NovelToon NovelToon
DUDA LEBIH MENGGODA

DUDA LEBIH MENGGODA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: Monica

:"Ya Allah, kalau Engkau tidak mengirimkan jodoh perjaka pada hamba, Duda juga nggak apa-apa ya, Allah. Asalkan dia ganteng, kaya, anak tunggal ...."

"Ngelunjak!"

Monica Pratiwi, gadis di ujung usia dua puluh tahunan merasa frustasi karena belum juga menikah. Dituntut menikah karena usianya yang menjelang expired, dan adiknya ngebet mau nikah dengan pacarnya. Keluarga yang masih percaya dengan mitos kalau kakak perempuan dilangkahi adik perempuannya, bisa jadi jomblo seumur hidup. Gara-gara itu, Monica Pratiwi terjebak dengan Duda tanpa anak yang merupakan atasannya. Monica menjalani kehidupan saling menguntungkan dengan duren sawit, alias, Duda keren sarang duit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Monica , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

23

Siang menjelang sore. Di sebuah ruangan tersembunyi dalam kantor hukum kecil milik kenalan Adrian, tim Monica duduk mengelilingi meja, menonton ulang rekaman rahasia dari gudang. Suasana hening, hanya suara desisan napas dan gelegar sunyi di dada mereka yang terdengar.

"Ini bukti kuat," kata Monica akhirnya. "Paksaan, penyuntikan, manipulasi psikologis. Kita bisa bawa ini ke Komnas HAM, Dewan Etik Psikiatri, bahkan ke media internasional."

Adrian mengangguk, "Tapi Raline bukan cuma tokoh publik. Dia punya pengaruh ke jaringan media, aparat, sampai politik. Kalau kita salah langkah, kita yang dibungkam duluan."

Teddy menatap layar yang sudah gelap, "Kalau begitu, kita harus pastikan narasi ini menyebar lebih dulu sebelum mereka sempat membendungnya."

Malam itu, Monica menghubungi teman lamanya: Dira, seorang jurnalis senior yang pernah dipecat karena terlalu vokal membongkar kasus korupsi. Mereka bertemu diam-diam di sebuah kedai kopi tertutup di bilangan Menteng.

"Aku sudah duga kalian akan datang padaku," kata Dira sambil menyulut rokok. "Setelah tiga stasiun TV tolak laporan investigasiku soal yayasan itu, aku tahu ini bukan sekadar kasus internal."

Monica membuka laptop, menunjukkan rekaman. Dira menontonnya tanpa bicara. Setelah lima menit, dia menutup laptop itu sendiri.

"Kalau ini bocor... akan meledak. Tapi juga berbahaya."

"Aku tahu," jawab Monica. "Tapi kamu selalu bilang, kebenaran cuma berarti kalau berani diungkapkan."

Dira tersenyum tipis, "Kamu masih ingat itu, ya?"

Keesokan harinya, artikel Dira muncul di platform berita independen yang punya jaringan luas di media sosial:

“Di Balik Yayasan Palsu: Kisah Livia dan Operasi Psikologis untuk Membungkam Kebenaran.”

Dalam waktu dua jam, artikel itu sudah dibagikan puluhan ribu kali. Potongan video direkam ulang oleh kanal YouTube aktivis dan jurnalis warga. Tagar baru bermunculan:

#JusticeForLivia

#RalineBukanMalaikat

#YayasanKelam

Raline duduk di ruang kerjanya, memandangi layar. Wajahnya tanpa riasan, tapi matanya memancarkan amarah dingin.

Seorang staf muda masuk dengan wajah pucat, "Bu... jaringan stasiun A dan B minta klarifikasi. Mereka bilang akan beri waktu sampai malam sebelum publikasi lanjutan."

Raline berdiri, meraih ponsel, lalu menekan nomor.

"Siapkan rencana darurat. Kita ganti narasi. Kalau perlu... korbankan Livia sepenuhnya."

Di seberang, terdengar suara pria tua, kaku, "Jika kau korbankan satu aset yang sudah terekspos, akan ada pertanyaan. Terlalu banyak sorotan. Waktunya aktifkan kontak lama—‘sang tangan kanan’."

Raline menutup ponsel pelan. Matanya menyipit.

"Kalau begitu... waktunya bawa dia kembali."

Di lokasi berbeda, Teddy dan Monica berada dalam perjalanan menuju tempat persembunyian Livia yang diamankan. Mereka tahu serangan balik bisa datang kapan saja.

Tiba-tiba, mobil mereka dipotong kendaraan hitam dari arah berlawanan. Dua orang bertopeng turun cepat, membawa tongkat listrik.

Adrian, yang mengemudi mobil kedua, segera membelok dan menabrak sisi mobil hitam itu, memberi waktu Teddy dan Monica melarikan diri.

"Ayo! Lari ke gang!" teriak Adrian.

Monica menarik Teddy. Tapi saat mereka berlari, Teddy sempat menoleh. Salah satu penyerang—tatapannya tajam, familiar.

Bukan sekadar tukang pukul biasa. Tapi seseorang dari masa lalu Teddy… yang seharusnya sudah mati.

Mereka berhasil meloloskan diri dan bersembunyi di kontrakan tua milik relawan. Nafas mereka masih terengah, tapi rasa gentar menggulung.

Teddy menatap Monica, "Mereka aktifkan ‘tangan kanan’. Aku kenal dia... dulu dia orang dalam terapi trauma militer. Pasien berbahaya. Aku pernah bantu diagnosisnya. Tapi akhirnya dia dibungkam dan... aku pikir dia meninggal."

Monica bergidik, "Berarti mereka sudah melewati batas... dan siap perang terbuka."

1
Wien Ibunya Fathur
ceritanya bagus tapi kok sepi sih
Monica: makasih udah komen kak
total 1 replies
Monica Pratiwi
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!