NovelToon NovelToon
Bercerai Setelah Lima Tahun Pernikahan

Bercerai Setelah Lima Tahun Pernikahan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Nagita Putri

Nathan memilih untuk menceraikan Elara, istrinya karena menyadari saat malam pertama mereka Elara tidak lagi suci.

Perempuan yang sangat ia cintai itu ternyata tidak menjaga kehormatannya, dan berakhir membuat Nathan menceraikan perempuan cantik itu. Namun bagi Elara ia tidak pernah tidur dengan siapapun, sampai akhirnya sebuah fakta terungkap.

Elara lupa dengan kejadian masa lalu yang membuatnya ditiduri oleh seorang pria, pertemuan itu terjadi ketika Elara sudah resmi bercerai dari Nathan. Pria terkenal kejam namun tampan itu mulai mengejar Elara dan terus menginginkan Elara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nagita Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

****

Waktu makan siang tiba. Sebagian besar karyawan sudah keluar ke kantin atau restoran sekitar, tapi suasana di ruang kerja Marvin tetap hidup.

Lucas duduk di kursi tamu besar sambil mengayunkan kaki kecilnya. Di hadapannya, Elara sedang menata kotak makan yang tadi dibawanya dari rumah.

Lucas menatap penasaran.

“Mommy, itu apa? Wangi sekali!” ucap Lucas.

Elara tersenyum lembut.

“Ini bekal makan siang saya. Daging dengan sayur dan sedikit kentang. Apa Tuan muda mau mencobanya?” tawar Elara.

Lucas mengangguk cepat.

“Ya aku mau! Tapi Daddy tidak akan marah kan kalau aku makan bekal Mommy?” tanya Lucas.

Marvin dari balik meja, langsung membalas.

“Lucas, dia bukan Mommy mu. Dan kau punya makanan sendiri. Jangan merepotkan Elara.” ucap Marvin.

Lucas mencibir kecil, menatap Marvin dengan nada menantang.

“Tapi aku tak mau makan yang dari Daddy. Aku mau yang Mommy makan! Makanan Mommy pasti lebih enak!” ucap Lucas.

Elara tertawa kecil, mencoba menengahi.

“Tuan Marvin, tidak apa-apa. Saya senang kalau Tuan muda Lucas mau makan.” ucap Elara.

Marvin hanya menatap tajam namun tak berkomentar. Ia tampak pasrah tapi jelas menahan sesuatu dalam ekspresinya.

Elara duduk di kursi dekat Lucas, membuka sendok kecil. Lucas langsung memiringkan wajahnya, tersenyum polos.

Lucas dengan manja bersuara.

“Mommy, suapin aku, ya?” pintanya.

Elara terkejut.

“Eh? Disuapi?” tanya Elara.

Lucas mengangguk cepat.

“Iya! Biasanya alu tidak pernah ada yang memberiku suapan. Daddy selalu sibuk, jadi aku mau Mommy saja yang suapin!” ucap Lucas.

Tatapan Elara melembut. Ia menatap wajah mungil itu, begitu mirip Marvin, tapi sorot matanya penuh kerinduan akan kasih sayang. Akhirnya ia tersenyum.

“Baiklah, tapi janji habiskan ya?” ucap Elara gemas.

Lucas tersenyum lebar.

“Janji! Mommy terbaik di dunia!” puji Lucas.

Marvin yang memperhatikan dari balik meja mulai kehilangan fokus. Tangannya berhenti mengetik di laptop, pandangannya tak lepas dari pemandangan di depannya, Lucas makan dengan manis, Elara menyuapinya lembut, seolah mereka benar-benar ibu dan anak.

“Aku suka! Mommy masak ini sendiri?” tanya nya.

Elara menganggukkan kepalanya.

“Iya, ini resep keluarga saya. Kalau Tuan muda suka, besok saya buatkan lagi ya?” tawar Elara.

Lucas tentu saja sangat senang.

“Ya! Aku mau makan denganmu, Mom setiap hari!” balas Lucas cepat.

Marvin mengerutkan keningnya, menghela napas berat.

“Elara, kau datang ke sini untuk bekerja. Bukan jadi pengasuh. Terlebih panggil Lucas saja, tak perlu Tuan muda.” ucap Marvin menyela.

“Maaf, Tuan Marvin. Lucas hanya ingin makan. Saya hanya membantu.” balas Elara.

Lucas protes dengan suara kecil.

“Daddy, jangan kasar! Mommy tidak salah apa-apa!” kesalnya.

Marvin mendadak terdiam. Ia jarang sekali mendengar Lucas membela seseorang, apalagi dengan nada sedemikian tegas. Biasanya, anak itu cuek, dingin, dan tidak terlalu peduli pada siapa pun kecuali dirinya sendiri.

Marvin menyandarkan tubuhnya di kursi, menatap Lucas dengan pandangan yang sulit dijelaskan.

Marvin bersuara lagi.

“Aneh, biasanya kau bahkan tidak mau dekat dengan siapa pun.” ucap Marvin pada putranya itu.

Lucas menoleh membalas tatapan Marvin.

“Ya karena dia Mommy ku. Mommy yang hangat, Daddy. Kalau Mommy melihatku, rasanya menenangkan sekali. Seakan aku sudah kenal lama dengannya.” ucap Lucas.

Elara tersenyum lembut, menepuk kepala Lucas. Jujur ada perasaan hangat dan sesak di dada Elara, sedangkan ia tak mengerti dengan perasaan aneh yang terlalu mengganggunya itu.

“Lucas anak yang baik.” puji Elara.

Lucas langsung menggenggam tangan Elara.

“Tetaplah disisiku Mom.” ucap Lucas terdengar memohon

Elara membalas dengan senyum kecil mendengar ucapan polos itu, tapi di balik senyumnya ada sesuatu yang menyesakkan di dadanya, entah rasa haru atau kerinduan yang ia sendiri tak mengerti.

Marvin berdehem pelan.

“Sudah cukup. Lucas, habiskan makananmu, lalu istirahat di sofa. Elara, setelah itu lanjutkan laporan yang aku minta.” ucap Marvin.

Lucas kesal, ia memeluk lengan Elara erat.

“Tapi aku masih ingin Mommy…”

“Lucas.” sela Marvin.

Suara itu membuat Lucas terdiam sesaat, namun anak itu justru menatap Daddy nya dengan sorot mata penuh keberanian.

“Daddy kenapa tak suka Mommy? Aku suka Mommy! Daddy juga harus suka Mommy!” ucap Lucas.

Ruangan mendadak hening. Elara langsung menunduk, wajahnya merah padam. Sementara Marvin menatap putranya dengan rahang mengeras, lalu mengalihkan pandangannya ke arah jendela.

“Lucas, tidak semua hal bisa kau paksa seperti itu.” ucap Marvin.

Lucas masih menatap Daddy nya dengan polos.

“Kalau Daddy bisa kerja keras buat dapetin proyek besar, kenapa tak bisa buat dapetin Mommy?” lanjut Lucas lagi.

Elara menahan tawa kecil yang lolos dari bibirnya, sementara Marvin menatapnya dengan ekspresi frustasi bercampur lelah menghadapi putranya itu.

Marvin memijat pelipisnya.

“Aku benar-benar akan kehilangan akal karena anak ini…” decak Marvin.

Elara malah tertawa karena ucapan Marvin.

“Dia hanya rindu kasih sayang, Tuan Marvin. Lucas anak yang cerdas, dan juga lembut.” ucap Elara memuji Lucas lagi.

Marvin menatap Elara sejenak.

“Mungkin.” balas Marvin.

Untuk pertama kalinya, tatapan dingin Marvin mulai melunak ketika melihat bagaimana Lucas tersenyum manja di pangkuan Elara, tangan kecilnya masih menggenggam jemari wanita itu seolah tak mau dilepas.

Ada sesuatu yang menghangat di dada Marvin, rasa yang aneh, tak nyaman tapi menenangkan.

Sesuatu yang selama ini ia hindari, perasaan.

****

Sorenya.

Beberapa staf sudah pulang, tapi ruangan kerja Marvin Luther masih dipenuhi kesibukan ringan.

Elara duduk di sudut meja kerja, menatap layar komputer dengan fokus, sementara Lucas tidur nyenyak di sofa panjang, posisi tubuh mungilnya miring, tangan kecilnya menggenggam robot yang tadi dibelikan Elara dari toko di bawah gedung.

Marvin berdiri di depan jendela besar, memandangi langit sore. Namun pikirannya bukan pada langit, bukan pula pada laporan, melainkan pada dua sosok di ruangan itu.

Elara bekerja dengan tenang, sesekali menatap Lucas, memastikan anak itu nyaman.

Gerakan Elara lembut, suaranya pelan setiap kali menerima telepon atau mengetik catatan. Tak ada keluhan, tak ada tatapan lelah yang berlebihan, semuanya tampak teratur, rapi, dan hangat.

Marvin menatapnya lama.

Dalam diam, batinnya bersuara.

'Tidak kah kau ingat kalau kau pernah melahirkan Lucas, Elara?' batin Marvin.

'Apa kau sudah lupa kejadian di masa lalu? Kau perempuan pilihanku sejak dulu untuk mengandung benihku, maaf.' Marvin lagi-lagi berucap dalam hati.

Marvin menghela napas berat, menatap lantai dengan sorot mata kosong.

Kalimat itu menggema di kepalanya, kata “maaf” yang tak pernah bisa ia ucapkan dengan lantang sejak kejadian lama itu.

'Kau tidak tahu, Elara, aku menyakitimu dengan keputusan yang salah. Aku memisahkanmu dari Lucas, dari segalanya. Tapi aku melakukannya karena aku bodoh, karena aku pikir itu yang terbaik untuk melindungimu dari sisi kelamku.' batin Marvin lagi.

Elara tiba-tiba menoleh.

“Tuan Marvin?” suaranya lembut tapi membuat Marvin sedikit tersentak.

Marvin berdehem kecil, mencoba tenang.

“Ya, ada apa?” balas Marvin.

Elara tersenyum sopan.

“Laporan investasi untuk cabang Roma sudah saya kirim ke email Anda. Juga revisi pengeluaran divisi ekspor minggu ini.” ucap Elara.

Marvin menatapnya lama.

“Cepat sekali. Kau bahkan sempat mengurus itu sambil menjaga Lucas?” tanya Marvin.

Elara menunduk, sedikit tersenyum.

“Lucas anak yang baik. Dia tidak berisik. Lagi pula, saya sudah terbiasa mengatur waktu.” balas Elara.

“Terbiasa?” tanya Marvin lagi.

“Ya. Dulu saya pernah mengurus anak panti ketika masih bekerja paruh waktu di sana. Mungkin karena itu saya tidak canggung dengan anak kecil.” balas Elara.

Ucapan itu membuat dada Marvin terasa sesak. Anak panti? pikirnya. Ia menatap Elara lebih dalam.

Ia tahu Elara tidak tahu apa-apa. Tidak tahu siapa Lucas sebenarnya. Tidak tahu rahasia besar yang Marvin sembunyikan selama bertahun-tahun.

Lucas tiba-tiba menggeliat kecil di sofa. Suaranya serak dan manja.

“Mommy.” gumamnya setengah sadar.

Elara segera berdiri, menghampiri, lalu merapikan selimut kecil yang menutupi tubuh Lucas.

“Tidurlah lagi, sayang.” katanya lembut sambil mengusap kepala bocah itu.

Marvin memejamkan mata sejenak.

Suara lembut itu, panggilan “sayang", menyentuh bagian terdalam dirinya.

Begitu alami, begitu tulus.

'Kau bahkan masih memperlakukan Lucas seperti anakmu sendiri tanpa tahu kebenaran yang kusimpan.' batin Marvin.

Elara kembali ke meja, menyalakan komputer dan melanjutkan pekerjaan tanpa menuntut apapun.

Sikapnya tenang, seolah tidak sadar bahwa tatapan pria dingin di belakang meja kerja itu kini tak pernah berhenti memerhatikannya.

“Elara.” panggil Marvin.

Elara menoleh.

“Ya, Tuan Marvin?” balas Elara.

“Kenapa kau selalu sabar seperti ini? Bahkan saat Lucas membuamu repot, kau tidak pernah kesal sama sekali.” ucap Marvin.

Elara tersenyum mendengar pertanyaan itu.

“Mungkin karena saya tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang berarti. Jadi saya belajar untuk tidak mudah marah. Lucas memang butuh perhatian dari sosok seorang Mommy.” balas Elara.

Marvin terdiam.

Kalimat itu menghantamnya lagi dan lagi.

“Kau, pernah kehilangan seseorang?” tanya Marvin.

Elara menunduk.

“Ya. Tapi biarlah, masa lalu tak penting untuk dibicarakan.” ucap Elara menyela.

Marvin menatapnya dengan sorot mata yang berubah, tidak lagi sekedar atasan kepada bawahan. Ada sesuatu di matanya.

“Elara, jika suatu hari masa lalu itu datang lagi, apa kau akan memaafkannya?” tanya Marvin tiba-tiba.

Elara menatapnya heran.

“Memaafkan?” tanya Elara.

“Ya. Jika seseorang di masa lalu datang dan meminta maaf, apa kau bisa memaafkannya?” tanya Marvin.

Hening sejenak. Elara menatap layar komputer, lalu tersenyum kecil.

“Kalau dia benar-benar menyesal, mungkin bisa. Tapi 'maaf' tidak selalu berarti harus kembali mempercayai, bukan?” ucap Elara.

Marvin mengangguk kecil.

“Elara, kau selalu bisa membuatku merasa kalah.” ucap Marvin membalas.

Elara tertawa kecil.

“Kalah?” tanya Elara.

Marvin menjawab pelan.

“Kalah dari diriku sendiri.” ucapnya.

Elara hanya menatapnya bingung, tak memahami maksud ucapan itu.

Sementara di hatinya, Marvin bergumul dengan perasaan yang makin tak terkendali.

'Kau tak tahu apa pun, Elara. Bahwa Lucas, anak yang kau dekap tadi adalah darahmu sendiri. Kau melahirkannya untukku, untuk dunia yang kau tinggalkan tanpa tahu siapa dia. Dan aku bodoh, karena membiarkanmu pergi.' ucap Marvin membatin.

Ia menatap lagi Elara yang tengah merapikan meja, lalu pandangannya beralih ke Lucas yang masih tertidur damai.

Marvin berbisik sangat pelan, nyaris tak terdengar.

“Maaf, Elara. Maaf karena aku menyimpanmu terlalu lama dalam rahasia yang seharusnya jadi milikmu.” ucap Marvin kecil sekali.

Sore itu, di balik ketenangan ruang kerja yang mewah, Marvin Luther menatap dua sosok yang menjadi luka dan penawar dalam hidupnya, seorang wanita yang tak tahu kebenaran, dan anak yang menunggu kasih sayang seorang ibu yang tak ia sadari masih ada di depan matanya.

Bersambung…

1
Rasmi Linda
kau bodoh dia naksir kau
Jumiah
jangan kawatir lara kmu akan mendapatkan yg lebih baik dri sebelum x..
Tzuyu Twice: setuju
total 1 replies
Siti Hawa
aku mmpir thoor... dari awal aku baca, aku tertarik dengan ceritanya... semangat berkarya thoor👍💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!