Mungkin berat bagi wanita lain menjalankan peran yang tidak ia inginkan. Tetapi tidak dengan Arumi yang berusaha menerima segala sesuatunya dengan keikhlasan. Awalnya seperti itu sebelum badai menerjang rumah tangga yang coba ia jalani dengan mencurahkan ketulusan di dalamnya. Namun setelah ujian dan cobaan datang bertubi-tubi, Arumi pun sampai pada batasnya untuk menyerah.
Sayangnya tidak mudah baginya untuk mencoba melupakan dan menjalani lagi kehidupan dengan hati yang mulai terisi oleh seseorang. Perdebatan dan permusuhan pun tak dapat di hindari dan pada akhirnya memaksa seseorang untuk memilih diantara mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19. Obrolan Masa Lalu
Bab 19. Obrolan Masa Lalu
POV Arumi
Tidak ada kata yang terucap selama perjalanan menuju pulang ke rumah. Keheningan hanya membuat detak jantung ini semakin menggila.
Sesekali ku lirik wajah dingin yang fokus dibalik kemudinya. Aku merasa canggung kami hanya diam seribu kata.
"Maaf, kamu pasti menunggu lama." Ucapku melepas kesunyian di antara kami.
"Tidak. Orang tuamu terlihat sehat sepertinya."
Aku tersenyum. Setidaknya dia memperhatikan kedua orang tuaku meski dari kejauhan dan tanpa menyapa.
"Iya, alhamdulillah mereka sehat."
"Kamu boleh pergi menemui mereka jika kamu bosan di rumah. Minta saja Pak Hasan mengantarkan mu kesana."
" Ya? Benar boleh begitu?"
"Ya. Apa kamu pikir, aku sekejam itu?"
"Oh, tidak. Kamu baik." Ucapku dan mengalihkan wajahku ke arah jendela, malu.
"Minggu depan Mama ulang tahun. Ulang tahunnya akan dirayakan di panti asuhan."
"Baik. Apa aku harus memberi kado? Mama sukanya apa ya?"
"Tidak perlu. Kamu bersiap saja, dan berpenampilan sewajarnya."
"Baik."
Ternyata, tidaklah sulit memecah keheningan di antara kami. Asalkan mengajaknya berbicara lebih dulu, dia mau mengobrol dengan ku.
Tapi, apalagi ya yang bisa ku jadikan bahan pembicaraan? Mendadak otak ini nge-blank dan malah degup jantung saja yang kembali berdebar tak karuan.
"Apa kamu dekat dengan Renata?"
Apa?! Kenapa dia tiba-tiba bertanya soal Renata? Apa dia belum bisa melupakan Renata? Yahh, wajar sih. Mereka menjalin hubungan cukup lama. Dan dilandasi perasaan pula. Apalah aku ini, mungkin cinta sepihak saja.
"Dikatakan dekat sekali, tidak. Tapi kami akur sebagai saudara sepupu kebanyakan. Kenapa?"
"Tapi aku tidak pernah melihatmu dulu."
"Mungkin Renata hanya mengenalkan mu pada sepupu yang lain. Lagi pula, dulu aku sibuk bekerja." Jawabku.
Aku memang sibuk bekerja kesana kemari untuk membantu melunasi utang kedua orang tua ku.
"Berarti, kamu tidak tahu dia dekat dengan siapa saja."
"Setahu ku, Renata memang tidak terlalu dekat dengan para sepupu. Mungkin dia lebih dekat pada sahabatnya. Kalau kamu ingin tahu siapa saja yang dekat dengannya, mungkin kamu bisa tanya sahabatnya." Ujar ku.
"Tidak. Itu tidak perlu. Sudahlah, lupakan saja."
Bingungkan saja. Sepertinya dia masih mencintai Renata. Tapi sakit hati mengingat dirinya di tinggalkan. Wajar saja. Karena kalau itu aku, aku juga pasti merasakan hal yang sama. Sakit hati kepada Mas Arman juga masih kurasakan sampai kini.
Setelah itu, keheningan kembali tercipta di antara kami.
"Sepertinya, kamu sangat mencintai Renata." Kataku.
Aku ingin melihat ekspresinya.
Dia hanya tersenyum getir tanpa merespon ucapanku. Entah apa yang ada dalam pikirannya.
"Ditinggalkan memang sakit rasanya. Apalagi kalau sudah sangat mencintai. Mungkin aku kurang paham perasaanmu, tapi aku sedikit mengerti perasaan itu."
Kataku, lalu menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.
"Kisah ku mungkin tidak sama dengan mu. Tapi bisa di bilang kita sedikit mirip. Walau aku belum mencintai Mas Arman, tetapi aku berusaha menerimanya. Yang bikin aku kecewa padanya, dia tidak menolak ku di awal. Tetapi malah menyiksaku sampai akhir."
"Menyiksa? Siapa Arman? Mantan suamimu?"
Ah, kenapa aku harus bercerita padanya ya? Apa karena aku ingin tahu isi hatinya tentang Renata? Tapi, apa aku belum pernah cerita siapa Mas Arman padanya ya? Sudah terlanjur begini, aku ceritakan saja semua.
"Iya. Kami menikah atas perjodohan orang tua kami. Aku tidak tahu dia sudah punya kekasih. Dan aku pun tidak mengenal dirinya. Lalu kami menikah, dan bisa kamu bayangkan seperti apa malam pengantin yang menikah tanpa ada rasa cinta."
"Maksudmu?"
Oh, apa aku salah bicara? Kami juga menikah tanpa rasa cinta. Dan tidak ada yang terjadi di malam pertama di antara kami. Duh, bodohnya aku. Apa Dimas tersinggung ya?
"Emm...maksudku...yah, hanya tidur membelakangi tanpa melakukan apa-apa."
Duh, bodoh! Bikin malu saja. Apa aku terlihat seperti ingin di sentuh? Dimas pasti berpikiran buruk padaku. Aku harus menjelaskannya.
"Aku juga tidak tahu harus bagaimana karena tidak memiliki pengalaman dekat dengan seorang pria. Tetapi aku berusaha sebaik mungkin untuk menjadi istri yang baik. Dan sebelum aku bisa memulai semuanya, Mas Arman membawa kekasihnya ke rumah kami keesokan harinya." Ungkap ku tertunduk.
Bisa ku rasakan Dimas sempat menoleh padaku sesaat. Tetapi dia tidak mengatakan apa-apa. Ah, malunya aku. Benar-benar kisah yang buruk dan memalukan.
Setelah itu benar-benar tidak ada lagi pembicaraan di antara kami.
***
Keesokan harinya.
Aku bangun seperti biasa. Setelah melakukan kewajibanku sebagai seorang muslim, aku pun keluar kamar dan bersiap untuk bertempur di dapur.
Hari ini tanggal merah, Dimas biasanya tidak bekerja di hari seperti ini. Dia akan menghabiskan waktu seharian di rumah, jika tidak ada urusan mendesak soal pekerjaan.
Lebih baik, aku masak dan membuat camilan yang banyak untuk menemaninya duduk bersantai nanti.
"Sudah bangun?"
"Oh!"
Kaget aku! Tiba-tiba Dimas ada di depanku dengan tubuh basah oleh keringat. Ia menyeka keringatnya dengan mengangkat sedikit kaos hitamnya dan... astaga! Aku tidak menyangka bisa melihat pahatan kotak-kotak pada tubuh suami ku sendiri. Aku terpana...
Aku melirik sekilas ke arah ruang bersantai di depan balkon yang memang juga di sediakan dua alat gym, untuk berolahraga di rumah. Sepertinya Dimas tadi sedang ngegym disana.
"Kamu mau ke dapur?"
"Eh, i... iya."
Bikin gugup saja, kenapa dia banyak sekali bertanya di pagi buta ini.
"Kamu sudah mau sarapan?"
"Nanti saja. Aku mandi dulu setelah keringatku hilang."
"Oh, iya."
Duh, malah kaku begini akunya. Kami masih saling berhadapan, dengan jarak yang lumayan dekat. Bikin aku salah tingkah saja, dan canggung di buatnya. Apalagi dia terus menatapku sembari sesekali mengelap keringatnya.
"Ehem. A.. aku ke dapur dulu ya."
"Iya."
Aku mengambil langkah seribu menuruni anak tangga. Bisa ku rasakan Dimas menatap punggungku hingga panas rasanya.
Duh, dia kenapa sih? Kenapa pagi gini sudah bikin olah raga jantung? Membuat jantung ku tidak sehat saja.
"Pagi Non." Sapa Bibi saat kami bertemu di ujung tangga.
Bibi sedang mengepel ruangan bawah. Dia sudah mulai beraktifitas membersihkan rumah.
"Iya Bi."
"Hati-hati Non, lantai licin."
"Terima kasih Bi."
Kemudian aku lanjutkan langkah ku menuju dapur. Memeriksa bahan-bahan makanan yang aku perlukan. Lalu membuang dan membersihkan makan yang sudah tidak layak di makan.
"Nasi goreng, enak kayaknya. Apalagi cuaca sepertinya tidak panas pagi ini." Gumam ku yang bisa merasakan hembusan angin dingin yang masuk di sela-sela ventilasi rumah ini.
Aku lalu menyiapkan bahan-bahannya. Karena terbiasa, aku cukup cekatan memproses makanan dan camilan yang ingin di buat.
"Masak apa hari ini?"
"Allahu Akbar!!"
Kelontang!
Sendok masakan yang ku pegang jatuh ke lantai karena terkejut tiba-tiba Dimas ada di belakangku dengan jarak yang sangat-sangat dekat sampai aku bisa merasakan hembusan napasnya sesaat.
Jantung ku hampir meledak, mana kala ketika ia membalik tubuh, wajah kami nyaris saja bertemu.
"Dim...mas...."
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
hari ini apes bener arumi.. bertemu org2 ##$$@## dpt tlp dr pamannya yg juga sama2 ##$@##$🙄
suka dgn gaya rumi yg tdk mudah memperlihatkan kelemahannya pd lawan bicara yg pd nyebelin itu..meski dlm hatinya remuk redam... pasti berat bagi rumi dlm situasi yg spt ini.. semangat arumi... semoga semua masalah cpt berlalu n kamu bisa hidup dgn lbh baik kedepannya
kamu yg ninggalin dimas... tp sekarang malah gk tau malu minta balikan... maksudmu piye? jgn takut arumi lawan aja itu si renata.. bkn kamu yg salah.. dia yg ninggalin dimas jd jgn kepengaruh sama renata...
kpn up nya