Yun Bàntiān adalah pendekar pedang terkuat di dunia kultivasi. Terkenal, tampan, dan ditakuti... namun memilih hidup damai bersama istri dan anaknya, jauh dari hiruk-pikuk dunia.
Tapi kedamaian itu hancur ketika dua dewa turun dari langit—berniat membunuhnya demi menghentikan sebuah ramalan kuno.
Dalam pertempuran yang mengguncang dunia, Yun Bàntiān mengorbankan seluruh tubuh dan jiwanya… dan membunuh dua dewa sekaligus..
Namun kematian bukan akhir.
Ia terbangun di masa lalu—sebagai bayi!
Sayangnya, ingatannya telah hilang, tercerai-berai bagaikan bintang di langit.
Siapa dia sebenarnya?
Kenapa para dewa takut padanya?
Apa isi ramalan yang bahkan surga ingin lenyapkan?
Ini adalah kisah sang pendekar yang hidup kembali untuk mengubah takdir... dan menantang surga itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yun Ru Ze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 – Hari Bahagia yang Terkoyak Tragedi
Yun Bàntiān tersadar, namun terkejut mendapati tubuhnya telah terbalut pakaian pengantin merah menyala, disulam benang emas yang berkelok membentuk naga menjalar dari bahu hingga ujung lengan—seakan siap terbang ke langit. Ikat pinggang giok hitam memancarkan wibawa, sementara mahkota perak berbentuk tanduk naga bertengger di kepalanya. Sekilas, ia bagaikan kaisar muda yang terlahir dari legenda kuno.
Ia menggeleng pelan sambil memegang kepalanya."Apa yang terjadi? Bukankah seharusnya aku masih berada di dunia Transenden itu…" gumamnya dengan pelan.
Ketika keluar dari kediaman, ia mendapati dirinya berada di halaman keluarga Yun. Iring-iringan pernikahan telah siap, para kerabat menatapnya penuh antusias. Tiba-tiba, Yun Bǎoyún—ayahnya—muncul sambil tersenyum.
"Selamat anakku, kamu akan menikah dengan Luo Qīngméi, dari keluarga Luo."
Yun Bàntiān menatap dengan bingung "ayah bukannya aku tunangannya?."
Yun Bǎoyún menggelengkan kepalanya “Bukan. Kau hanyalah pria yang berkultivasi dan jatuh cinta padanya. Meskipun semua orang mengagumimu kamu memilih dirinya, tubuhmu menyimpan rahasia yang tak boleh dibicarakan. Ingat itu.”
Yun Bàntiān terdiam. Kebingungan itu ia abaikan, dan memilih menaiki kuda spiritualnya. Perjalanan menuju sekte Pedang Embun Pagi memakan waktu satu minggu. Sepanjang jalan, di setiap kota yang mereka lewati, tatapan iri dan cemburu terus mengarah padanya—terutama karena Luo Qīngméi, yang sekarang di juluki Peri Pedang Kecil yang kecantikannya membuat bintang pun meredup.
Beberapa hari telah berlalu...
Mereka tiba di hutan yang dekat dengan sekte Pedang Embun Pagi,Yun Bàntiān selalu waspada di setiap perjalanan, tiba-tiba siluet Pedang berwarna biru muncul menyerang dirinya, tapi Yun Bàntiān tidak peduli, namun saat dia melihat kebelakang anehnya seluruh keluarga Yun tidak ada seperti hilang di telan bumi.
Yun Bàntiān turun dari kuda, berkata dengan lantang "Apa kalian hanya akan bersembunyi seperti tikus pengecut?!"
Ratusan pria berjubah hitam muncul, membentuk lingkaran. Qi yang keluar dari tubuhnya bukan Qi Gelap ataupun Qi Pedang, melainkan Qi Petir yang berkilat di sekelilingnya. Kultivasinya kini berada di tahap akhir Penembusan Delapan Meridian Luar.
Saat Yun Bàntiān memanggil senjatanya yang muncul bukan Pedang Iblis Penghancur Surga,tapi pedang yang bisa menyalurkan Qi petir.
Sang pemimpin musuh melangkah maju, menatapnya dengan niat membunuh. “Kami akan membawamu ke neraka!”
Yun Bàntiān hanya menyeringai. “Membunuhku? Apa kalian sudah memenuhi syarat?” tawanya terdengar dingin.
Pemimpin berjubah hitam berkata dengan marah "Cari mati!."
Pertarungan pun pecah. Ia bergerak bagai bayangan petir, menari di antara tebasan, menancapkan pedang pada titik vital lawan. Tubuh-tubuh berjubah hitam berguguran tanpa sempat menjerit. Setelah menyeka keringat, ia kembali menaiki kudanya, meninggalkan mayat-mayat membisu di tanah.
Beberapa Jam Berlalu...
Namun, setibanya di gerbang sekte Pedang Embun Pagi, yang ia temui bukanlah kemeriahan pesta… melainkan pemandangan neraka. Darah mengalir di jalanan, mayat para murid sekte Pedang Embun Pagi bergelimpangan.
Ia Berteriak marah "SIAPA YANG MELAKUKANNYA!!!."
Di kediaman Luo Qīngméi, ia membeku. Tubuh wanita itu terbujur kaku di ranjang pengantin, gaun merahnya ternoda darah. Ia memeluknya erat, berusaha menghangatkan jasad yang tak lagi bernyawa. Amarah dan kebencian menyembur, Qi Gelap meledak hingga langit bergemuruh.
"QING,ERRR!!."
Tiba-tiba, dari atas, tangan raksasa meraih jiwa Luo Qīngméi yang melayang. Dengan tebasan penuh tekad, Yun Bàntiān menghancurkan tangan itu, namun hanya berhasil merebut jiwa kenangannya, bukan jiwa tubuhnya maupun .
Yun Bàntiān bersumpah penuh kebencian dan amarah "Takdir ingin aku jatuh, surga ingin merebut mu… tapi di detik ini, merekalah yang akan merasakan ketakutan. Aku, Yun Bàntiān, akan membalikkan langit!"
Petir surgawi mencoba menyambar, namun seolah ketakutan, kilatan itu lenyap begitu menyentuh tubuhnya.
Ia kembali ke kamar Luo Qīngméi, membaringkan jasadnya. Air mata jatuh tanpa henti. Saat mencari yang lain, ia menemukan gurunya, Luo Língxiāo, juga telah tewas. Dengan berat hati, ia membaringkan sang guru di sisi murid kesayangannya.
Yun Bàntiān mengangkat tubuh Luo Língxiāo dan berkata dengan sedih "Maafkan aku guru karena terlambat."
Yun Bàntiān melangkah kaku, setiap tapaknya terasa seperti menginjak bara. Ia menelusuri lorong berdarah itu, mencari satu per satu tubuh para pemimpin sekte, para tetua, dan sahabat seperguruannya. Dan di sanalah mereka—terbaring kaku tanpa nyawa, wajah mereka membeku dalam senyum yang tak sempat menyambut hari bahagia.Yang seharusnya menjadi perayaan termulia, kini berubah menjadi panggung duka dan malapetaka yang menggoreskan luka abadi di hatinya.
Dia menanggalkan perhiasan di kepalanya, membiarkan rambutnya tergerai berantakan tertiup angin duka. Langkahnya gontai, matanya menyapu setiap sudut, mencari secuil petunjuk tentang siapa yang telah merenggut nyawa mereka. Namun, sia-sia—tak ada jejak kaki, tak ada aroma darah yang tertinggal, seolah sang pembunuh datang dan pergi bagai bayangan yang tak pernah ada.
Yun Bàntiān kembali ke kediaman Luo Qīngméi, langkahnya berat bagaikan memikul beban seluruh langit.Ia menatap wajah wanita itu—dingin seperti salju abadi, namun ada luka tak kasat mata di balik tatapannya.Tanpa berkata sepatah pun, ia meraih wajahnya, memberi ciuman panjang di bibirnya, seolah ingin menyalurkan semua penyesalan dan cinta yang tak sempat diungkapkan.Usai melepas bibir itu, Yun Bàntiān jatuh berlutut.
Tangannya mengepal, jemarinya bergetar.
"Maafkan aku... Guru... Qing’er... dan semua saudara seperguruan... karena aku terlambat," ucapnya lirih, suaranya pecah seperti kaca yang retak di tengah malam.
Di matanya, tak ada air mata yang jatuh—hanya tatapan kosong seorang pria yang baru saja kehilangan seluruh dunianya.
Namun tiba-tiba, Yun Bàntiān merasakan nyeri menusuk di jantungnya—seperti seribu pedang menembus dari segala arah. Nafasnya tercekat, tubuhnya terhuyung lalu jatuh berguling di tanah, menggeliat tak berdaya. Rasa sakit itu membakar setiap nadi hingga akhirnya kesadarannya direnggut, meninggalkan kegelapan pekat.
Dalam gulita itu, samar-samar ia mendengar sebuah suara… lembut namun penuh kegelisahan.
"Tiān'er… bangun… bangun…"
Itu suara Luo Qīngméi… lembut, jernih, namun mengandung gema yang menusuk hingga ke sumsum tulang. Hatinya bergetar hebat, jemarinya mencoba meraih arah suara itu, seolah di ujung sana ada keselamatan yang selama ini ia dambakan. Namun, tubuhnya seakan tertanam ke bumi, tak mampu bergerak, hanya rasa rindu yang mengalir membanjiri dada.
Tiba-tiba, kegelapan sirna. Yun Bàntiān mendapati dirinya terbaring di atas ranjang mewah berwarna sutra merah, harum bunga plum memenuhi udara. Dan di sampingnya—Luo Qīngméi. Hangat. Nyata. Memeluknya erat seolah dunia luar tak lagi berarti.
"Tian’er…," ucap Luo Qīngméi dengan suara yang nyaris berbisik, "kau pasti sangat sedih ketika aku mati… benar, bukan?"
Yun Bàntiān mengangguk pelan, matanya memanas. "Aku tidak ingin kehilanganmu. Benar-benar… aku tidak ingin kehilanganmu. Aku mohon… jangan meninggalkan aku sendiri lagi."
Pelukan itu menguat. Jemari Luo Qīngméi mengusap punggungnya perlahan, seakan ingin menenangkan badai di hatinya. "Tenanglah…," bisiknya lembut, "ini hanya ilusi… yang dibuat oleh naga Yin dan Yang untukmu."
Pintu terbuka dan muncul Naga Yin dan Yang mereka menatap mereka dengan senyuman bahagia,Naga Yin berkata dengan lembut "Yun Bàntiān dan Luo Qīngméi selamat kalian telah berhasil mengikuti ujian kedua kami."
Yun Bàntiān terkejut dan bertanya dengan lembut "Naga Yin apa maksudmu ujian kedua kami berhasil?."
Naga Yin menjawab dengan lembut "Ujian kedua hanya di uji untuk pasangan pria dan pasangan wanita hanya melihat apa yang terjadi,apa cinta kamu tulus atau tidak."
Yun Bàntiān akhirnya mengangguk perlahan Naga Yang berkata dengan lembut "Untuk ujian ketiga kalian pasti akan menyukainya."
Naga Yin melanjutkan dengan lembut "Kami telah menyiapkan kamar dan ranjang mewah agar kalian melakukan dengan nyaman. Adapun Pedang Iblis Penghancur Surga—terlebih karena ia berjiwa—akan lebih aman jika diserahkan pada kami."
Tianmie Nixin muncul berkata dengan dingin "Tidak perlu bertele-tele. Jelaskan saja inti dari semua ini."
Naga Yin tersenyum samar yang membuat Yun Bàntiān dan Luo Qīngméi bingung,ia berkata dengan sedikit menggoda "Ujian ketiga kalian… adalah menyatukan Qi ke dalam tubuh pasangan masing-masing. Biarkan aura itu mengalir, meresap, dan menyatu…"
Tianmie Nixin menyela dengan datar "kultivasi ganda."
Yun Bàntiān bersama Luo Qīngméi terkejut mereka saling melirik satu sama lain muka Luo Qīngméi dan Yun Bàntiān memerah seperti cahaya fajar yang menyapa lembut permukaan danau.
Yun Bàntiān melirik semua orang dengan bingung, usia nya sekarang masih sepuluh tahun, meskipun tubuhnya seperti remaja enam belas tahun, ia bergumam pelan nyaris tidak terdengar "kultivasi ganda, bukannya akan melanggar tabu."
Naga Yin melirik Yun Bàntiān yang tampak kebingungan. Senyumnya samar, suaranya lembut bagaikan bisikan kabut malam yang menelusup ke telinga."Sepertinya kau masih ragu, meski usiamu baru sepuluh tahun," ujarnya, nadanya bagaikan nyanyian yang memabukkan. "Namun di dunia kami… itu bukanlah sesuatu yang melanggar tabu. Bahkan di Dunia Kesucian, aturan diciptakan oleh yang kuat, dan yang lemah hanya menunduk mematuhinya. Dan kau… kelak akan melampaui segalanya."
Ia melangkah mendekat, mata berkilau seperti menyimpan rahasia yang tak boleh dibuka. "Kau mungkin menganggap ini sesuatu yang terlarang… dan seharusnya memang begitu. Tapi dirimu… akan menjadi pengecualian."
Ia menundukkan wajah, senyumnya kian tipis namun mengikat seperti racun madu."Selama kau berada di dalam ilusi yang kami buat… aku sudah bertanya pada Luo Qīngméi sebanyak tiga kali. Dia menyetujuinya… bahkan aku memberinya sebuah buku khusus untuk ia pelajari."
Tatapan Naga Yin merayap dari ujung kepala hingga kaki Yun Bàntiān, lalu bibirnya melengkung nakal. "Sepertinya dia sudah memahami… beberapa gerakan."
Luo Qīngméi menunduk, rona merah tipis membungkus pipinya. Dengan suara yang setengah bergetar namun manis, ia menyela,
"Tak usah diperjelas… lebih baik kalian keluar. Biar aku yang mengatur… semuanya."
Tatapannya sekilas terarah pada Yun Bàntiān, membuat pemuda itu justru semakin salah tingkah.
Naga Yin dan Yang hanya saling bertukar pandang, lalu mengangguk pelan sebelum melangkah keluar dari ruangan itu sambil membawa Pedang Iblis Penghancur Surga. Yun Bàntiān hendak mengikuti mereka, namun jemari halus Luo Qīngméi meraih pergelangannya. Dengan senyum tipis yang membuat darahnya berdesir, ia menyalurkan Qi untuk menutup rapat seluruh pintu dan jendela, seakan mengurung dunia hanya berdua.