Kayla Ayana, seorang karyawan di sebuah perusahaan besar terpaksa menerima tawaran untuk menikah kontrak dengan imbalan sejumlah uang.
Ia terpaksa melakukan ini karena ia harus bertanggung jawab atas biaya rumah sakit seorang wanita yang mengalami kelumpuhan akibat tertabrak sepeda motor yang ia kendarai.
Tapi siapa sangka, ia yang dinikahi dengan alasan untuk menepis isu negatif tentang pria bernama Kalandra Rajaswa malah masuk terlalu jauh dalam kerumitan keluarga yang saling berebut warisan dan saling menjatuhkan.
Pernikahan kontrak diantara keduanya bahkan sempat dicurigai oleh anggota keluarga Kalandra.
Akankah Kayla dan Kalandra mampu menyembunyikan fakta tentang pernikahan kontrak mereka?
Akankah cinta tumbuh diantara konflik-konflik yang terjadi?
Ikuti kisah Kayla dan Kalandra di Istri Bar-Bar Sang Pewaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fie F.s, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Rumah Kayla
"Ayo masuklah!" ajak Kayla pada Kalandra yang baru pertama kalinya menginjakkan kaki di rumah petak yang masih tampak asri itu.
Teras rumah yang dihiasi dengan tanaman merambat dalam pot yang digantung membuat rumah ini terasa sejuk. Di tambah berbagai tanaman bunga di lantai teras yang disusun rapi.
Kayla mengambil kunci di dalam tasnya. Ia membuka pintu dan mengajak Kalandra untuk masuk ke dalam.
Kesan pertama yang Kalandra rasakan saat melihat bagian dalam rumah ini adalah sederhana dan rapi.
Terdapat sebuah sofa minimalis yang masih tampak baru. Mungkin Kayla baru membelinya karena ia bekerja di sebuah perusahaan besar. Uangnya pasti cukup jika untuk membeli sofa dengan harga standart ini.
Di salah satu sisi tembok, terdapat lemari yang terlihat sudah sangat tua. Warnanya sudah mulai pudar. Tapi, di dalamnya tersusun rapi piala, piagam hingga medali yang jumlahnya lumayan banyak.
"Silahkan duduk!" Ucap Kayla lagi.
Sebenarnya ia masih enggan berbicara dengan pria ini setelah pertengkaran mereka tadi malam. Tapi, Oma juga yang memaksa agar Kalandra mengantarnya sebelum pria itu berangkat ke luar kota.
Oma bahkan tak segan mengatakan bahwa Kalandra patut curiga jika seorang istri tidak ingin ditemani suaminya. Karena kemungkinan besar sang istri sedang menyembunyikan sebuah kebohongan.
Kayla hanya bisa menurut demi rahasia pernikahan mereka. Maski, jika Kayla selingkuh sekalipun itu tidak masalah. Toh, ia dan Kalandra akan tetap berpisah.
Kalandra berdiri dan mendekati lemari yang bagian pintunya terbuat dari kaca itu setelah Kayla masuk ke kamar yang letaknya sejajar dengan sofa yang ia duduki tadi.
Ia melihat piala dari luar lemari. "Juara 1 kejuaraan taekwondo pelajar SMP tingkat Kecamatan."
"Ini miliknya?" Kalandra mengerutkan kening. Ia masih berfikir piala itu adalah bukti dari prestasinya atau milik orang lain yang masih menjadi anggota keluarga ini.
"Apa mungkin milik ayahnya?" gumam Kalandra lagi.
Ia yang masih penasaran melihat sebuah piagam. "Juara 3 Kejuaraan Taekwondo tingkat kabupaten." Kalandra membaca apa yang tertulis dalam piagam penghargaan itu.
"Kayla Ayana."
Mata Kalandra membulat sempurna. Ia akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaannya. Milik siapa semua piala dan piagam ini?
"Kayla?"
"Dia juara Taekwondo?"
"Bisa ku bayangkan jika dia tidak bisa sabar sedikit saja, maka mama dan Gia akan berakhir dengan luka lebam dan patah tulang." Bisik Kalandra sambil tersenyum.
Kalandra menemukan satu medali perak. "Juara 3 olimpiade matematika?"
Kalandra menatap kearah pintu kamar yang tertutup itu. Dimana Kayla ada di dalamnya.
"Dia ternyata pintar juga," puji Kalandra sembari melihat piagam lain yang diletakkan dalam bingkai.
"Sertifikat kursus memasak?" gumam Kalandra saat membaca sebuah kertas persegi panjang.
Oh, pantas saja masakannya enak. Dia pernah kursus memasak rupanya. Ternyata Kayla bukan gadis sembarangan. Pantas saja Jendra terus memaksa agar aku dan Kayla menikah. Pasti playboy itu tahu latar belakang Kayla seperti apa.
Dan yang bodoh adalah aku. Tidak mencari tahu lebih banyak mengenai gadis yang akan ku nikahi.
"Pak!" Kalandra berbalik dan menemukan Kayla sudah keluar dari dalam kamar dengan membawa tas jinjing berisi pakaiannya.
"Semua ini milikmu?" tanya Kalandra.
Kayla mengangguk dan segera keluar dari rumah. Kalandra menyusul dan Kayla segera mengunci pintu rumahnya setelah mereka keluar.
"Prestasimu lumayan. Banyak piala dan piagam yang kamu dapatkan," puji Kalandra.
Kayla tertawa sinis. "Tidak ada yang perlu di banggakan."
Kayla berjalan lebih dulu untuk masuk ke dalam mobil. Pria itu lagi-lagi membuntutinya dan ikut masuk ke dalam.
"Kenapa? Bukankah itu bukti kalau kamu berprestasi?"
Kayla tersenyum miris. "Semua itu tidak berguna. Tidak bisa ku jual. Bahkan saat aku sangat butuh biaya untuk pengobatan ayahku."
Kalandra terdiam. Ia kalah jika gadis ini bicara soal uang yang selama ini menjadi masalah besar dalam hidup Kayla.
Mereka tiba di rumah. Mereka langsung masuk ke dalam kamar karena Kalandra harus bersiap.
Kayla menyusun pakaiannya ke lemari. Sementara Kalandra mengeluarkan pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper kecil.
Kayla melihat Kalandra yang begitu cekatan mengemasi barang-barangnya. Kalandra memasukkan beberapa pasang setelan kerja dan baju santai.
"Sepertinya kamu sudah terbiasa melakukan ini sendiri," puji Kayla.
Kalandra mengangguk. "Sejak lama."
"Aku terbiasa mengemasi barang-barangku sendiri. Sejak SMP aku ikut kegiatan pramuka dan saat berkemah aku mempersiapkannya sendiri."
"Bahkan saat mendaki gunung?" tanya Kayla. Ia tahu karena di dinding kamar ini terdapat beberapa foto Kalandra tengah berada dipuncak gunung saat mendaki.
"Tentu. Apa lagi saat itu aku sudah kuliah, jadi aku sudah lebih pintar mengurus diriku sendiri."
Kayla mengerutkan kening. "Mama tidak pernah membantu?" tanyanya.
Kalandra menggeleng. "Tidak. Aku yang tidak ingin."
"Kenapa?"
Kalandra diam dan menatap Kayla. Ia bahkan sampai berhenti melakukan pekerjaannya.
"Kenapa diam?" tanya Kayla lagi.
"Aku berhak untuk tidak menjawab, kan?" Kalandra kembali mengemasi barang barangnya.
Kayla mencebikkan bibir. Ia berdiri di depan cermin rias dan membantu memasukkan barang-barang Kalandra seperti deodoran, parfum, sisir dan lainnya ke sebuah pouch kecil.
Kayla memberikannya pada Kalandra dan langsung di susun di dalam koper.
"Tanpa dijelaskan aku sudah tahu, ada bekas luka menganga yang mama kamu buat, Kan?" tanya Kayla.
Pria itu tidak menanggapi. Kayla duduk di ranjang, disamping koper yang sudah hampir penuh itu.
"Bagaimana luka itu bisa sembuh sementara kamu melihatnya setiap hari?"
"Aku tidak tahu," jawab Kalandra acuh.
Bagaimana pun, wanita itu adalah mamanya. Meskipun sejak kejadian itu, kejadian yang ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri, ia mulai jadi pembangkang dan acuh pada mamanya.
Kalandra sadar, wanita itulah yang telah membuatnya hadir ke dunia. Jasa mamanya begitu besar, tapi entah mengapa ia sulit berdamai dengan masa lalu.
Apalagi, semakin ia dewasa semakin pula mamanya sering mencari masalah dengannya. Mungkin karena dirinya yang tidak pernah menurut membuat mamanya menjadi kesal padanya.
Keduanya turun ke bawah dan segera berpamitan pada Oma.
"Andra pergi dulu, Oma." pamit Kalandra.
"Kalau perlu apapun, Oma bisa menghubungiku. Aku akan mengkoordinasi dari jauh."
"Pergilah! Oma tidak akan mengganggumu bekerja."
"Selesaikan pekerjaanmu dengan cepat dan segeralah pulang karena sekarang sudah ada seorang istri yang menunggu kamu di rumah."
Kalandra dan Kayla saling pandang. Keduanya saling melempar senyum canggung.
"Pasti Oma. Aku akan segera pulang."
"Ma, Andra pergi dulu." Kalandra berpamitan pada Riana. "Jangan sampai membuat masalah!"
"Iya. Hati-hati, Andra!"
Kalandra mengangguk.
"Aku pergi dulu," Pamitnya pada Kayla.
"Hati-hati, Mas!" Kayla tersenyum canggung.
"Begitu cara suami berpamitan pada istrinya, Andra?" tanya Oma memicing curiga pada Jalan.
Kalandra diam saja karena ia tidak tahu maksudnya.
"Cium keningnya atau pipinya."
Kalandra dan Kayla saling tatap. Kalandra bahkan sampai mengusap tengkuknya.
"Su... sudah Oma," jawab Kayla agak gugup. "Sudah di kamar, Oma." Ulangnya lagi.
"Hahaha..." Kalandra tertawa gugup. "Ya Oma. Sudah, di kamar."
Oma tertawa. "Pengantin baru masih malu-malu..."
"Ya sudah, tidak apa-apa! Pesan oma, kalian harus tetap harmonis yaa..." Wanita tua itu mengusap lengan Kalandra.
"Jangan biarkan rumah tangga kalian dingin seperti tetangga sebelah." Oma menyindir Gia sambil meliriknya.
mlhan marH dia