NovelToon NovelToon
Asmara, Dibalik Kokpit

Asmara, Dibalik Kokpit

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Ini adalah kisah tentang Asmara, seorang pramugari berusia 25 tahun yang meniti karirnya di atas awan, tiga tahun Asmara menjalin hubungan dengan Devanka, staf bandara yang karirnya menjejak bumi. Cinta mereka yang awalnya bagai melodi indah di terminal kedatangan kini hancur oleh perbedaan keyakinan dan restu orang tua Devanka yang tak kunjung datang. dan ketika Devanka lebih memilih dengan keputusan orangtuanya, Asmara harus merelakannya, dua tahun ia berjuang melupakan seorang Devanka, melepaskannya demi kedamaian hatinya, sampai pada akhirnya seseorang muncul sebagai pilot yang baru saja bergabung. Ryan Pratama seorang pilot muda tampan tapi berwajah dingin tak bersahabat.
banyak momen tak sengaja yang membuat Ryan menatap Asmara lebih lama..dan untuk pertama kali dalam hidupnya setelah sembuh dari rasa trauma, Ryan menaruh hati pada Asmara..tapi tak semudah itu untuk Ryan mendapatkan Asmara, akankan pada akhirnya mereka akan jatuh cinta ?

selamat membaca...semoga kalian suka yaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 18

Pagi itu, langit Jakarta masih keabu-abuan. Udara di bandara terasa sejuk, diselimuti sisa embun pagi.

Asmara berjalan pelan menyusuri lorong terminal, menyeret koper kecilnya dengan langkah ringan. Seragam pramugari birunya tampak rapi, rambutnya disanggul anggun seperti biasa. Ia datang lebih awal dari jadwal briefing, berharap bisa memulai hari dengan tenang.

Namun begitu melewati area lounge kru, suasana langsung terasa berbeda.

Bisikan-bisikan lirih terdengar dari beberapa sisi ruangan.

Tatapan mata yang biasanya hangat menyapa, kini terasa seperti bilah tajam yang mengupas lapisan tenang di wajahnya.

Asmara berhenti sejenak, menatap sekeliling. Beberapa pramugari menunduk pura-pura sibuk, tapi bibir mereka masih bergetar, menyembunyikan senyum mencemooh.

“Eh, itu dia orangnya.”

“Serius, ya? Jadi mereka berdua ke Bali bareng?”

“Katanya itu bukan tugas dinas, tapi liburan pribadi.”

“Ya ampun. Gila sih, bisa dapetin Kapten Ryan Pratama…”

Bisikan-bisikan itu sampai jelas di telinga Asmara.

Darahnya seketika naik ke kepala. Jantungnya berdebar cepat, bukan karena marah, tapi karena kecewa. Lagi-lagi ia diterpa gosip.

Ia menelan ludah, mencoba tetap tegak. Tapi langkahnya terasa berat, terutama ketika salah satu senior pramugari, Olivia, menghampiri dengan tatapan sinis.

“Hebat juga kamu, Mara,” ujarnya setengah berbisik tapi cukup keras untuk didengar banyak orang. “Belum lama kena gosip sama mantan yang udah nikah, sekarang langsung naik level, jalan bareng Kapten Ryan di pantai Bali. Cepat banget move on-nya.”

Asmara menatap Olivia, mencoba menahan diri. “Aku rasa, kamu salah paham.”

Livia tersenyum miring. “Oh, jadi semua foto itu editan? Aneh aja, soalnya jelas banget tuh, kamu sama Kapten Ryan duduk di tepi pantai, keliatan... dekat.”

Beberapa orang di sekitar mereka tertawa kecil, seolah sedang menonton drama gratis di pagi hari.

Asmara menggenggam gagang kopernya kuat-kuat. “Kalau kamu mau tahu kebenarannya, tanyakan langsung ke Kapten Ryan. Aku nggak punya kewajiban menjelaskan apa pun.”

Livia mengangkat alis, pura-pura terkejut. “Wah, galak juga ya kamu sekarang? nggak nyangka, bisa-bisanya Kapten Ryan mau jalan sama kamu.”

Asmara menatap tajam, tapi memilih diam. Ia tahu melawan hanya akan memperpanjang gosip.

Ia berjalan meninggalkan mereka, menegakkan kepala meski dadanya terasa sesak.

Begitu sampai di ruang briefing, beberapa awak kabin langsung terdiam.

Asmara bisa merasakan perubahan suhu ruangan itu canggung dan penuh penilaian.

Namun detik berikutnya, pintu terbuka… dan Ryan masuk dengan langkah tenang, mengenakan seragam pilotnya yang berwibawa.

Suasana langsung berubah. Semua tatapan beralih padanya, lalu bergeser cepat ke Asmara.

Ryan berdiri di depan ruangan, matanya sempat menangkap ekspresi tegang di wajah Asmara.

Ia tahu, jika kebersamaan mereka di bali udah menjadi gosip, Ryan juga tak habis pikir, siapa yang sudah sengaja mengambil foto-foto itu.

Namun tanpa banyak bicara, Ryan memulai briefing seperti biasa. Suaranya tegas, profesional, tapi di sela-sela kata, matanya sesekali menatap ke arah Asmara, seolah mengirimkan pesan, jika semuanya akan baik-baik saja.

Setelah briefing selesai dan semua kru bubar, Ryan menatap lurus ke arah para awak yang masih berkerumun di pojok ruangan.

“Dan satu hal lagi,” ujarnya tiba-tiba, membuat semua berhenti.

“Saya ingin mengingatkan bahwa menyebarkan informasi pribadi seseorang, apalagi rekan satu tim, termasuk pelanggaran etika di lingkungan kerja kita. Jadi berhati-hatilah dengan apa yang kalian bagikan, dan dengan siapa kalian membicarakan hal itu.”

Semua menunduk. Suara ruangan hening seketika.

Ryan menatap mereka satu per satu sebelum akhirnya berjalan keluar , tapi saat melewati Asmara, langkahnya sedikit melambat.

“Temui aku di ruang istirahat kru,” ucapnya lirih, hampir seperti bisikan, tanpa menoleh.

Asmara hanya bisa mengangguk pelan.

Dan saat melihat punggung Ryan yang tegap menjauh, matanya memanas, entah karena terharu, atau karena lega bahwa kali ini, ada seseorang yang benar-benar berdiri di pihaknya.

...♡...

Di ruang istirahat kru, suasananya jauh lebih tenang.

Lampu putih redup memantul di dinding kaca besar yang menghadap ke landasan pesawat. Dari jendela, tampak cahaya matahari pagi mulai menyinari tubuh pesawat yang berderet di apron.

Asmara masuk perlahan, masih mengenakan seragam pramugari birunya. Langkahnya pelan, namun hatinya berdebar keras. Ryan sudah ada di sana, berdiri di dekat jendela, kedua tangannya dimasukkan ke saku celana, bahunya tegap, wajahnya serius.

Asmara menelan ludah. “Kamu nyuruh aku ke sini… ada apa, Kapten?”

Nada suaranya terdengar datar, berusaha tegar meski suaranya sedikit bergetar.

Ryan berbalik perlahan, menatapnya lama. Tatapan itu dalam, tajam tapi tak menghakimi.

“Gosip itu sudah sampai ke aku,” katanya tenang. “Dan aku tahu itu pasti bikin kamu nggak nyaman.”

Asmara tersenyum kecut. “Nggak nyaman?” ia tertawa lirih. “Kata itu terlalu halus, Ryan. Rasanya… aku capek. Dianggap rendah, dituduh yang bukan-bukan. Padahal aku cuma—”

Suaranya tercekat. Ia memalingkan wajah ke arah jendela, menahan air mata yang nyaris jatuh.

Ryan mendekat perlahan. Suara langkah sepatunya terdengar jelas di lantai ruangan. “Kamu nggak perlu jelaskan apa pun. Aku tahu kebenarannya.”

“Tapi mereka nggak tahu,” balas Asmara cepat, suaranya mulai meninggi karena emosi yang ditahan. “Dan mereka nggak mau tahu. Sekali seseorang dicap buruk, semua yang dia lakukan salah di mata orang lain.”

Ia menggenggam tangannya kuat-kuat. “Aku cuma pengin kerja tenang, Ryan… tanpa harus jadi bahan omongan setiap kali aku bernafas.”

Ryan menatapnya lama, lalu menarik napas panjang. “Dunia kita memang sempit, Mara. Semua orang sibuk menilai orang lain untuk merasa lebih baik dari dirinya sendiri. Tapi aku janji…” ia menatap lurus ke matanya. “selama aku di sini, aku nggak akan biarkan siapa pun merendahkan kamu lagi.”

Asmara mengerjap, terdiam sejenak. “Kenapa kamu begitu peduli?” tanyanya pelan. “Bukankah aku cuma ‘kekasih pura-pura’ kamu?”

Ryan menatapnya dalam diam. Bibirnya menegang, seolah menahan kata-kata yang ingin keluar tapi tertahan di tenggorokan.

Lalu ia melangkah lebih dekat, hingga jarak mereka nyaris hanya sejengkal.

“Awalnya iya,” ucapnya pelan, suaranya berat dan tenang. “Tapi sekarang… aku nggak yakin lagi ini semua cuma pura-pura.”

Asmara tertegun, matanya melebar. “R-Ryan…”

Tepat saat itu, suara panggilan dari radio internal bandara terdengar:

“Crew SkyAir 307, segera bersiap untuk boarding. Ulangi, SkyAir 307 bersiap untuk boarding.”

Keduanya spontan menoleh ke arah pintu.

Ryan menunduk sedikit, suaranya kembali datar namun lembut, seperti semula. “Kita harus ke gate. Nanti kita bicarakan lagi setelah penerbangan ke Batam.”

Ia berbalik, melangkah keluar lebih dulu.

Asmara masih berdiri di tempatnya, tubuhnya terasa ringan tapi aneh, antara gugup, bingung, dan degupan yang tak bisa dijelaskan.

Dalam hatinya, satu kalimat terus bergema:

"Awalnya iya. Tapi sekarang aku nggak yakin lagi kalau ini cuma pura-pura…"

Dan tanpa sadar, bibir Asmara menampilkan senyum kecil.

...✈️...

...✈️...

...✈️...

^^^Bersambung...^^^

1
Siti Naimah
pikirkan baik2 Asmara.. kesempatan gak datang duakali
Siti Naimah
jadi ruwet gitu ya...perkara yang dihadapi asmara? padahal dia gak salah apa2...ini semua ulah devanka
mantan kekasihnya yg masih Ter obsesi sama Asmara
Siti Naimah
bagus..asmara punya prinsip hidup yg kuat.berusaha untuk tidak mengulang kepahitan yang sama
Siti Naimah
menyimak dulu...kelihatannya bakal seru nih
Marini Suhendar
❤❤❤...lanjut thor
Nursina
semangat lanjutkan👍
Nursina
semangat lanjutkan
Mericy Setyaningrum
wah Dubai Im in love
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!