LANJUTAN NOVEL "AKU BUKAN WANITA MURAHAN"
Zaline Haena Cruise harus menjadi seorang Presdir di usianya yang masih muda. Wanita itu menjadi pemegang saham terbesar di PT. Cruise Kontruksi setelah kakeknya meninggal dunia.
Banyak sekali yang telah ia alami saat masih kecil karena keserakahan keluarganya sendiri. Namun kini ia bisa menjalani hidup lebih baik atas bantuan kakaknya Zionel Cruise.
Perusahaan yang ia pegang bersama kakaknya tentu saja tidak mudah menuju kesuksesan, apalagi ada perusahaan konstruksi baru yang terus saja menjadi pesaing mereka.
Namun siapa sangka, Zaline Haena Cruise justru harus jatuh cinta pada pemilik perusahaan pesaing tersebut.
Bagaimana kisah cinta mereka???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💞💋😘M!$$ Y0U😘💋💞, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Zilvia
Kembali ke Paris...
Sudah tengah malam, namun Alvaro, Benny dan Leo masih berada di dalam klub. Tapi hanya Alvaro yang terlihat gelisah apalagi semakin malam justru tempat itu semakin ramai. Bahkan suara musik DJ pun terdengar semakin keras membuat mereka berbicara nyaris berteriak.
"Sudah cukup Ben, kita pulang sekarang." gerutu Alvaro.
"Sebentar lagi. Ayolah Al, kau sejak tadi terus waspada, santai lah sedikit." jawab Benny.
"Santai kepalamu...! Lihatlah wanita wanita disini, semuanya nyaris tak berbusana. Padahal cuaca semakin dingin. Dan aku nyaris mendorong wanita wanita itu saat berusaha mendekatiku."
Benny terkekeh. "Seharusnya kau menjadi seorang biksu saja Al." ejeknya.
Alvaro menatap jijik wanita yang terus bergelayut di lengan Benny. Tatapannya beralih ke pengunjung klub yang lain, namun tiba-tiba matanya terbelalak saat melihat seorang wanita yang sangat ia kenali, walaupun mereka tidak pernah bertemu selama 8 tahun lamanya, tapi ia bisa tahu jika itu adalah adik tirinya.
Alvaro seketika beranjak dari tempat duduknya tanpa mengalihkan tatapannya itu.
"Kau kenapa Al?" tanya Benny.
Alvaro bergeming, pikirannya berkecamuk antara ingin kabur atau marah melihat adiknya berada di tempat seperti itu. Benny mengikuti tatapan sahabatnya lalu ikut terbelalak melihat sosok itu.
"Zilvia..." ucap Benny menyadarkan lamunan Alvaro.
Alvaro seketika mengumpat dan segera mendekati gadis berusia 19 tahun itu. Jiwa posesif seorang kakak terhadap adiknya mulai ia tunjukkan saat itu. Setelah sampai di tempat Zilvia, ia langsung mencengkram tangan gadis itu hingga membuatnya terkesiap dan sontak menatap Alvaro. Matanya terbelalak tidak percaya.
"Kkkaaa...kkkk..." ucap Zilvia terbata bata.
Tanpa mengatakan apapun, Alvaro langsung menarik gadis itu keluar dari klub dengan kasar. Benny dan Leo segera mengejar mereka keluar. Di luar klub, Alvaro langsung melepaskan tangan adiknya. Ia menggertakkan giginya menahan amarahnya, sedangkan Zilvia mulai gemetar ketakutan.
Alvaro menghela nafas panjang. "Jadi ini yang kau lakukan saat berada jauh dari rumah?"
Perkataan itu terdengar sangat dingin hingga membuat siapapun yang mendengarnya bisa bergidik.
Zilvia segera menggelengkan kepalanya dengan cepat. "I...i...ini..."
"Aisss... sialan...!!!" bentak Alvaro membuat Zilvia terkesiap dan semakin ketakutan.
"Seharusnya aku tidak ikut campur, terserah padamu...!" ucap Alvaro seraya membalikkan tubuhnya dan mulai melangkahkan kakinya meninggalkan Zilvia.
Zilvia mengeluarkan air matanya, ia sangat merindukan kakaknya. Tapi pertemuan mereka justru berada di tempat seperti itu. Gadis itu sontak berlari ke arah Alvaro lalu memeluk pria itu dari belakang. Alvaro terkesiap sambil menghentikan langkahnya.
"Kakak... aku merindukanmu." ucap Zilvia sambil terisak.
Alvaro mengigit bibirnya sendiri, ia memejamkan matanya dan dengan kasar melepaskan tangan Zilvia yang melingkar di perutnya.
"Aku bukan kakakmu." ucap Alvaro dingin sambil kembali melanjutkan langkahnya.
"Kak Al... kakak...!!!" teriak Zilvia sambil kembali mengejar kakaknya, namun tiba-tiba gadis itu berteriak. "Awwww...!!!"
Gadis itu terjatuh dengan keras, seketika Alvaro membalikkan tubuhnya dan kembali terbelalak. Pria itu segera berlari ke arah adiknya.
"Apa kau bodoh, hah...!!!" teriak Alvaro sambil membantu adiknya bangun.
Tangisan Zilvia meledak sambil memeluk kakaknya lagi. Alvaro terpaku, ada perasaan nyaman dan tenang saat adiknya berada di pelukannya. Tapi jika mengingat bagaimana ia hadir dan menghancurkan keluarganya, perasaan itu kembali tidak nyaman.
"Lepaskan aku Via." pinta Alvaro sambil mengepalkan tangannya.
Zilvia menggelengkan kepalanya dan semakin memeluknya dengan erat. Gadis itu terus terisak disana. Perlahan lahan Alvaro melepaskan kepalan tangannya, dengan ragu ia mengangkat tangannya untuk membalas pelukan adiknya. Namun sikap keras hati pria itu kembali, alih alih memeluk adiknya, ia justru kembali dengan kasar melepaskan pelukan adiknya.
"Kita tidak sedekat itu untuk saling memeluk." celetuk Alvaro.
Tubuh Zilvia gemetar karena menahan tangisannya. Ia terus menundukkan kepalanya tanpa berani menatap wajah kakaknya. Alvaro menatap pakaian adiknya, ingin sekali ia memukul gadis itu karena keluar dengan pakaian seperti itu di tempat yang tidak seharusnya.
Alvaro menghela nafas panjang. "Pulanglah...!"
Dengan patuh Zilvia menganggukkan kepalanya, ia mulai melangkahkan kakinya namun terlihat tertatih. Alvaro memiringkan kepalanya dan melihat ke arah kaki adiknya yang berdarah.
"Brengsek...!" umpatnya dalam hati.
Alvaro menahan lengan adiknya membuat Zilvia kembali terkesiap.
"Dimana mobilmu?" tanya Alvaro.
Zilvia menunjukkan jarinya ke arah mobilnya.
"Mana kuncinya?" tanya Alvaro lagi.
Zilvia segera membuka tas kecilnya lalu memberikan pada Alvaro. Pria itu segera mengambil kuncinya lalu berjongkok di depan adiknya.
"Naik, sebelum aku berubah pikiran." ucap Alvaro datar.
Tentu saja gadis itu terkejut, kakak yang ia rindukan akan menggendongnya. Ia segera menghapus air matanya lalu tersenyum senang. Ini adalah pertama kalinya ia diperlakukan seperti itu oleh Alvaro.
"Cepatlah...!!!" teriak Alvaro lagi.
"Ii...iya... kak..." jawab Zilvia lalu naik ke punggung kakaknya.
Alvaro mulai membawa adiknya menuju mobilnya, sedangkan Benny dan Leo yang sejak tadi bersembunyi dan memperhatikan mereka, sama sama tersenyum dan bernafas lega.
"Kita lanjutkan bersenang-senang Le. Biarkan bosmu mengatasi egonya." ucap Benny.
"Bukankah seharusnya kita pulang saja pak? Ini sudah sangat larut." jawab Leo.
Seketika Benny merangkul pundak Leo sama persis yang sering ia lakukan pada Alvaro.
"Belum pagi... kita harus menghabiskan malam ini sebelum kembali ke kota D." ujar Benny sambil menarik Leo kembali masuk ke dalam klub.
*****
Sepanjang perjalanan Alvaro mengendarai mobil adiknya, keduanya terus saja terdiam. Tak ada yang memulai pembicaraan hingga suasana di dalam mobil terasa sangat canggung. Alvaro menghentikan mobilnya tepat di depan sebuah apotek. Tanpa berkata apapun ia langsung keluar dari mobilnya lalu masuk ke dalam apotek.
Zilvia terus memperhatikan gerak gerik kakaknya itu.
"Seharusnya kakak bertanya, disini juga ada kotak obat. Papa benar, kakak sebenarnya sangat menyayangiku." pikir Zilvia seraya tersenyum sendiri.
Tak lama Alvaro kembali lagi dengan membawa sekantong plastik obat obatan lalu masuk ke dalam mobilnya lagi dan segera memberikan obat itu pada adiknya.
"Obati lukamu." ucap Alvaro datar.
Zilvia kembali menganggukkan kepalanya, ia mulai membuka isi kantong plastik obat tersebut. Kali ini Alvaro kembali memperhatikan adiknya. Saat Zilvia langsung ingin menempelkan plester pada lukanya, seketika pria itu menahan tangan adiknya.
"Apa kau bodoh? Apa seperti itu caramu merawat tubuhmu? Kau seorang gadis, mana boleh ada bekas luka di tubuhmu." ujar Alvaro kesal.
Alvaro kembali keluar dari mobil, ia berjalan memutar ke arah pintu penumpang dan membuka pintu itu. Ia menyodorkan tangannya pada Zilvia namun adiknya justru memberikan tangannya.
"Haisssss... obatnya..."
"Oh..." ucap Zilvia dan segera memberikannya pada Alvaro.
"Menghadaplah kemari." pinta Alvaro.
Zilvia segera menggeser duduknya dan menghadap keluar pintu. Seketika Alvaro berjongkok dan mulai mengobati luka pada lutut kaki adiknya.
"Ssshhh..."
Zilvia meringis karena perih saat kakaknya membersihkan lukanya dengan alkohol. Tanpa di duga Alvaro justru meniup luka itu dengan lembut. Gadis cantik itu mengigit bibirnya sendiri, tapi itu tetap tak bisa membuatnya menahan air matanya lagi. Gadis itu terisak kembali.
"Tahan sedikit, nanti juga akan sembuh." ucap Alvaro.
Namun bukan karena luka itu yang membuat Zilvia menangis, sikap lembut dan kasih sayang kakaknya lah yang membuatnya seperti itu.
"Kau masih gadis kecil yang cengeng, tapi sudah berani ke tempat seperti itu." gerutu Alvaro.
"Hanya menghadiri pesta ulang tahun teman kak." jawab Zilvia sambil terus terisak.
Alvaro mendongakkan kepalanya. "Harus ke tempat seperti itu?"
"Ya karena pestanya disana."
"Kau terus saja menjawab." celetuk Alvaro sambil menempelkan plester pada kaki adiknya.
"Aku hanya pura pura tahu jalan ke apartemenmu, jadi tunjukkan jalannya." ujar Alvaro sambil beranjak dari sana dan masuk kembali ke mobilnya.
Keduanya kembali melanjutkan perjalanan dan kembali saling diam sampai akhirnya keduanya sampai di sebuah apartemen mewah tempat tinggal Zilvia.
*****
Happy Reading All...
selamat untuk AlZa atas kebahagiaan nya dengan lahir nya putra pertama
selamat dan sukses selalu untuk mamiku author missyou terima kasih sudah menghibur kami dengan cerita mu yang luar biasa 😘😘😘
dan yang terpenting mamii sehat selalu 😘😘😘
kecuali bocil belum paham 😂😂😂🚴
akhir nya anuu juga kala ada kata malam pertama
selamat ya AlZa 😘😘😘