NovelToon NovelToon
Dijodohin Dengan Kepala Desa

Dijodohin Dengan Kepala Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cintamanis / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: komurolaa

Ketika Olivia, gadis kota yang glamor dan jauh dari agama, dipaksa menikah dengan Maalik—kepala desa yang taat, dunia mereka berbenturan. Tapi di balik tradisi, ladang, dan perbedaan, cinta mulai tumbuh… pelan-pelan, namun tak terbendung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon komurolaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

[ BAB 25 ] Cerai!

Olivia terbangun dari tidurnya dengan tubuh terasa ringan. Ia mengerjapkan mata, mendapati ranjang sudah kosong. Tidak ada Maalik di sampingnya. Ingatannya melayang pada malam tadi, bagaimana ia begitu sulit tidur hingga akhirnya dipeluk oleh suaminya. Maalik membacakan surah-surah yang bahkan Olivia tak tahu nama dan artinya, namun entah bagaimana, suara itu menenangkan dan berhasil membawanya ke alam mimpi.

Saat membuka mata, Olivia merasa segar dan rileks. Pandangannya terarah pada jam dinding: sudah pukul 08.30. Ia langsung bangkit, bergegas ke kamar mandi sebentar untuk mencuci muka, lalu keluar kamar. Dari kejauhan terdengar suara di dapur. Olivia awalnya mengira itu Maalik. Namun, begitu ia mendekat, ternyata sosok yang berdiri di sana adalah Sulis, ibu Maalik sekaligus mertuanya.

Seketika mata Sulis membelalak. Olivia berjalan santai keluar kamar hanya dengan lingerie tipis berwarna terang, rambut masih acak-acakan.

"Kamu baru bangun jam segini, Olivia?" tegur Sulis dengan nada tak percaya.

Olivia bersedekap dada, menatap mertuanya dengan sikap menantang. "Iya. Ada yang salah?"

"Laa ilaha illallah... Oliviaa..." Sulis menghela napas panjang, lalu suaranya meninggi. "Terus, suami kamu kamu masakin apa?"

"Nggak gue masakin apa-apa," jawab Olivia santai, lalu melenggang menuju meja makan. Dengan seenaknya ia duduk dan mengambil segelas susu kedelai yang sudah tersaji.

"Itu... susu Maalik yang nyiapin?" tanya Sulis dengan nada tak percaya.

Olivia menyilangkan kaki, memperlihatkan paha mulusnya tanpa canggung. "Of course," jawabnya enteng.

Darah Sulis serasa mendidih melihat sikap menantunya. "Terus tugas kamu sebagai istri apa, Olivia? Masak tidak pernah, beberes rumah juga tidak pernah. Bahkan susu pun yang bikin malah Maalik."

"Nggak ada sih," sahut Olivia santai sambil mengangkat bahu. "Kerjaan gue tidur aja."

Sulis menggeleng pelan, nadanya semakin getir. "Pantas saja kulkas Maalik masih penuh dengan belanjaan. Ternyata kalian tidak pernah masak. Ibu tahu kamu tidak terbiasa di dapur, Olivia. Di rumahmu mungkin kamu diperlakukan seperti ratu. Tapi jangan bawa kebiasaan itu ke sini. Minimal, kamu berbakti sama suamimu. Jangan malah begini!"

Olivia mendengus sinis. "Kenapa lo sewot? Maalik aja santai gue gini."

"Olivia!" suara Sulis bergetar, matanya memerah. "Sedikit saja... sedikit saja... apakah orangtuamu tidak pernah mengajarkan sopan santun atau—"

BRAKK!

Sulis terlonjak kaget. Olivia tiba-tiba menggebrak meja dengan keras, membuat gelas susu yang baru saja ia habiskan jatuh ke lantai dan pecah berhamburan.

"Jangan bawa-bawa Mami sama Papi gue!" teriak Olivia dengan mata berkilat marah. "Gue tahu dari awal lo nggak suka sama gue. Tapi cukup ke gue aja lo kayak gini. Jangan sekali-kali lo hina orangtua gue! Jangan mentang-mentang lo ibu dari Maalik terus bikin gue takut!"

Sulis terdiam sesaat, menatap menantunya dengan wajah kecewa. Lalu ia menggeleng pelan. "Maalik benar-benar salah memilih istri..." katanya lirih namun tajam.

Darah Olivia mendidih. Matanya menyala penuh amarah. "Kalau begitu, salahin anak lo itu kenapa mau sama gue. Salahin dia kenapa nerima perjodohan sialan ini!" jawabnya dengan suara tajam, menusuk, membuat udara dapur terasa begitu berat.

---

Maalik masuk ke rumah, tubuhnya masih berbalut sisa peluh setelah pulang dari kerja bakti di kantor desa. Pintu depan sedikit terbuka, membuatnya sempat mengira Olivia sudah bangun dan sedang beraktivitas. Namun, begitu ia melangkah ke dapur, hatinya tercekat.

Di lantai, terlihat pecahan gelas yang belum sempat dibersihkan. Di atas meja dekat kompor, ada sebuah rantang yang amat dikenalnya. Rantang milik ibunya. Pandangan Maalik seketika meredup, firasat buruk menyusup di dadanya.

Tanpa pikir panjang, ia melangkah cepat menuju kamar. Napasnya terhenti saat mendapati Olivia sedang sibuk mengepak barang-barangnya ke dalam koper besar. Lemari sudah kosong, rak pakaian pun kosong. Hanya koper yang kini menampung semua milik istrinya.

Maalik segera menghampiri. "Olivia... kamu mau ke mana?" tanyanya dengan suara pelan, nyaris bergetar.

Olivia tak menjawab. Jemarinya sibuk melipat baju dan memasukkannya dengan kasar ke dalam koper. Wajahnya dingin, seakan tak ingin menoleh sedikit pun.

"Olivia... hei... dengarkan saya dulu, Olivia," suara Maalik melembut, mencoba menahan cemas yang mengguncang dadanya.

Namun Olivia tetap tak peduli. Ia malah berjongkok, berusaha memasukkan alat make up yang sudah menumpuk, meski jelas koper itu sudah terlalu penuh.

"Itu nggak akan muat, Olivia," ucap Maalik pelan

Tanpa menjawab, Olivia tiba-tiba meraih alat make up itu, lalu melemparkannya sembarang arah. Bunyi benda-benda jatuh memenuhi kamar, sebelum akhirnya ia menutup koper dengan gerakan kasar. Suara resleting terdengar nyaring, memecah hening yang mencekam.

Maalik tertegun, hatinya terasa remuk. Ia menatap Olivia dengan mata yang basah, mencoba mencari sedikit celah kelembutan di wajah istrinya. Perlahan, ia meraih tangan Olivia yang masih bergetar karena emosi.

"Olivia, heii... dengarkan saya, Olivia..." Maalik masih berusaha menahan tangan istrinya yang terus memaksa melepaskan genggamannya.

"Lepas!" ucap Olivia dingin, matanya tajam menatap.

"Olivia... kita perlu bicara sebentar, Olivia," jelas Maalik dengan suara bergetar menahan cemas.

"Nggak perlu. Gue mau pulang ke Jakarta. Lo urus aja surat cerai kita," sahut Olivia tanpa ragu.

Seakan dihantam ribuan ton batu, dada Maalik menegang. Rahangnya mengeras, tapi ia buru-buru meraih tangan Olivia lagi yang sudah berdiri dengan koper terbuka.

"Olivia, kamu tau kata itu tidak boleh terucap..."

"GUE NGGAK PEDULI, MAALIK! GUE NGGAK PEDULI!" teriak Olivia, air matanya akhirnya jatuh membasahi pipi.

"GUE MAU PULANG! GUE MAU CERAI!" suaranya pecah, namun penuh amarah.

Maalik menggenggam tangan istrinya lebih erat. "Ibu saya bicara apa, Olivia? Ibu saya bicara apa?" tanyanya dengan nada yang lirih namun mendesak.

Olivia bisa melihat mata Maalik yang memerah, seperti menahan tangis. Ia menghempaskan tangan suaminya dengan kasar. "Lo tanya aja sama ibu lo sendiri..."

Ketika Olivia menyeret koper menuju pintu kamar, Maalik berlari cepat mendahuluinya. Ia menutup pintu rapat-rapat, memutar kunci, lalu menyelipkannya ke dalam saku celana. Olivia terperanjat, menyadari dirinya kini tak bisa lagi pergi ke mana-mana.

1
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor /Good/
komurolaa: terimakasih kak💗
total 1 replies
Gái đảm
Endingnya puas. 🎉
Hoa xương rồng
Teruslah menulis dan mempersembahkan cerita yang menakjubkan ini, thor!
komurolaa: terimalasih kak
total 1 replies
Dani M04 <3
Menggugah emosiku.
komurolaa: terimakasih sudah mampir kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!