Nayla dan Dante berjanji untuk selalu bersama, namun janji itu pudar ketika Nayla mendapatkan pekerjaan impiannya. Sikap Nayla berubah dingin dan akhirnya Dante menemukan Nayla berpegangan tangan dengan pria lain. Hatinya hancur, tetapi sebuah kecelakaan kecil membawanya bertemu dengan Gema, kecerdasan buatan yang menjanjikan Dante kekayaan dan kekuasaan. Dengan bantuan Gema, Dante, yang sebelumnya sering ditolak kerja, kini memiliki kemampuan luar biasa. Ia lalu melamar ke perusahaan tempat Nayla bekerja untuk membuktikan dirinya. Dante melangkah penuh percaya diri, siap menghadapi wawancara dengan segala informasi yang diberikan Gema.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Moment hangat dipantai
Freya menahan napasnya. Senyum tipis mengembang di bibirnya. Ia membiarkan keheningan menyelimuti mereka sebentar, memproses pengakuan yang begitu tulus.
"Kamu tahu," Freya memulainya, suaranya pelan. "Aku juga tidak bisa berhenti memikirkanmu selama setahun ini."
Dante tersenyum, matanya memancarkan kehangatan. "Aku tahu," jawabnya. "Gengsimu terlalu besar untuk menghubungiku duluan."
Freya tertawa kecil, memukul lengan Dante dengan lembut. "Tentu saja," katanya. "Tapi kamu juga tidak menghubungiku."
"Aku butuh waktu untuk menjadi orang yang pantas untukmu," kata Dante, nada suaranya berubah serius. "Aku harus bisa berdiri sejajar denganmu, bukan hanya sebagai orang yang bisa memperbaiki komputermu, tapi sebagai orang yang bisa berbagi hidup denganmu."
Tiba-tiba, Dante berbisik pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri. "Gema, rencana apa yang akan kita lakukan untuk Gemagroup sekarang?"
[Fokus ke Freya dulu, Dante. Kau sudah melakukannya dengan baik.]
Dante tersenyum kecil. "Terima kasih sudah mendukungku. Aku janji ini tidak akan sia-sia."
[Tentu saja. Malam ini, aku tidak akan mengganggu atau bersuara, kecuali ada keadaan darurat. Aku ingin melihatmu bahagia bersamanya. Rencana untuk Gemagroup, kita bicarakan besok.]
Makanan mereka datang, dan mereka berhenti sejenak dari percakapan mendalam itu. Keduanya mulai makan, tapi pandangan mereka masih sering bertemu. Ada rasa nyaman yang tidak bisa dijelaskan di antara mereka.
"Jadi, apa rencanamu ke depannya dengan Gemagroup?" tanya Freya, mencoba mengalihkan pembicaraan ke topik yang lebih ringan.
Dante tersenyum, "Aku tidak tahu. Aku hanya mengikuti intuisiku."
Freya tersenyum lembut. "Dan intuisimu tidak pernah salah," ucapnya, menatap Dante dengan penuh arti.
Dante membalas tatapannya, senyumnya mengembang. "Sepertinya begitu."
Freya tersenyum malu-malu. Mereka kembali menikmati makanan mereka dalam keheningan yang nyaman. Setelah makan, Dante mengantar Freya kembali ke mobil.
"Aku tidak ingin mengakhiri malam ini dengan hanya makan malam," kata Dante. Ia menatap Freya dengan tatapan yang penuh harapan. Freya mengangguk, ia pun juga tidak ingin waktu yang mereka miliki begitu singkat.
"Kemanapun kamu ingin pergi, aku akan mengabulkannya," kata Dante, suaranya pelan.
Freya tersenyum, "Bagaimana kalau... pantai?"
Dante mengangguk. "Tentu saja." Mereka saling menatap, waktu terasa berhenti. Tanpa ragu, Dante mendekat, memegang wajah Freya, dan menciumnya dengan lembut. Freya membalas ciuman itu, melepaskan semua keraguan yang ia rasakan. Dalam momen itu, mereka tahu bahwa mereka telah menemukan jalan kembali satu sama lain.
Di dalam mobil, musik klasik mengalun lembut, memecah keheningan yang nyaman. Dante dan Freya duduk berdekatan, tangan mereka saling menggenggam. Perasaan yang sama kembali hadir, seolah setahun yang lalu tidak pernah terjadi.
"Ibuku bilang, aku terlalu keras kepala," Freya memulai, suaranya pelan dan reflektif. "Katanya, kalau aku mau memaafkan orang, aku harus memaafkan semuanya."
Dante mengangguk, memahaminya. "Ayahmu juga begitu?"
"Ayahku adalah seorang perfeksionis," jawab Freya. "Ia mendidikku agar menjadi yang terbaik di segala hal. Ia tidak pernah mau aku menjadi yang kedua. Katanya, kalau kamu tidak bisa menjadi yang terbaik, lebih baik tidak usah."
Dante mendengarkan dengan penuh perhatian. "Tampaknya ia ingin yang terbaik untukmu."
Freya tersenyum, menatap lurus ke depan. "Ia selalu ingin yang terbaik untukku, tapi caranya terlalu kaku. Ayahku bertemu ibuku di sebuah pameran seni. Mereka punya pandangan hidup yang berbeda, tapi saling melengkapi. Ibuku yang mengajarkan ayahku untuk menikmati hal-hal sederhana."
"Sepertinya kamu mewarisi ibumu," kata Dante. "Kamu juga suka hal-hal sederhana."
"Mungkin," jawab Freya, senyumnya mengembang. "Aku menyukai semua yang membuatku nyaman. Seperti berada di sampingmu saat ini."
Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai di pantai. Deburan ombak terdengar, dan semilir angin malam menerpa wajah mereka. Freya melepas sandalnya, membiarkan kakinya merasakan pasir. Dante mengikutinya, berjalan berdampingan di tepi pantai.
Dante menghentikan langkahnya. Ia menatap ke arah laut yang gelap. "Terima kasih, Freya," katanya, suaranya tulus. "Terima kasih karena kamu menepati janjimu, untuk tidak menggangguku selama setahun ini."
Freya menoleh ke arah Dante, matanya berbinar di bawah cahaya bulan. "Aku juga harusnya berterima kasih," jawabnya, suaranya lembut. "Terima kasih karena telah membawaku kemari."
Dante tersenyum, ia menarik Freya ke dalam pelukannya. Freya bersandar di dada Dante, merasakan kehangatan yang sama seperti dulu. Dante memeluknya dari belakang, dagunya bersandar di bahu Freya. Mereka berdua merasakan angin malam yang berhembus, menerbangkan rambut Freya. Mereka berdiam diri di sana, menikmati momen, merasakan kehangatan, dan menatap laut yang seolah menjadi saksi bisu kembalinya mereka.
Saat mereka berpelukan, Freya tiba-tiba merasakan kesedihan yang mendalam. Air matanya menetes. "Aku tidak tahu bagaimana harus mengatakan ini," bisiknya, suaranya bergetar. "Tapi aku harus pergi ke Amerika."
Dante melepaskan pelukannya, menatap Freya dengan mata terkejut. "Untuk apa?" tanyanya, suaranya pelan.
"Urusan keluarga," jawab Freya, matanya berkaca-kaca. "Aku tidak tahu kapan aku bisa kembali. Ini bisa jadi waktu yang sangat lama." Freya menggenggam tangan Dante. "Aku tidak ingin pergi sendirian. Maukah kamu ikut denganku?"
Dante menggelengkan kepalanya perlahan, ekspresi wajahnya berubah menjadi sedih. "Aku tidak bisa, Freya," jawabnya, suaranya serak. "Aku harus mengembangkan Gemagroup. Ini adalah impianku."
Freya mengangguk, ia memahami. Ia menatap Dante dengan mata penuh cinta. "Aku mengerti."
Dante memegang wajah Freya, ibu jarinya menghapus air mata yang mengalir di pipi Freya. "Freya, percayalah," katanya, matanya menatap mata Freya dalam-dalam. "Aku akan menunggumu, berapa pun lamanya. Sama seperti kamu menungguku. Kita akan bertemu lagi, di sini, di pantai ini."
Mereka kembali berpelukan, kali ini dengan pelukan yang lebih erat. Mereka tahu perpisahan itu tidak dapat dihindari, tapi janji Dante memberi Freya harapan. Ia tahu bahwa meskipun jarak memisahkan mereka, hati mereka akan tetap terhubung.
Dante mengantar Freya kembali ke rumahnya. Di depan pintu, Freya menatap Dante. "Terima kasih untuk malam ini," bisiknya, suaranya lembut. "Aku tidak akan pernah melupakannya."
Tiba-tiba pintu terbuka. Ayah Freya, seorang pria dengan tatapan dingin dan tegas, berdiri di sana. "Masuk, Freya," perintahnya, suaranya berat.
Freya melirik Dante dengan cemas, lalu mengangguk dan masuk ke dalam. Ayahnya menutup pintu di belakangnya, tapi tidak sepenuhnya. Dia menatap Dante dari balik pintu yang sedikit terbuka.
"Seperti apa pria yang berani membawa putriku keluar malam-malam?" tanyanya, suaranya penuh nada mengintimidasi.
Dante tersenyum, ia mengulurkan tangannya. "Nama saya Dante. Saya teman Freya," jawabnya, nadanya tenang dan percaya diri.
Pria itu menatap tangan Dante, tapi tidak menyambutnya. Dia menatap Dante dengan tajam. "Saya George, Ayah Freya. Dan saya tidak ingin Anda mengulangi kesalahan ini."
"Saya mengerti," jawab Dante. "Anda bisa berbicara dengan putri Anda."
George mendengus, lalu menutup pintu sepenuhnya. Dante berdiri di sana selama beberapa saat, menatap pintu yang tertutup itu. Ia tidak tersenyum, tapi di matanya ada tekad yang kuat. Ia tahu bahwa ia akan berjuang untuk Freya, tidak peduli seberapa keras ayahnya mencoba menghalangi mereka.