Ketika Romeo dan Tina mengunjungi sebuah museum desa terpencil, mereka tidak pernah menyangka bahwa patung kuno sepasang Dewa Dewi Asmara akan membawa mereka ke dunia lain—Asmaraloka, alam para dewa yang penuh kemegahan sekaligus misteri. Di dunia ini, mereka bukan lagi manusia biasa, tapi reinkarnasi dari Dewa Kamanjaya dan Dewi Kamaratih—penguasa cinta dan perasaan.
Terseret dalam misi memulihkan keseimbangan cinta yang terkoyak akibat perang para dewa dan iblis, Romeo dan Tina harus menghadapi perasaan yang selama ini mereka abaikan. Namun ketika cinta masa lalu dan masa kini bertabrakan, apakah mereka akan tetap memilih satu sama lain?
Setelah menyadari kisah cinta mereka yang akan berpisah, Sebagai Kamanjaya dan Kamaratih mereka memilih hidup di dunia fana dan kembali menjadi anak remaja untuk menjalani kisah yang terpisahkan.
Asmaraloka adalah kisah epik tentang cinta yang melintasi alam dan waktu—sebuah petualangan magis yang menggugah hati dan menyentuh jiwa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Penasaran
Keesokan harinya Tina pergi ke ruang lab komputer tentu saja ia sangat penasaran dengan mimpi beberapa hari ini dan sekalian ingin membuat tugas dari gurunya jadi anak-anak bebas mencari di google tentang tugasnya dan tidak ke warnet.
"Agus lo ngapain?" tanya Romeo pada Tina yang sedang fokus pada layar komputernya, yang menoleh ke arah Romeo. Ia juga heran ada Romeo juga disana.
"Lo juga ngapain? Lo ngikutin gue?" tanya Tina dengen mengernyitkan dahinya, ia curiga pada Romeo.
Cowok itu hanya tersenyum misterius, "Enggak sih cuma ya nugas juga." jawab Romeo yang tiba-tiba yang mengambil kursi dan duduk di sebelah Tina.
"Gue penasaran sama desa asmaraloka itu." bisiknya.
Tina menoleh sejenak dari layar komputernya, terkejut mendengar Romeo membahas desa Asmaraloka. "Lo masih penasaran sama desa itu?" tanyanya sambil mengerutkan kening.
"Iya, gue cari-cari informasi di internet, tapi kayaknya gak banyak yang bahas desa itu. Lo inget gak waktu kita tersandung di gapura, trus bunga jatuh? Aneh banget, kan?"
Tina menarik napas dalam-dalam, matanya kembali fokus ke layar komputernya. "Iya sih, aneh. Gue juga masih kepikiran sama orang-orang yang gue lihat di hutan. Kayak bukan manusia biasa."
Romeo mendekatkan kursinya sedikit. "Makanya, gue penasaran apakah ada sejarah atau cerita misteri di balik desa itu. Lo mau cari bareng?"
Tina awalnya ragu, tapi rasa penasaran akhirnya mengalahkan kegelisahannya. "Oke, kita coba cari informasi lebih dalam soal desa Asmaraloka."
Mereka pun mulai mencari berbagai artikel, forum, dan cerita rakyat terkait desa tersebut. Meskipun tidak banyak informasi yang muncul, mereka menemukan beberapa legenda yang berkaitan dengan mitos cinta dan kehidupan di desa Asmaraloka, namun semuanya tampak seperti cerita rakyat tanpa sumber yang jelas.
"Ini makin aneh," gumam Romeo, "tapi gue yakin ada sesuatu di sana yang belum terungkap."
Tina mengangguk pelan. "Mungkin kita butuh lebih dari sekadar Google untuk cari jawabannya."
"Maksudnya?Lo mau kita kesana lagi? Ogah gue!"
Romeo tertawa kecil mendengar respons Tina yang langsung menolak. "Santai, Gus. Gue gak ngajak kita ke sana lagi, kok. Maksud gue, mungkin kita bisa tanya-tanya sama guru atau orang lokal yang lebih ngerti soal tempat itu. Siapa tahu ada yang tahu lebih banyak dari apa yang kita temuin di internet."
Tina mendengus, "Mau aja lo main ke tempat yang bikin gue merinding."
"Eh, kan cuma penasaran," jawab Romeo sambil tersenyum. "Lagipula, siapa tahu ada cerita seru di balik desa itu yang belum kita tahu."
Tina menatap Romeo sejenak, lalu kembali fokus pada tugasnya. "Yaudah deh, kalau emang lo masih penasaran, coba aja tanya-tanya. Tapi gue gak ikutan ke sana lagi. Sekali aja udah cukup bikin gue gak tidur semalaman."
"Deal!" kata Romeo sambil tertawa. "Gue yang tanya-tanya, lo aman aja disini."
"Eh tapi Lo inget gak sih? Pas kita lagi di villa dan kita lihat buk meli keluar dari kamar yang terlarang?"
"Iya tentu gue lihat. Mukanya dia gak bersahabat banget dan kayak galak gitu kan ya? Trus dia bilang kita harus pergi."
"Terus juga Bu meli yang dari depan juga di suruh balik ke bis, tapi suaranya lembut."
Romeo mengangguk pelan, merenung sejenak. "Pas di villa itu, suasananya emang aneh banget. Gue sampe heran, gimana bisa ada dua Bu Meli sekaligus? Yang satu galak, yang satu lembut. Kayaknya aneh kalau cuma kebetulan."
Tina menatap Romeo, merasakan kekhawatiran yang sama. "Iya, itu yang bikin gue makin gak nyaman. Gue gak bisa ngelupain mukanya waktu dia keluar dari kamar terlarang itu. Rasanya bukan kayak Bu Meli yang biasanya kita kenal."
Romeo menghela napas. "Mungkin ada sesuatu di desa itu, dan juga villa itu. Tapi entah apa."
Tina bergidik. "Gue jadi makin yakin gak mau ke sana lagi."
Tina mengetikan lagi tentang desa asmaraloka itu di google. Menurut google tentang sejarahnya yaitu ada dewa asmara yang di kutuk oleh dewa tertinggi di dewa loka. Dewa asmara itu menjadi abu karena keadaan mendesak membuat dewa asmara itu memanah sang dewa tertinggi. Belum menjelaskan kalau ada perang diantara dewa-dewa, dewa tertinggi mengutuknya menjadi abu.
Tina membaca lebih lanjut tentang sejarah Desa Asmaraloka. Dewa Asmara, yang dikenal sebagai dewa cinta, terlibat dalam konflik besar di antara para dewa. Menurut legenda, Dewa Asmara memanah Dewa Tertinggi dalam keadaan terdesak karena pertikaian yang memanas. Hal ini dianggap sebagai penghinaan besar, dan sebagai hukuman, Dewa Tertinggi mengutuknya menjadi abu, mengakhiri eksistensinya sebagai dewa.
Saat Tina membaca lebih jauh, ia menemukan bahwa Desa Asmaraloka dipercaya sebagai tempat di mana abu Dewa Asmara jatuh dan mempengaruhi tanahnya. Ada kepercayaan bahwa jiwa Dewa Asmara masih mengawasi desa itu, dan barang siapa yang tersandung oleh "tali asmara" yang tidak terlihat, diyakini terhubung dengan takdir yang diciptakan oleh cinta abadi.
Tina merasa bulu kuduknya merinding membaca cerita itu. "Jadi, desa ini punya hubungan sama kutukan dewa? Dan mungkin kejadian aneh yang kita alami ada kaitannya dengan ini?" katanya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.
Romeo yang duduk di sampingnya melirik layar komputer Tina. "Makin creepy aja. Kalau kayak gini, kayaknya memang gak cuma legenda, deh. Lo beneran percaya?"
Tina menggeleng cepat, "gue gak percaya!"
"Yaudah." Romeo tertawa pelan, melihat reaksi Tina, entah apa yang ia pikirkan tentang mitos atau legenda itu.
Tina langsung pergi ke kelas setelah keluar dari ruang lab, wajahnya masih memerah. Saat ia melihat Dinar duduk di bangkunya, Tina segera menghampirinya dan duduk di sebelahnya.
"Dinar, gue harus cerita sesuatu," kata Tina dengan nada sedikit panik.
Dinar menoleh, penasaran. "Kenapa, Na? Lo kenapa kok keliatan panik gitu?"
Tina menarik napas panjang sebelum memulai cerita. "Tadi gue lagi di lab sama Romeo, ngerjain tugas, terus kita ngomongin Desa Asmaraloka lagi. Gue baca artikel tentang legenda desa itu, katanya ada benang merah di gapura karena kutukan Dewa Asmara dan Dewi Asmara, terus gue ngerasa kayak... ya gimana ya, kayak aneh aja. Apalagi Romeo malah becanda soal kita jadi jodoh beneran!"
Dinar tertawa kecil mendengar cerita Tina. "Hah, terus gimana? Lo ngerasa jodoh sama Romeo, gitu?"
Tina mendesah, merasa malu. "Ya enggak, Din! Tapi tadi gue jadi kepikiran, terus tiba-tiba gue malu banget. Romeo malah ngeledekin lagi."
Dinar menggeleng sambil tersenyum jahil. "Tina, lo serius mikirin ini? Romeo emang suka becanda, tapi kayaknya dia seneng tuh ngegodain lo. Siapa tau beneran ada perasaan di balik becandaannya."
Tina menunduk sambil menggigit bibirnya, merasa sedikit bingung. "Ah, nggak tau deh. Pokoknya gue tadi malu banget dan langsung pergi dari situ."
Dinar menepuk bahu Tina, mencoba menenangkannya. "Udah, santai aja. Kalau Romeo beneran suka sama lo, pasti ada tandanya. Lo juga pelan-pelan aja ngerespon, jangan terlalu dipikirin. Lagian, siapa tau benang merah di Desa Asmaraloka itu beneran ada, haha."
Tina hanya tersenyum tipis, meski di dalam hatinya, pikirannya masih terjebak dalam kebingungan antara cerita legenda dan candaan Romeo.
Setelah mendengar saran dari Dinar, Tina mencoba menenangkan diri dan kembali fokus pada pelajaran di kelas. Namun, pikirannya terus melayang ke momen di ruang lab tadi. Bayangan senyum Romeo yang terlihat serius tapi penuh canda menghantuinya.
Ketika bel istirahat berbunyi, Tina memutuskan untuk duduk di bangkunya saja, tidak seperti biasanya ia akan pergi ke kantin bersama Dinar. Sambil menulis di buku catatannya, ia mencoba mengalihkan pikirannya. Namun, tak lama kemudian, Romeo muncul di depan kelasnya.
"Tina," panggil Romeo dengan santai sambil bersandar di pintu. "Gue boleh ngobrol bentar?"
Dinar yang melihat itu hanya menaikkan alis, memberi kode pada Tina untuk keluar. "Ya udah, gue tunggu di kantin aja ya," katanya sambil tersenyum jahil dan berlalu pergi.
Tina berdiri dengan ragu. "Ngapain, Rom?" tanyanya sambil mengikuti Romeo yang mulai berjalan ke lorong.
Mereka akhirnya berhenti di taman belakang sekolah, tempat yang cukup sepi. Romeo duduk di bangku kayu di bawah pohon, lalu menatap Tina dengan ekspresi serius, berbeda dari biasanya.
"Lo nggak marah kan sama gue soal tadi di lab?" tanya Romeo tiba-tiba.
Tina mengerutkan kening, sedikit bingung. "Marah? Kenapa gue harus marah?"
Romeo menggaruk kepalanya yang tidak gatal, terlihat sedikit canggung. "Ya, gue tahu gue suka ngegodain lo, tapi tadi kayaknya lo beneran kesal. Gue cuma becanda soal jodoh-jodohan itu. Kalau lo nggak nyaman, maaf ya."
Tina tertegun. Ia tidak menyangka Romeo akan meminta maaf dengan nada setulus itu. Ia pun tersenyum kecil, merasa lega. "Nggak apa-apa kok. Gue cuma kaget aja, soalnya topik itu... ya, gimana ya, agak sensitif."
Romeo mengangguk pelan, lalu tersenyum. "Tapi lo tau nggak, gue serius penasaran sama Desa Asmaraloka. Kayak ada sesuatu di sana yang bikin gue pengen balik lagi."
Tina memandang Romeo, sedikit terkejut. "Lo mau balik ke sana? Seriusan? Bukannya lo kemarin bilang nggak mau?"
Romeo mengangkat bahu. "Awalnya iya. Tapi sekarang gue kepikiran terus. Kayak ada yang nggak selesai di sana. Dan, gue ngerasa kalau ada lo, semuanya bakal lebih gampang."
Wajah Tina langsung memerah. "Apa maksud lo?"
Romeo tertawa kecil, kembali ke gaya santainya. "Ya, lo kan suka mikir detail. Lagian, kalo beneran ada benang merah di gapura itu, siapa tau kita bisa tahu lebih banyak soal kutukan desa itu."
Tina menatap Romeo dengan campuran rasa bingung dan penasaran. "Lo beneran mau cari tahu soal itu?"
Romeo mengangguk. "Iya. Tapi cuma kalau lo mau ikut."
Tina mendesah, mencoba menutupi perasaan gugupnya. "Ntar gue pikirin dulu deh." Namun, di dalam hatinya, ia merasa sesuatu yang besar akan terjadi jika mereka benar-benar kembali ke Desa Asmaraloka.