NovelToon NovelToon
Accidentally Yours

Accidentally Yours

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / CEO / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Dokter
Popularitas:12.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mutia Kim

Velora, dokter muda yang mandiri, tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah hanya karena satu janji lama keluarga. Arvenzo, CEO arogan yang dingin, tiba-tiba menjadi suaminya karena kakek mereka dulu membuat perjanjian yakni cucu-cucu mereka harus dijodohkan.

Tinggal serumah dengan pria yang sama sekali asing, Velora harus menghadapi ego, aturan, dan ketegangan yang memuncak setiap hari. Tapi semakin lama, perhatian diam-diam dan kelembutan tersembunyi Arvenzo membuat Velora mulai ragu, apakah ini hanya kewajiban, atau hati mereka sebenarnya saling jatuh cinta?

Pernikahan paksa. Janji lama. Ego bertabrakan. Dan cinta? Terselip di antara semua itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutia Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Kondisi Arvenzo stabil

Keesokan harinya, cahaya matahari pagi menembus kaca jendela rumah sakit, memberi sedikit kehangatan pada ruangan yang dingin. Velora sudah terjaga sejak subuh, duduk setia di kursi samping ranjang suaminya. Ia menggenggam tangan Arvenzo, kali ini dengan senyum lega.

Pintu kamar ICU terbuka, dokter masuk bersama dua perawat.

“Dokter Velora,” ucap dokter ramah, “Kondisi tuan Arvenzo sudah jauh lebih stabil. Kami akan memindahkan beliau ke ruang rawat biasa hari ini.”

Mata Velora langsung berbinar. “Benarkah, Dok?” suaranya serak, setengah tak percaya.

Dokter mengangguk mantap. “Itu pertanda baik. Beliau masih belum sadar penuh, tapi tubuhnya sudah menunjukkan respon positif. Jangan khawatir, ini langkah besar menuju pemulihan.”

Velora menunduk, menahan air mata bahagia. Ia mengusap lembut punggung tangan Arvenzo. “Dengar, Ar... sebentar lagi kamu nggak perlu di ruang ICU lagi.”

Brankar yang membawa Arvenzo akhirnya berhenti di depan pintu ruang VVIP Prima Citra Hospital. Velora mengikuti langkah para perawat, hatinya masih berdegup kencang. Begitu pintu dibuka, ruangan luas dengan pencahayaan hangat menyambut mereka. Semua fasilitas tampak lengkap dan nyaman, jauh dari hiruk-pikuk ICU.

Perawat dengan sigap memindahkan Arvenzo ke ranjang pasien. Velora langsung maju, merapikan selimut yang menutupi tubuh suaminya, matanya tak lepas dari wajah pucat itu.

Tak lama kemudian, Mela, Pradipta, dan Wardhana masuk hampir bersamaan. Suasana tegang masih terasa, tapi ada sedikit kelegaan di wajah mereka saat melihat Arvenzo kini sudah terawat di ruang khusus.

Mela mendekati Velora, menggenggam tangannya erat. “Vel, sekarang kamu juga harus jaga kesehatan. Arven butuh kamu saat dia sadar nanti,” ucapnya dengan suara bergetar.

Velora hanya mengangguk pelan, menahan isak. “Aku nggak akan ninggalin dia, Ma.”

Pradipta berdiri di sisi ranjang, menatap anak lelakinya yang terbaring tak berdaya. Rahangnya mengeras, tapi matanya memerah. “Kamu harus bangun, Ven,” katanya lirih. “Papa nggak pernah minta apa-apa dari kamu, tapi kali ini Papa minta jangan tinggalkan kami.”

Wardhana, sang kakek, yang biasanya dikenal keras dan dingin, melangkah mendekat. Tangannya bergetar saat menyentuh lengan cucunya. “Arvenzo...” suaranya parau, penuh emosi. “Kakek sudah tua. Kakek ingin lihat kamu meneruskan keluarga ini, jangan buat kakek kehilangan kamu.”

Velora terdiam mendengar itu semua, hatinya semakin terhimpit. Ia meraih tangan Arvenzo, menggenggamnya erat-erat sambil berbisik, “Ar, dengar kan? Semua orang nunggu kamu. Aku juga...”

Air matanya jatuh, menetes ke punggung tangan suaminya. Untuk pertama kalinya, ia tak lagi menutupi perasaannya sendiri. Ia sadar rasa takut kehilangan Arvenzo bukan hanya karena status suami, tapi karena hatinya benar-benar mulai terpaut padanya.

Setelah semalaman berjaga, Velora akhirnya menyempatkan diri untuk mandi dan berganti pakaian di kamar kecil yang tersedia di ruang VVIP.

Rambutnya yang masih sedikit basah ia ikat rapi, wajahnya tampak lebih segar meski kantung mata masih jelas terlihat akibat kurang tidur. Ia melirik ke arah ranjang tempat Arvenzo terbaring, hatinya enggan beranjak, namun panggilan tugas tak bisa ia abaikan.

Mela yang duduk di kursi samping ranjang menoleh ketika Velora keluar. “Vel, kamu sudah mau pergi bekerja?”

Velora tersenyum tipis, lalu meraih tangan mertuanya. “Iya Ma, aku pamit dulu ya. Ada pasien yang harus aku visit pagi ini. Dan nanti siang, jadwal praktek juga sudah penuh. Banyak pasien yang menunggu untuk diperiksa.”

Pradipta menatap menantunya dengan sorot mata lembut. “Kamu benar-benar berdedikasi, Vel. Meski keadaanmu sendiri masih lelah karena menjaga suamimu, kamu tetap ingat pada kewajibanmu sebagai seorang dokter.”

Velora menghela napas, suaranya lembut. “Itu memang tugasku, Pa. Aku nggak bisa mengecewakan mereka. Tapi aku janji, setiap ada waktu luang, aku akan kembali ke sini untuk lihat kondisi Arven.”

Wardhana yang sedari tadi diam, akhirnya bicara. “Kamu perempuan yang kuat, Vel.” Wajah tuanya melembut, berbeda dari biasanya. “Tapi jangan terlalu memaksa diri. Kami akan menjaga Arven di sini, kamu fokus saja pada pasienmu. Biarkan kakek, Papa, dan Mama yang gantian menjaga.”

Velora tersenyum haru, menundukkan kepala hormat. “Terima kasih, Kek, Pa, Ma.” Ia lalu menunduk ke arah Arvenzo, menyentuh tangannya sebentar. “Aku pergi dulu, Ar. Kamu harus berjuang supaya cepat sadar, ya...”

Setelah itu ia beranjak keluar, langkahnya mantap meski hatinya berat. Di balik semua perannya sebagai istri yang cemas, Velora tetap seorang dokter yang diandalkan banyak orang. Dan ia tahu, Arvenzo pasti ingin melihatnya tetap menjalani kewajiban dengan tegar.

Koridor rumah sakit siang itu terasa ramai. Velora melangkah dengan tenang, membawa berkas rekam medis di tangannya. Wajahnya serius namun tetap lembut ketika menyapa suster dan keluarga pasien yang ia lewati.

Ia berhenti di depan salah satu kamar rawat inap, mengetuk pelan lalu masuk. Di dalam, seorang pria tua berusia sekitar 70 tahunan tengah duduk bersandar di ranjang dengan infus menempel di tangan. Rambutnya sudah memutih, tapi sorot matanya tajam penuh wibawa.

“Selamat siang, tuan Satrio,” sapa Velora ramah, sambil membuka berkas pasien. “Bagaimana perasaan anda hari ini?”

Satrio tersenyum tipis. “Lebih baik, Dok. Sudah tidak sesak seperti kemarin.”

Velora memeriksa stetoskopnya lalu mendekat, menempelkan ke dada pasien. “Tarik napas dalam-dalam... lalu hembuskan. Ya, bagus. Suara pernapasannya lebih bersih sekarang. Obatnya bekerja cukup baik.”

Satrio mengangguk, lalu menatap Velora lekat-lekat. Senyumnya melebar, ada kekaguman yang jelas. “Dokter Velora ini masih muda, cantik, dan pintar. Saya penasaran, sudah menikah atau belum?”

Pertanyaan itu membuat Velora sempat terdiam. Namun dengan tenang ia tersenyum, menjawab lembut, “Sudah, Tuan. Saya sudah menikah.”

Ekspresi Satrio berubah seketika. Senyumnya mengendur, wajahnya tampak kecewa walau berusaha menutupinya. Ia menghela napas panjang, mengalihkan pandangan. “Ah, begitu ya. Sayang sekali...” gumamnya pelan.

Velora menatapnya penuh tanya. “Kenapa, Tuan?”

Satrio tersenyum pahit. “Sebenarnya saya sudah lama berpikir kalau nanti saya sembuh, saya ingin mengenalkan cucu saya pada dokter. Anak itu tampan, baik, pintar, dan saya ingin dia punya istri yang juga seorang perempuan hebat. Tapi rupanya dokter sudah ada yang memiliki.”

Velora terdiam, lalu tersenyum sopan meski ada rasa canggung. “Terima kasih, Tuan, sudah menilai saya baik. Saya doakan cucu tuan Satrio bisa mendapat pasangan yang lebih cocok.”

Satrio hanya mengangguk pelan, sorot matanya masih menyimpan rasa kecewa. Namun akhirnya ia tertawa kecil untuk mencairkan suasana. “Ya, ya... memang jodoh sudah ada yang atur. Saya yang kebanyakan berkhayal.”

Velora ikut tersenyum tipis, menutup berkas pasien. “Kalau begitu, saya lanjut visit dulu ya, Tuan. Jangan lupa makan siang dan minum obatnya tepat waktu.”

“Baik, Dok,” jawab Satrio, suaranya masih berat. Ia menatap kepergian Velora dengan tatapan yang sulit ditebak antara kagum, kecewa, sekaligus pasrah.

1
Rahma Rain
coba Arvenzo tersenyum sedikit ke arah Velo pasti suasana nya tidak akan secanggung ini.
Rahma Rain
puji dengan kata2 yg manis dong Arvenzo. biar kehidupan rumah tangga mu nggak kaku
Nurika Hikmawati
lebih tepatnya mencoba fokus ya Vel... takut pikiranmu traveling 😂😂
Nurika Hikmawati
walopun Velora dokter di situ, tp emang boleh masuk ke dapur RS trus masak sendiri
Nurika Hikmawati
keluarga arvenzo serem juga ya, tapi Leona juga yg salah. berani bermain api, skg jadinya terbakar sendiri
mama Al
Alhamdulillah velora di terima keluarga Arvenzo
Dewi Ink
velora juga gak bakal ngebolehin, makanya dia turun tangan
Dewi Ink
hemm sepertinya lezat..kasian kalo sakit, gak doyan makanan RS
Istri Zhiguang!
Tapi setiap aku ngeliat sifat dingin Arvenzo, aku selalu keinget dia yang dulu selalu make mantan pacarnya buat nganu/Shy/ ini Arvenzo emang beneran baik dan cinta ke Velora atau cuma bermuka dua aja ya?
Istri Zhiguang!
Semoga Mama Mela gak kayak mertua lainnya yang bakal merintah menantunya sesuka hati
Istri Zhiguang!
Manggilnya langsung ayah/Facepalm/
Rosse Roo
Kiss yg kedua, tp rasanya lebih berbeda eaaa dr yg prtma🤭🤭
Rosse Roo
Aaaaa Lanjut Ar, lanjut di rumah aja. masih di RS soalnya/Facepalm/
Drezzlle
Arvenzo masih malu2 kucing /Facepalm//Facepalm/
Drezzlle
Maunya di suapin ya Ar
Drezzlle
enak ya punya teman yang solid gini
🌹Widianingsih,💐♥️
Deg-degan dong pastinya jantung 💓💓 Velora, sekalinya memandikan lap suaminya sendiri yang selama ini belum tau dalamnya🤪
🌹Widianingsih,💐♥️
Velora jadi nambah gelar baru nih.
Seorang dokter iya profesinya, istri statusnya sekarang jadi perawat dengan pasien suaminya sendiri🤭🤭
☘️🍀Author Sylvia🍀☘️
sepertinya Leona bakal hancur di tangan arvenzo. syukurin deh.
☘️🍀Author Sylvia🍀☘️
arvenzo kl udah marah, nyeremin juga ya Thor. untung aja dia langsung balas perbuatannya si Leona.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!