Jade baru saja kehilangan bayinya. Namun, suaminya malah tega memintanya untuk menjadi ibu susu bagi bayi Bos-nya.
Bos suaminya, merupakan seorang pria yang dingin, menjadi ayah tunggal untuk bayi laki-laki yang baru berusia tiga bulan.
Setiap tetes ASI yang mengalir dari tubuhnya, menciptakan ikatan aneh antara dirinya dengan bayi yang bukan darah dagingnya. Lebih berbahaya lagi, perhatian sang bos perlahan beralih pada dirinya.
Di tengah luka kehilangan, tekanan dari suaminya yang egois, dan tatapan intens dari pria kaya yang merupakan ayah sang bayi, Jade merasa terperangkap pada pusaran rahasia perasaan terlarang.
Mampukah Jade hanya bertahan sebagai ibu susu? Atau hatinya akan jatuh pada bayi dan ayahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAYANGAN PENUH HASRAT
Jade menunduk mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Adriano. Namun, sebelum sempat wanita itu membalas, Adriano kembali menambahkan kata-kata. "Terima kasih, Jade." Dia menatap dalam wanita itu. "Untuk semua hal kecil yang membuat hidupku terasa lebih hangat dari sebelumnya."
Jade mendongak dan menatap pria itu sebentar. "Sama-sama, Tuan. Tapi jangan biasakan berterima kasih seperti itu. Bisa-bisa saya jadi lupa kalau kita berbeda dunia."
Adriano tertawa kecil. "Kau tahu, aku bahkan tak pernah mengucapkan terima kasih untuk siapapun. Aku juga tak akan meminta maaf. Tapi, semua hal kecil yang kau lakukan, aku merasa perlu berterima kasih." Dia berbicara dengan lembut, sambil berjalan ke jendela kamar. "Sejak mengetahui perselingkuhan Catarina, aku merasa sangat hancur. Hidupku suram, gelap, dan seperti tak punya arah lagi. Dia tega meninggalkan kami. Aku, bayinya yang baru berusia beberapa bulan."
Jade tidak menyela. Dia hanya ingin mendengarkan apa yang akan Adriano ceritakan padanya.
"Saat masih kecil, aku pernah tak percaya pada wanita. Dulu ayahku juga diselingkuhi. Tapi kehadiran Catarina membuatku yakin bahwa tak semua wanita seperti ibuku." Adriano tertawa getir. "Tapi Catarina malah memperlihatkan padaku bahwa semua wanita sama seperti ibuku."
Adriano terdiam lama. Sedangkan Jade tak langsung berbicara. Dia membiarkan keheningan menyergap mereka selama beberapa menit.
"Apa yang istri Anda katakan sebelum dia pergi bersama pria lain?" tanya Jade akhirnya.
"Bosan, dan dia memang senang bergonta-ganti pria, dia suka petualangan," jawab Adriano.
Jade mengangguk kecil, matanya menatap wajah Adriano dengan hati-hati. "Lalu, apa yang membuat Tuan belum resmi bercerai dengannya?" tanyanya pelan.
Adriano menarik nafas panjang sebelum menjawab. "Sudah. Aku sudah mengirimkan surat gugatan cerai," ucapnya sambil menatap kosong ke arah jendela. "Tapi dia tak pernah menandatanganinya. Semua proses jadi terhambat."
Jade mengerutkan keningnya. "Terhambat bagaimana? Tuan sangat mudah membantu proses perceraianku dengan Eric."
Adriano membuang nafas kasar. Lalu, jemarinya mengetuk pelan meja di sampingnya, kebiasaan yang muncul setiap kali dia menahan emosi. "Paman Catarina bekerja di lembaga hukum. Dan aku yakin dia ikut campur dalam hal ini."
Jade menunduk, suaranya nyaris tak terdengar. "Sepertinya Tuan sudah lelah dengan semua ini."
Adriano menoleh perlahan ke arahnya, menatap Jade dengan mata yang menyimpan banyak hal, amarah, lelah, sekaligus kehangatan samar. "Mungkin. Tapi kalau aku menyerah, aku takkan bisa memulai hidup baru. Aku harus bercerai darinya."
"Bagaimana jika dia kembali dan ingin hidup bersama Tuan lagi?" tanya Jade penasaran.
Adriano tak langsung menjawab. Dia memandang keluar, menatap taman mansionnya. "Aku belum tahu. Aku tidak bisa menjawabnya," ucap pria itu akhirnya.
Jade mengangguk. "Pasti Tuan sangat mencintai Ibunya Max."
Adriano menghela nafasnya. Dia kembali menatap Jade. "Jangan membicarakan hal ini, lebih baik kita membahas tentang acara pesta ulang tahun Max."
"Baik, Tuan," sahut Jade. "Maafkan aku sudah membahas masa lalumu."
"Tidak apa-apa," ucap Adriano, tetapi raut wajahnya terlihat bersalah.
......................
Larut malam di dalam kamar, ketika Maximo sudah terlelap, Jade duduk termenung di dekat jendela. Pikirannya melayang pada percakapannya dengan Adriano beberapa jam yang lalu.
"Apa yang aku pikirkan?" gumamnya. "Tuan baik padaku karena aku merawat putranya, bukan karena dia menyukaiku. Lagipula benar apa yang Eric katakan, mana mungkin ada pria seperti Tuan yang akan menyukaiku."
Jade menunduk, jemarinya meremas kain gaun tidurnya pelan. "Aku bahkan masih punya bekas luka dari masa lalu, dari perkataan Eric yang terus menancap di kepala."
Angin malam masuk melalui celah jendela, membuat helaian rambutnya menari ringan. Jade tersenyum getir. "Kau bodoh, Jade. Jangan bermimpi terlalu tinggi. Cukup berada di sini, dan besarkan Maximo. Lagipula Tuan belum bercerai dengan istrinya. Aku tak boleh memiliki perasaan padanya."
Tepat saat dia hendak berdiri, suara langkah pelan terdengar di depan pintu. Jade menoleh cepat, dan nyaris terlonjak ketika melihat sosok Adriano berdiri di sana, mengenakan kemeja rumah berwarna gelap, dengan ekspresi tenang, tetapi matanya jelas menatap ke arahnya.
"Belum tidur?" Suara Adriano terdengar rendah, serak karena lelah.
Jade buru-buru berdiri. "Maaf, Tuan. Aku hanya belum mengantuk."
Adriano melangkah masuk, pandangannya terarah pada jendela yang terbuka. "Kau bisa sakit kalau duduk di dekat jendela malam-malam seperti ini."
Jade tersenyum kikuk. "Kebiasaan buruk, Tuan. Aku sering melamun."
"Melamunkan apa?" tanyanya pelan, tapi tatapan mata itu tajam, seolah bisa membaca isi kepala Jade.
Wanita itu menunduk. "Tidak ada, hanya hal-hal yang seharusnya kulupakan."
Hening beberapa detik. Adriano mendekat, dan suaranya turun lebih lembut. "Jade."
Jade mengangkat sebelah alisnya. "Ya, Tuan?"
"Besok malam, aku harus menghadiri pesta. Aku ingin membawa Maximo, dan juga kau," jawab Adriano.
Jade menunjuk dirinya sendiri. "Aku? Apa tidak masalah jika aku ikut?"
Adriano terkekeh pelan. "Tidak, memangnya akan menjadi masalah apa?"
Jade mengggeleng pelan, terlihat malu. "Tidak, Tuan."
"Besok siang kau ikut aku, kita akan ke butik mencari gaun untukmu," ujar pria itu.
Jade mengerutkan keningnya. "Bagaimana dengan Maximo? Apa kita akan membawanya bersama?"
Adriano mengangguk pelan. "Tentu saja."
"Baiklah, Tuan."
Pria itu menepuk lengan Jade dengan pelan. "Tidurlah, sekarang sudah larut malam. Lagipula Maximo sudah jarang terbangun tengah malam untuk meminta susu, bukan?"
"Ya, aku akan mencoba tidur sekarang."
Setelah itu, Adriano segera keluar dari kamar tersebut. Namun, ketika dia hendak menutup kembali pintu kamarnya, dia menatap Jade dengan tatapan seolah tak ingin meninggalkan ruangan itu.
"Apa ini rasa nyaman itu??" gumam Adriano, sebelum akhirnya dia menutup pintu kamar itu.
......................
Sementara itu di sebuah apartemen mewah, seorang wanita cantik dan seksi tengah berendam di dalan bathtub. Dia mengangkat tinggi-tingi gelas wine, sambil tertawa.
"Jadi, dia mulai memperhatikan wanita itu?" Suaranya lembut bertanya pada seseorang yang tengah berbicara dengannya melalui sambungan telepon.
Ponsel yang terletak di meja kecil samping bathtub itu mengeluarkan suara, jawaban seseorang yang dia minta untuk mengawasi Adriano. "Benar, Nyonya. Semua ini salah wanita itu. Dia sering menggoda Tuan. Kadang dia membuatkannya kopi, mendengar cerita Tuan."
Catarina, wanita yang tengah berendam itu, terkekeh pelan. "Biarkan saja. Adriano tak akan tergoda dengan wanita seperti itu. Selera wanitanya yang sepertiku. Cantik, seksi, dan bisa memuaskan hasratnya."
"Tapi, Nyonya... Anda tidak di sini, aku takut Tuan akan tergoda dengan wanita itu," ucap gadis di seberang telepon.
"Jangan khawatir, dia tak akan tergoda." Catarina menoleh ke pintu, terlihat seorang pria masuk ke dalam kamar mandi sambil melepaskan handuknya. "Matikan telponnya, dan terus awasi mereka."
"Baik, Nyonya."
Sambungan telepon berakhir, Catarina langsung tersenyum menyambut pria yang kini sudah berada di atasnya, dan mencium lehernya dengan penuh hasrat.
"Kau selalu sempurna, Baby," bisik pria itu, jemarinya mulai bermain di antara pangkal paha Catarina.
"Malam ini aku akan memuaskanmu," balas wanita itu, berbisik dengan nada sensual, sambil memejamkan matanya menikmati sentuhan yang pria itu berikan padanya.
**
Di mansion, di dalam kamar Adriano.
Pria itu menerima rekaman suara dari asistennya. Suara Catarina yang tengah bermesraan dengan pria itu di dalam kamar mandi.
Asistennnya baru saja mengikuti pria yang menjadi teman kencan Catarina malam ini, dan berhasil menempelkan alat penyadap suara di leher pria itu.
Jemarinya terkepal erat mendengar suara-suara yang begitu menyakiti hatinya. "Catarina, kau tidak pernah berubah. Beberapa bulan membiarkanmu, kau malah semakin jadi!"
Namun, suara Catarina terdengar sangat mengundang hasrat, dia sampai menelan ludahnya, memejamkan matanya, dan membayangkan bagaimana dia pernah bermain begitu panas dengan sang istri.
Sialnya, bukan bayangan Catarina yang muncul. Jade, wanita yang sudah hampir satu tahun mengasuh putranya, malah muncul dalam bayangannya yang penuh hasrat. Pria itu mengingat di mana pertama kali dia menyaksikan Jade memberikan ASI pada putranya.
"Sial, apa-apaan ini?" gumam Adriano, sambil mengatur nafasnya.
...****************...