Selina Ratu Afensa tak pernah menduga hidupnya berubah drastis saat menerima pekerjaan sebagai pengasuh di keluarga terpandang. Ia pikir hanya akan menjaga tiga anak lelaki biasa, namun yang menunggunya justru tiga badboy yang terkenal keras kepala, arogan dan penuh masalah
Sargio Arlanka Navarez yang dingin dan misterius, Samudra Arlanka Navarez si pemberontak dengan sikap seenaknya dan Sagara Arlanka Navarez adik bungsu yang memiliki trauma dan sikap sedikit manja. Tiga karakter berbeda, satu kesamaan yaitu mereka sulit di jinakkan
Di mata orang lain, mereka adalah mimpi buruk. Tapi di mata Selina, mereka adalah anak anak kesepian yang butuh di pahami. Tanpa ia sadari, keberaniannya menghadapi mereka justru mengguncang dunia ketiga badboy itu dan perlahan, ia menjadi pusat dari perubahan yang tak seorang pun bayangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Blue🩵, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu tiga badboy
Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab dalam kepalanya. Tapi satu hal yang pasti, pria bernama Niko ini telah menyelamatkannya dan untuk sementara, ia percaya padanya
Selina menyuapkan sepotong roti ke mulutnya pelan. Suasana meja makan cukup tenang, hanya terdengar denting halus sendok dan garpu serta sesekali suara burung dari luar jendela besar. Tapi mata Selina tak bisa berhenti mengamati sekeliling
Rumah ini… sangat mewah. Dinding tinggi, langit langit berornamen elegan, perabotannya tampak mahal dan pencahayaan alami membuat semuanya tampak hangat dan bersih. Tapi…
“Rumahnya… besar sekali” gumam Selina pelan
Niko menoleh sebentar, mengangguk kecil “Ya, cukup besar”
Selina mengerutkan dahi “Tapi… kenapa sepi? Di mana istri Om? Dan anak anak Om?”
Niko sempat diam sejenak sebelum meletakkan garpunya ke atas piring. Sorot matanya berubah sedikit kelam
“Istriku sibuk bersenang senang… di surga” jawabnya tenang tapi terdengar getir “Dia meninggal saat anak anakku masih kecil”
Selina langsung menunduk, merasa bersalah telah bertanya “Maaf, saya tidak tahu…”
Niko menggeleng pelan “Tidak apa apa”
Ia melanjutkan “Sementara anak anakku… dari semalam mereka belum pulang. Mereka memang sudah terbiasa begitu. Ada yang menginap di rumah temannya, ada juga yang pulang ketika ingat saja. Saya juga baru sampai tadi malam, setelah hampir dua minggu di luar negeri”
Selina mengangguk kecil, tak tahu harus menanggapi bagaimana
Niko melirik ke arahnya “Kalau kamu sendiri, tinggal di mana? Kalau nanti sudah merasa baikan, Om bisa suruh Errick mengantarmu pulang”
Selina menegang. Tangannya terhenti di atas piring. Ia menunduk, menatap rotinya yang mulai dingin. Tak ada jawaban yang keluar dari bibirnya. Diamnya justru menjelaskan segalanya
Niko mengamati raut wajah Selina yang berubah muram
‘Dugaanku benar’ pikirnya ‘Dia tidak punya tempat untuk kembali’
Apalagi semalam dia berjalan di tengah jalan sambil menyeret koper besar. Jelas ada masalah
“Selina?"suara Niko lembut namun jelas “Kamu sekolah di mana?”
Selina menarik napas dalam dalam sebelum akhirnya menjawab, suaranya nyaris tak terdengar “Saya… sudah nggak sekolah dan… saya nggak punya rumah”
Niko terdiam sejenak. Kalimat itu cukup untuk menjelaskan semuanya
Selina lalu menoleh padanya. Wajahnya tampak ragu, tapi sorot matanya tulus
“Om… kalau boleh, saya kerja aja di sini. Saya bisa bantu bersihin rumah, nyuci, masak juga dikit dikit bisa. Saya… terbiasa ngerjain semua itu di rumah. Jadi, kalau Om nggak keberatan, saya bisa bantu jadi asisten rumah tangga aja. Saya janji nggak akan merepotkan”
Niko terkejut. Ia tak menyangka Selina akan mengatakan itu. Gadis ini terlihat masih sangat muda, polos dan jujur. Tapi ada kepedihan yang mendalam di matanya. Kepedihan yang pasti datang dari luka yang belum sembuh
Ia bersandar ke kursinya, memandangi Selina yang menunduk lagi, mungkin takut ditolak
Sesaat, Niko tak menjawab. Ia mempertimbangkan sesuatu
Selina menunduk setelah mengajukan permintaannya untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga. Ia tahu itu mungkin permintaan yang aneh, tapi itu satu satunya hal yang bisa ia tawarkan sekarang
Namun, jawaban Niko membuat hatinya menciut
“Asisten rumah tangga di rumah ini sudah cukup banyak Selina” ucap Niko datar namun jujur
Selina langsung menunduk makin dalam. Senyum kecil yang tadi sempat muncul di wajahnya kini sirna. Ia menggenggam ujung roknya erat erat, menahan rasa malu dan kecewa yang mulai menyeruak
Namun, sebelum ia sempat membuka suara, Niko kembali berkata
“Tapi… kebetulan Om sedang butuh satu posisi penting yang belum terisi”
Selina yang tadinya menunduk, perlahan mengangkat kepalanya. Matanya membulat, berbinar penuh harap, seolah cahaya baru masuk ke dalam hidupnya. Ia membuka bibir, hendak menanyakan maksud dari kata kata itu
Namun tiba tiba langkah cepat terdengar dari arah belakang. Errick muncul, wajahnya serius seperti biasa. Ia membawa sebuah ponsel dan langsung menyerahkannya pada Niko
“Tuan ada telepon masuk”
Niko menoleh sekilas, menerima ponsel itu. Pandangannya kembali ke arah Selina, senyumnya tidak hilang
“Kamu lanjutkan saja makanmu. Om angkat telepon dulu sebentar”
Selina hanya mengangguk sopan, menuruti ucapannya
Niko pun bangkit, berjalan tenang ke arah halaman samping. Udara sore menyapu wajahnya, sedikit menenangkan pikirannya sebelum ia menekan tombol hijau di layar
Begitu tersambung, suara di seberang membuat langkah Niko terhenti
“Pa…” suara itu berat tapi masih ada nada remaja di dalamnya, suara anak lelakinya yang semalam sudah ia hubungi berulang kali, namun tak kunjung diangkat
“Samudra?” suara Niko mengeras, namun terdengar lega “Kenapa baru telepon papa sekarang?”
Ada jeda singkat sebelum anak lelaki itu menjawab “Maaf Pah… kemarin ponselku lowbat dan aku ketiduran”
Niko menghela napas berat, menahan emosi yang ingin meledak “Sekarang Papa tanya, Sagara sama Sargio ada di mana?”
Anak lelaki itu menoleh sebentar, melirik saudaranya yang duduk tak jauh darinya. “Mereka ada di sini, bersamaku”
“Bagus” Suara Niko kembali mantap, menekan setiap kata “Dengar baik baik. Malam ini, kalian bertiga harus pulang ke rumah. Ada yang mau Papa kenalkan pada kalian. Dan Papa tidak mau menerima alasan apapun. Mengerti?”
Anak lelaki itu terdiam sesaat, tidak langsung menjawab. Ponselnya masih menempel di telinga, namun matanya bergerak melirik ke samping
Di sana, saudara kembarnya sedang menatapnya tajam. Pandangan penuh arti, seakan menantang “jawab aja, biar kita lihat apa maunya Papa”
Saudara kembarnya itu mengangkat dagunya sedikit, lalu memberi kode anggukan singkat
Anak lelaki itu kembali menatap lurus, menarik napas panjang, kemudian bersuara datar
“Baik Pah, kami akan datang malam ini”
Hening sejenak, lalu terdengar desahan lega dari seberang
“Oke, papah tunggu malam ini” ucap Niko mantap, meski nada otoritasnya tetap melekat
Setelah menutup telepon, layar ponsel Samudra Arlanka Navarez meredup, menyisakan pantulan samar wajah seriusnya. Ia duduk di tepi rooftop dengan kaki menjuntai bebas, membiarkan angin sore mengacak rambut hitam legamnya yang sedikit panjang. Samudra adalah anak kedua, dengan sorot mata tajam dan dingin, bibir tipis yang jarang tersenyum. Ketampanannya tegas, berwibawa, membuat siapa pun yang melihat akan sulit menebak isi kepalanya. Ia adalah tipe pemuda yang tenang di luar, tapi penuh badai di dalam
Di sebelahnya, Sagara Arlanka Navarez, si bungsu, tampak lebih santai. Wajahnya hampir serupa dengan Samudra, hanya saja garis rahangnya lebih lembut dan senyumnya lebih nakal. Sagara punya pesona badboy yang usil, alis tebal, hidung mancung dan tatapan yang selalu seperti mengejek lawan bicara. Dengan botol minuman di tangan, ia memainkannya tanpa peduli, seolah hidup hanya permainan
Langkah berat terdengar mendekat. Sargio Arlanka Navarez, anak pertama, muncul sambil membawa beberapa kaleng minuman. Posturnya sedikit lebih tegap dan dewasa di banding kedua adiknya, membuatnya tampak seperti versi lebih matang dari wajah mereka. Meski sama sama tampan dengan rahang tegas dan hidung mancung khas keluarga Navarez, Sargio punya aura pemimpin alami. Tatapannya tajam tapi bijak, membuat orang tahu ia bukan sekadar kakak, tapi juga pelindung