NovelToon NovelToon
Versi Terbaik Cintaku

Versi Terbaik Cintaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Idola sekolah
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Caca99

Ellena Anasya Dirgantara, putri tunggal keluarga Dirgantara. Tapi karena suatu tragedi kecelakaan yang merenggut nyawa sang ayah, Ellen dan bundanya memutuskan untuk pindah kekampung sang nenek.
Setelah tiga tahun, dan Ellen lulus dari SMA. Ellen dan bundanya memutuskan untuk kembali ke kota. Dimana kehidupan mereka yang sebenarnya sebagai keluarga Dirgantara.
Dirgantara, adalah perusahaan besar yang memiliki banyak anak cabang yang tak kalah sukses nya dari perusahaan pusat.
Kini bunda Dian, orang tua satu-satunya yang dimiliki Ellen, kembali ke perusahaan. Mengambil kembali tongkat kepemimpinan sang suami. Selama tiga tahun ini perusahaan diurus oleh orang kepercayaan keluarga Dirgantara.
Ellen harus rela meninggalkan laki-laki yang selama tiga tahun tinggi didesa menjadi sahabat nya.

Apakah setelah kepindahannya kembali ke kota Ellen akan menemukan laki-laki lain yang mampu mencuri hatinya atau memang sahabat nya lah yang menjadi tambatan hati Ellen yang sebenarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sampai Di Desa

Setelah menempuh perjalanan selama hampir tiga jam, akhirnya mereka sampai di desa nenek Ellen. Dengan mobil yang mereka kendarai, tentu saja mengundang perhatian warga kampung.

Tempat pertama yang mereka tuju adalah rumah nenek Ellen, untuk beristirahat terlebih dulu.

"Selamat datang non Ellen." Sapa bapak-bapak paruh baya yang sejak Ellen tinggal pulang ke Jakarta di tugas kan bunda Dian untuk membersihkan perkarangan bunga. Kita sebut saja beliau pak Kardi.

"Pak Kardi apa kabar?." Tanya Ellen dengan sopan, setelah berjabat tangan dengan pak Kardi.

"Saya baik non. Silahkan masuk non, tadi bapak sudah minta ibu buat masak. Sebelum istirahat, non Ellen sama teman-temannya makan dulu." Ucap pak Kardi. Bunda Dian pasti yang memberitahu pak Kardi kalau Ellen dan teman-teman nya akan datang, dan langsung disambut baik oleh beliau.

"Ya ampun pak, padahal nggak usah repot-repot loh."

"Nggak repot kok non. Ibu juga senang masakin untuk non Ellen dan teman-teman. Kalau begitu bapak pamit pulang dulu ya non, semuanya didalam sudah rapi. Kamar-kamar juga sudah bapak bersihkan." Ucap pak Kardi sebelum meninggalkan rumah itu.

"Terimakasih ya pak, maaf udah ngerepotin."

"Nggak apa-apa non. Saya malah senang."

Setelah pak Kardi pergi, Ellen dan yang lain langsung masuk kedalam rumah.

Rumah mewah berlantai dua dengan nuansa kayu itu memang yang paling besar diantara rumah di kampung itu.

"Sumpah Len, rumah nenek lo nyaman banget. Taman didepan juga terjaga dengan baik." Puji Laura.

"Ini semua sesuai dengan keinginan nenek. Taman didepan juga nenek yang ngurus semasa dia masih hidup. Oh ya, dilantai dua sama lantai bawah ada tiga kamar, kalian yang cowok-cowok mau kamar yang diatas atau dibawah?." Tanya Ellen. Sebagai tuan rumah, tentu Ellen mendahulukan teman-temannya.

"Gue diatas." Ucap Arvan lalu berlalu begitu saja menaiki anak tangga.

"Iih tuh orang, nggak diajarin sopan santun apa." Gerutu Ellen kesal.

"Sabar Len. Jangan kepancing emosi, inget kita disini mau senang-senang." Ucap Zelin.

"Kita naik dulu ya Len, mau mandi sama ganti baju juga, gerah banget." Ucap Arga.

"Iya kak. Kamar nya nggak dikunci kok, jadi kalian terserah mau tidur satu kamar bertiga atau tidur sendiri-sendiri." Ucap Ellen.

"Oke Ellen ku sayang." Ucap Naren.

"Semua cewek lo gombalin." Sungut Zelin.

"Kenapa sih cantik? Kamu cemburu yaa?."

"Kurang kerjaan banget gue cemburu sama lo. Udah ah, gue mau mandi." Zelin mengambil tas nya lalu masuk kesalah satu kamar yang ada di lantai bawah.

"Kak, nanti habis bersih-bersih langsung turun kebawah ya, kita makan siang dulu." Ucap Ellen kepada Arga, karena Naren juga sudah menyusul Arvan.

"Oke Len." Sebelum pergi Arga lebih dulu saling berbalas tatap dengan Laura lalu tersenyum.

Arvan memilih tidur sendiri sedangkan Arga dan Naren mereka satu kamar berdua. Kalau yang cewek-cewek sih lebih milih tidur bareng satu kamar.

"Kak Arvan mana kak?." Tanya Laura, karena diantara mereka semua hanya Arvan yang belum ada di meja makan.

"Masih dikamar kek nya." Jawab Arga.

"Masih mandi?." Tanya Laura.

"Nggak tau juga kita. Dia nggak satu kamar sama kita."

"Emang ya tuh orang. Nggak tau kita udah nungguin." Ellen berdiri berniat menyusul Arvan ke kamar nya.

"Mau kemana lo?." Tanya Zelin.

"Nyeret tuh orang kesini." Ucap Ellen.

"Menurut gue cuma Ellen yang bisa naklukin seorang Arvan." Ucap Arga.

"Kenapa lo mikir gitu?." Tanya Naren. Jangan tanya dia sedang apa. Yang jelas Naren sudah menghabiskan sepiring nasi.

"Kak, lo kok makan duluan sih. Nggak setia kawan banget deh." Protes Zelin.

"Nungguin Arvan yang ada bisa kambuh asam lambung gue."

"Emang lo punya asam lambung?." Tanya Arga.

"Nggak sih. Tapi bisa aja kan kalau gue keseringan telat makan, tuh penyakit datang."

"Terserah lo deh kak." Ucap Zelin yang sudah bosan dengan celotehan tak masuk akal Naren.

"Udah biarin aja Zel. Kalau lo laper, makan duluan juga nggak apa-apa kok." Ucap Laura.

"Iya Zel, biar nanti yang makan bareng Arvan sama Ellen kita aja." Ucap Arga.

"Nggak. Gue itu setia kawan, nggak kek dia tuh." Ucap Zelin, menunjuk Naren dengan ujung dagu nya.

Tok

Tok

Tok

Ellen sudah berdiri didepan kamar Arvan. Setelah diketuk Arvan tak kunjung keluar.

"Kemana sih dia?." Gumam Ellen.

Kembali Ellen mengetuk pintu kamar Arvan, tapi yang bersangkutan tetap tak keluar.

Ellen menekan gagang pintu, ternyata tak dikunci.

"Pantes pintu gue gedor-gedor nggak dengar. Kuping nya di sumpel." Ellen berjalan mendekat kearah Arvan yang sedang berdiri didepan jendela dengan headphone menutup kuping nya.

Lancang, Ellen menarik headphonenya. "Lo ditungguin malah asik sendiri disini. Kalau nggak mau makan bilang, biar kita nggak nungguin lo." Omel Ellen begitu Arvan menoleh dengan wajah datar nya.

"Berisik." Satu kata tapi semakin membuat Ellen kesal, apalagi Arvan kembali memasang headphone nya.

Ellen tak menyerah begitu saja. Dia kembali menarik headphone Arvan lalu melemparnya kearah kasur.

"Lo! Kalau headphone gue rusak gimana." Kesal Arvan, segera mengambil headphone nya yang Ellen lempar.

"Bodo amat. Buruan turun nggak." Ellen menarik tangan Arvan. Tapi karena tenaga Ellen kalah kuat dengan Arvan dan juga posisi Arvan yang kurang seimbang, jadi keduanya ambruk diatas kasur dengan posisi Ellen yang menimpa tubuh Arvan.

Sekian detik dengan posisi seperti itu dengan mata yang saling bertatapan. Entah kenapa jantung keduanya berdetak semakin kencang.

"Betah banget lo diatas gue?." Ucap Arvan memecah keheningan.

Buru-buru Ellen bangkit dari posisi itu. "Lo sih yang narik gue."

"Nggak salah, bukannya lo yang narik tangan gue." Ucap Arvan. Bangun dari posisi baringnya. Keduanya sebenarnya sama-sama salah tingkah, tapi bedanya Arvan bisa mengondisikan ekspresi nya.

"Serah lo deh. Kalau mau makan turun, kalau nggak jangan salahin gue kalau sampai malam lo kelaparan. Disini nggak ada gofood." Ucap Ellen lalu keluar dari kamar itu.

Kembali ke meja makan dengan perasaan kesal.

"Kenapa lo, balik-balik cemberut gitu?." Tanya Arga.

"Tanya sendiri tuh sama teman lo." Ucap Ellen.

"Lo apain lagi si Ellen?." Tanya Naren begitu Arvan duduk di kursi kosong disebelah Arga.

"Nggak gue apa-apain." Jawab Arvan.

"Kalau nggak lo apa-apain nggak akan mencak-mencak dia." Ucap Arga.

"Tanya sama dia lah. Yang mencak-mencak kan dia bukan dia." Ucap Arvan. Tanpa rasa bersalah kepada teman-temannya karena sudah menunggu lama, dengan santainya Arvan menyendok nasi keatas piring nya.

"Tuh kan, ngeselin kan kak. Kita nahan laper nungguin dia. Eh dia malah langsung makan gitu aja, nggak ada rasa bersalahnya." Omel Ellen.

"Katanya laper, ya makan lah." Ucap Arvan datar.

"Udah-udah. Kan udah ngumpul semua, ayo makan. Katanya mau jalan-jalan habis ini. Ingat loh, waktu kita cuma dua hari disini." Ucap Arga, melerai agar perdebatan tak belanjut.

"Temen lo emang ngeselin gitu ya?." Bisik Zelin kepada Naren yang kebetulan duduk disebelahnya.

"Emang udah gitu dari pabrik nya." Jawab Naren ngasal.

Mereka melanjutkan makan siang tanpa melanjutkan perdebatan Arvan dan Ellen. Selesai makan, mereka istirahat sebentar sebelum nanti jalan-jalan melihat pemandangan di kampung Ellen.

Kalau Ellen sendiri sih nggak sabar ketemu Zean.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!