menimbulkan rasa risih dan jijik yang tak tertahankan. Ia merasa seperti memeluk duri.
Aprilia berusaha menenangkan diri dan membantu Vernando berjalan menuju mobil. Dengan susah payah, ia mendudukkan Vernando di kursi belakang, lalu mengambil alih kemudi.
Sesampainya di rumah, Aprilia meminta bantuan Toni, untuk memapah Vernando ke kamarnya. Toni dengan sigap membantu Vernando berjalan, sementara Aprilia mengikuti mereka dari belakang.
"Terima kasih, Pak Toni," ucap Aprilia setelah Toni berhasil membaringkan Vernando di tempat tidur.
"Iya, Non. Sama-sama," jawab Toni sopan, lalu segera keluar dari kamar.
Aprilia mendekati Vernando dengan malas. Ia berjongkok dan membuka sepatu pria itu satu per satu.
Setelah selesai, ia berniat untuk segera pergi, namun tiba-tiba Vernando menarik tangannya hingga ia terjatuh menimpa tubuh pria itu.
"Vernando, lepaskan," ucap Aprilia, berusaha melepaskan diri.
"Kenapa? Bukankah kamu selalu ingin menjadi istriku seutuhnya?" Vernando berucap dengan mata sayu dan suara serak yang membuat bulu kuduk Aprilia meremang.
"Lepas!" Aprilia kembali berucap, kali ini dengan nada yang lebih tegas.
Vernando mencoba mencium Aprilia, namun dengan sekuat tenaga Aprilia mendorong tubuh pria itu dan bangkit berdiri. Ia merasa jijik dan kotor.
Tanpa berpikir panjang, Aprilia berlari keluar kamar dan membanting pintu hingga tertutup rapat.
Ia bersandar di pintu, mengatur napas yang memburu. Tubuhnya bergetar hebat. Kejadian barusan membuatnya merasa sangat jijik dan trauma.
"Ada apa, Non?" tanya Mbok Ratmi, suaranya lembut dan penuh perhatian.
"Tidak apa-apa, Mbok. Aku istirahat dulu ya," jawab Aprilia, berusaha tersenyum setulus mungkin.
Ia pamit undur diri, lalu berjalan cepat menuju kamarnya, meninggalkan Mbok Ratmi yang terpaku di tempatnya.
Mbok Ratmi memandangi punggung Aprilia yang semakin menjauh dengan tatapan bingung.
Ada sesuatu yang aneh, pikirnya.
Entah mengapa, ia merasa Aprilia seperti menghindarinya. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang sedang terjadi, sesuatu yang tidak baik.
Aprilia menghela napas panjang di depan cermin rias. Jemarinya dengan cekatan menghapus sisa-sisa makeup yang menghiasi wajahnya seharian.
Gaun mewahnya meluncur bebas, digantikan oleh piyama tipis yang terasa nyaman di kulitnya yang gerah.
Sebelum membiarkan kantuk merayapinya, Aprilia tak lupa mengaplikasikan skincare malamnya.
Rutinitas yang selalu ia jaga demi mencegah jerawat kembali menghantui wajahnya.
Usai ritual perawatan wajah, Aprilia merebahkan tubuhnya di ranjang. Kelopak matanya terasa berat, namun pikirannya melayang tak tentu arah.
Bayangan foto yang dikirim Vini beberapa jam lalu kembali menghantuinya. Dengan ragu, Aprilia meraih ponselnya dan menekan tombol panggil.
"Ada apa? Tumben sekali menelepon malam-malam begini? Apa kak Lia masih penasaran dengan 'kejutan' dariku?" suara Vini terdengar sinis dari seberang sana.
Jantung Aprilia berdebar kencang. Nada bicara Vini membuatnya kesal. "Apa benar kamu hamil?" tanyanya dengan suara bergetar.
"Hmm, sebaiknya aku jujur atau tidak, ya?" Vini menggantungkan kalimatnya, membuat emosi Aprilia semakin tersulut.
"Vini! Jangan mentang-mentang aku diam selama ini, kau bisa memperlakukanku seenaknya!" bentak Aprilia, tak mampu lagi menahan amarahnya.
"Berani sekali gadis kampung ini melawanku!" balas Vini dengan nada merendahkan. "Ingat baik-baik! Kak Nando hanya akan menjadi milikku! Aku sudah mengandung anaknya!"
Pernyataan Vini menghantam Aprilia bagai palu godam. Ia terdiam membisu, tubuhnya terasa lemas.
Meski ia sudah melihat foto USG itu, mendengar langsung dari mulut Vini tentang kehamilannya membuat hatinya benar-benar hancur berkeping-keping.
Aprilia memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Tenggorokannya tercekat, dadanya sesak oleh amarah dan kekecewaan yang membuncah.
Ia tak menyangka Vernando, pria yang berstatus sebagai suaminya, akan bertindak sejauh ini.
Aprilia sadar betul posisinya hanyalah seorang istri di atas kertas, terikat oleh perjanjian yang tak melibatkan hati.
Namun, perselingkuhan dan anak di luar nikah adalah pengkhianatan yang melampaui batas kesanggupannya. Dunia Aprilia seolah runtuh seketika.
"Ibu, apa Ibu sedih melihat hidupku seperti ini?" bisik Aprilia lirih, air mata mulai membasahi pipinya.
Ia menatap langit-langit kamar, seolah mencari jawaban dari ibunya yang telah tiada.
"Ibu, aku bertahan selama ini demi nenek. Tapi sekarang, aku sudah tidak sanggup lagi, Bu. Ada janin tak berdosa yang membutuhkan sosok ayah biologisnya. Aku harus bagaimana, Bu?"
Meski hatinya hancur berkeping-keping, Aprilia masih memikirkan calon buah hati suaminya dengan wanita lain.
Bayi itu tidak bersalah, pikirnya. Ia berhak mendapatkan cinta dan perhatian dari kedua orang tuanya.
Aprilia terisak, dilema merobek-robek hatinya. Di satu sisi, ia ingin melepaskan diri dari pernikahan yang menyakitkan ini. Namun di sisi lain, ia takut Vernando akan mengancam nya menggunakan sang Nenek.