Jiang Shen, seorang remaja berusia tujuh belas tahun, hidup di tengah kemiskinan bersama keluarganya yang kecil. Meski berbakat dalam jalan kultivasi, ia tidak pernah memiliki sumber daya ataupun dukungan untuk berkembang. Kehidupannya penuh tekanan, dihina karena status rendah, dan selalu dipandang remeh oleh para bangsawan muda.
Namun takdir mulai berubah ketika ia secara tak sengaja menemukan sebuah permata hijau misterius di kedalaman hutan. Benda itu ternyata menyimpan rahasia besar, membuka pintu menuju kekuatan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Sejak saat itu, langkah Jiang Shen di jalan kultivasi dimulai—sebuah jalan yang terjal, berdarah, dan dipenuhi bahaya.
Di antara dendam, pertempuran, dan persaingan dengan para genius dari keluarga besar, Jiang Shen bertekad menapaki puncak kekuatan. Dari remaja miskin yang diremehkan, ia akan membuktikan bahwa dirinya mampu mengguncang dunia kultivasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 : Tingkatan Senjata
Pagi itu, suasana kota Jinan jauh lebih ramai dari biasanya. Pedagang berteriak menjajakan barang dagangan mereka, aroma daging panggang bercampur dengan bau herbal dari kios obat, dan suara riuh para warga memenuhi udara. Jiang Shen yang mengenakan pakaian sederhana melangkah dengan tenang, tujuan utamanya hanya satu: mencari sebilah pedang murah untuk menunjang latihannya.
Namun, langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sesuatu di dinding dekat alun-alun kota. Selembaran kertas besar tertempel dengan tulisan mencolok, dikelilingi kerumunan orang yang sedang membaca.
“Turnamen Generasi Muda Kota Jinan – Akan diadakan 3 bulan lagi.”
Jiang Shen mendekat, matanya menyapu cepat isi pengumuman. Syaratnya sederhana: peserta harus berusia di bawah 20 tahun dan membayar biaya masuk sebesar 10 koin perak. Hadiahnya membuat napasnya tercekat—100 koin emas dan sebuah pil kelas 4, Pil Penempa Jiwa.
“Pil Penempa Jiwa …” gumam Jiang Shen dalam hati. Dari ingatan Hun Zhen, ia tahu betul betapa berharganya pil itu. Bukan hanya memperkuat jiwa, tapi juga membantu mempercepat pemahaman teknik, memperkuat inti, bahkan menjadi fondasi untuk menerobos ke ranah jiwa emas. Itu benar-benar harta yang bisa mengubah nasib.
Kerumunan orang semakin ramai, dan telinga Jiang Shen menangkap berbagai obrolan.
“Aku yakin kali ini pemenangnya pasti Nona Lin Xueyin!” seru seorang pemuda.
“Tentu saja! Dia bahkan sudah mencapai ranah Inti Emas di usianya yang baru 18 tahun. Bandingkan dengan kita yang masih berkutat di ranah Pembangunan Fondasi.”
“Hah, jangan lupakan Zhang Rui, tuan muda klan Zhang! Katanya dia baru saja membentuk dantian dan menerobos ke Inti Emas juga. Kekuatan warisan klan Zhang juga tak bisa diremehkan.”
“Hm, tapi aku lebih penasaran dengan Hong Yue. Katanya dia jenius sejati klan Hong, walaupun baru mencapai Inti Emas, teknik pedang api dan elemen anginnya mengerikan. Banyak yang bilang dia bisa menandingi Lin Xueyin.”
Nama-nama itu terus disebut: Lin Xueyin dari klan Lin, Zhang Rui dari klan Zhang, dan Hong Yue dari klan Hong. Tiga jenius yang disebut-sebut sebagai calon juara mutlak.
Sementara itu, Jiang Shen hanya berdiri sedikit menjauh, mendengarkan tanpa ikut bergabung dalam percakapan. Wajahnya datar, tapi dalam hatinya ada percikan api tekad yang membara.
“Tiga bulan …” bisiknya pelan. “Kalau aku ingin berdiri di atas panggung itu, aku harus menembus ranah Inti Emas sebelum waktunya. Meski tampak mustahil … aku akan berusaha. Aku butuh keajaiban, tapi aku tidak akan berhenti melangkah.”
Setelah itu, ia mengalihkan perhatiannya dari selembaran dan melanjutkan langkah ke sebuah toko senjata kecil di sudut jalan. Tidak ada ukiran indah atau rak penuh pusaka bersinar—hanya senjata sederhana yang dipajang seadanya. Itu sudah cukup.
Jiang Shen mendorong pintu kayu toko senjata kecil itu. Begitu masuk, aroma logam panas dan minyak perawatan pedang langsung menyambut hidungnya. Rak-rak sederhana penuh dengan senjata berjejer rapih: pedang, tombak, dan belati, sebagian terlihat usang, sebagian lagi cukup baru.
Di balik meja, seorang pria paruh baya dengan janggut tipis sedang membersihkan sebilah tombak. Saat melihat Jiang Shen masuk, pria itu tersenyum ramah.
“Selamat datang, anak muda. Mencari sesuatu? Pedang? Belati? Atau kau hanya ingin melihat-lihat?”
Jiang Shen mengangguk singkat. “Aku mencari pedang. Yang sederhana saja, tapi kuat.”
Penjual itu menatapnya sebentar, seolah menilai siapa sebenarnya remaja ini. Dari pakaiannya, jelas bukan anak dari keluarga besar. Tapi tatapan matanya … berbeda. Ada keteguhan yang membuat sang penjual tak bisa meremehkannya begitu saja.
“Kalau begitu, ikut aku ke sini,” katanya sambil berjalan ke rak paling pojok. Ia lalu menarik keluar sebuah pedang dengan sarung kayu sederhana. Setelah melepas sarungnya, terlihat bilah pedang sepanjang satu meter, berwarna merah gelap, memantulkan cahaya samar.
“Pedang ini terbuat dari campuran besi dan sedikit serpihan batu meteor merah yang jatuh ke bumi beberapa puluh tahun lalu,” jelas sang penjual. “Sayangnya, itu hanya logam biasa yang bercampur dengan batu meteor. Tidak sampai bisa dianggap pusaka. Tapi untuk latihan dan bertarung di tingkat pemula, pedang ini cukup tangguh. Tidak mudah patah, dan bilahnya lebih kuat dibanding pedang besi biasa.”
Jiang Shen menatap pedang itu dalam-dalam. Saat jemarinya menggenggam gagang kayu yang dibalut kulit sederhana, terasa pas di tangannya. Beratnya juga seimbang, tidak terlalu ringan tapi tidak juga terlalu berat.
“Berapa harganya?” tanya Jiang Shen dengan nada tenang.
“Satu koin emas,” jawab penjual tanpa ragu.
Jiang Shen terdiam. Baginya, satu koin emas adalah jumlah besar. Namun, sebelum ia sempat menimbang-nimbang, sang penjual menambahkan sambil tersenyum kecil, “Kebetulan hari ini ada potongan harga, 20%. Jadi hanya delapan puluh koin perak.”
Mata Jiang Shen sedikit membesar, lalu ia mengangguk. “Terima kasih.” Ia segera mengeluarkan koin-koin perak dari kantong kecilnya, menghitung dengan hati-hati sebelum menyerahkannya.
Penjual itu menerima dengan anggukan puas. “Pedang ini mungkin hanya senjata biasa, tapi ingatlah satu hal, anak muda. Senjata hanyalah alat. Yang membuatnya bernilai adalah tangan yang mengayunkannya. Banyak orang memburu pusaka, tapi tanpa dasar yang kuat, pusaka pun hanya jadi besi tua.”
Jiang Shen menunduk sedikit, menghormati kata-kata itu. “Aku akan mengingatnya.”
Saat keluar dari toko, pedang baru itu sudah tergantung di punggungnya. Ia melangkah di jalanan ramai kota Jinan dengan perasaan berbeda—lebih tenang, lebih siap.
Di dalam pikirannya, ia kembali mengingat pengetahuan Hun Zhen tentang tingkatan senjata di dunia ini:
Senjata biasa – seperti pedang yang baru saja ia beli, tanpa aura, hanya logam yang ditempa dengan baik.
Pusaka tingkat Bumi – senjata yang mulai memiliki sedikit aura, bisa memperkuat serangan pemiliknya.
Pusaka tingkat Awan – senjata dengan kekuatan yang lebih stabil, mampu menyalurkan energi qi dengan lebih sempurna.
Pusaka tingkat Langit – senjata langka yang sering menjadi kebanggaan sekte dan klan besar, kekuatannya bisa mengubah jalannya pertempuran.
Pusaka tingkat Dewa – senjata legendaris yang bahkan bisa menghancurkan gunung dengan satu tebasan. Hanya sedikit sekali yang pernah muncul di dunia ini.
Jiang Shen tahu, pedang di punggungnya bukan apa-apa jika dibandingkan dengan pusaka-pusaka besar itu. Tapi, untuk saat ini, pedang ini adalah awal dari jalannya.
“Mulai sekarang … aku akan menguasai Teknik Pedang Matahari,” ucapnya lirih, suaranya tenggelam oleh hiruk pikuk kota.
Dengan langkah mantap, ia meninggalkan keramaian pasar dan menuju ke pinggiran kota.
MC nya belom mengenal luas nya dunia karena belom berpetualang keluar tempat asal nya,hanya tinggal dikota itu saja
Jangan buat cerita MC nya mudah tergoda pada setiap wanita yg di temui seperti kebanyakan novel2 pada umum nya,cukup 1 wanita.