Kemampuan dan kelebihan yang membawa pada kesombongan.
Jangan pernah berpaling dan melupakan Sang Penguasa Subuh. Selalu rapalkam dalam hati 'Ilmu, Kebijaksanaa, dan Rendah Hati.' Jangan sampai tergoda oleh para pembisik, mereka pandai menggelincirkan keteguhan hati manusia.
Ketika dunia sudah mulai kehilangan keasliannya, banyak terjadi kejahatan, hal menyimpang, bahkan normalilasi terhadap hal yang tidak normal. Sebuah suku tersembunyi yang masih memegang erat sejarah, mengutus anak terpilih yang akan kembali membuka mata dunia pada siapa mereka sebenarnya.
Perjalanan Warta Nalani yang membawa sejarah asli dunia dimulai dengan usahanya harus keluar dari hutan seorang diri. Banyak hal baru yang ia temui, teman baru, makanan baru, dan juga kesedihan baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon godok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bandit (2)
Warta, Dana dan Sanakh yang secara mendadak terjatuh ke dalam jurang, sempat tak sadrkan diri selama beberapa menit. Sanakh yang pertama bangun, ia melihat Dana terbaring dan Warta meringkuk sambil memeluk tasnya erat. Tangan Sanakh terulur menuju Warta, beberpa senti sebelum tangan kurus itu menyentuh pundak Warta. Warta terbangun membuat Sanakh yang terkejut segera menarik tangannya.
"Kau tidak apa?!" tanya Sanakh terburu. Sepertinya ia khawati dengan kawan barunya itu.
Warta perlahan bangun, tangan kanannya mencengkram sisian kepala erat. Warta menggeleng ringan, "Untungnya penguasa subuh masih melindungi," jawab Warta.
Warta menatap ke atas. Mungkin akibat jatuh, pandangannya jadi tidak begitu jelas Ia bahkan tidak dapat memastika apa para bandit itu masih di sana.
"kurrr, kurr,"
Terdengar sura asing yang membuat keduanya segera bangun untuk bersiap lari atau melawan.
"kurrr, kurrrr,"
Warta dan Sanakh saling adu tatap. Suara itu berasal dari-
Mereka menunduk, menatap Dana yang terbaring. Rupanya, efek terjatuh anak itu jadi tertidur dengan pulas. Bahkan sampai mendengkur.
"Dasar, anak ini!" Dengan kesal Sanakh mengangkat kakinya, hendak menendang Dana.
Warta dengan cepat menarik Sanakh. Si anak yang hendak menendang kehilangan keseimbangan sehingga membuat keduanya terjatuh.
Jeb!
Lagi, anak panah dengan bulu plastik berwarna merah-hitam. Menancap tepat di samping Dana.
"Untung saja," gumam Warta lega.
Sanakh menatap panah itu serius. Kalau ia tidak terjatuh, mungkin punggungnya sudah tertancap panah.
Jeb!
Jeb!
Jeb!
"Gawat, ada banya anak panah!"
Warta dan Sanakh saling tatap, raut wajah keduanya tidak karuan dengan keringan dingin membanjiri pelipis. Kembali satu anak panah melesat dan hampir saja mengenai mereka.
Jeb!
Jeb!
"Ayo kabur!" ajak Sanakh
"Bagaimana dengan Dana?" bingung Warta yang sedang mencoba membangunkan Dana. Tapi, justru dengkur anak dengan baju bela diri itu semakin keras.
Sanakh berdecak, "Dasar menyusahkan. Bawa saja dia."
Jeb!
Jeb!
Jeb!
"AAAAAAAA!" keduanya berteriak ketakutan, berlari dari anak panah yang melesat tanpa tau arah tujuan. Warta juga keheranan, mengap anak panah itu tidak pernah mengenai mereka.
Apa ini semacam hobi?
Keduanya terus berlari dengan napas yang tersenggal. Sedangkan Dana? Warta dan Sanakh menarik masing-masing kaki Dana sambil berlari. Keduanya-Warta dan Sanakh- bahkan sampai terheran. Sudah berapa kali kepala Dana terantuk bebatuan yang menonjol. Tapi ia tidak juga bangun.
"Di sana ada gua, ayo bersembunyi di sana!" beruntungnya Sanakh melihat gua yang semoga saja tidak ada penunggunya.
Mereka bertiga sampai dalam gua dengan selamat. Tubuh sanakh langsung terjatuh, ia berbaring di atas tanah yang sedikit lembab. Permukaan dan dinding yang sedikit lembab itu justru membuat udara sekitar menjadi sejuk.
"Dana, Dan!" Warta duduk di samping Warta. Ia guncangnya tubuh si pemakai pakaian bela diri itu. Warta tepuk-tepuk pelan pipi Dana, tapi respon yang ia terima hanya tangan Dana yang terangkat untuk menggaruk pipi yang baru saja mendapat tamparan kecil-kecilan.
"Kepentok apa otaknya?" sarkas Sanakh yang mulai kesal. Ia mulai berpikir sepertinya Dana hanya mempermainkan mereka.
Warta menghela napas, ia bersandar ke dinding di belakangnya. Kepala Wara menengadah dan mengmabil napas banyak-banyak. Dalam kegitan mendongakan kepala, Warta menyempatkan diri untuk melirik Dana yang masih mendengkur.
"Dana, bangun Dan," panggilnya pelan.
"Hmm?" Dana merespon!
Ia menggeliat, merentangkan kedua tangannya, mata kanan Dana terbuka. Ia perlahan mulai duduk, kembali meregangkan tubuh lalu menatap Warta dan Sanakh bergantian.
Sanakh berdecak, matanya menyipit menatap Dana jengah, "Bukan hanya indra perasamu yang rusak, tapi semuanya."
"Apa katamu?" Dana menarik kerah Sankah yang berbaring di sebalahnya.
"Sudah - sudah, masih untung kita tidak terkena panah acak di luar sana." Warta berusaha menarik Dana guna melerai keduanya bertengkar.
"Tapi..." Warta megetuk-ketuk dagunya dengan telunjuk kanan. "Kenapa anak panah itu tidak ada yang mengenai kita, ya?" heran Warta.
"Kabut." Jawab Dana singkat membuat Warta dan Sanakh menatapnya dengan kening berkerut.
"Saat akan terjatuh, aku tidak dapat melihat bagian bawah jurang ini karena tertutup kabut."
Keduanya mengangguk. Keheningan melanda, Sanakh dan Warta masih menenagkan diri, berusaha kembali mengatur napas dan pompaan jantung mereka. Sedangkan Dana, ia tiba-tiba berdiri. Tanganya bersedekap, dagunya ia angkat dengan angkuh.
"Kalian ,berterima kasih lah padaku! Untung aku sempat meminta permohonan pada penguasa subuh di saat-saat terjepit." Dana terkekeh dengan bangganya. Warta menggeleng, tenaganya sudah cukup terkuras untuk meladeni makhluk aneh seperti Dana.
"Permohonan?" tanya Sanakh.
Dana mengangguk sekali hentak dengan semangat,
"Permohonan. Selamatkan kita." Ia kembali tertawa dengan bangga sampai menggema seisi gua.
Warta dan Sanakh sempat beradu tatap dengan raut panik. Takutnya ada hewan buas dari dalam gua yang terganggu dan menyerang mereka. Tapi, melihat tidak ada tanda apa-apa. Bahkan kelalawar atau burung pun tidak ada, apa lagi hanya sekedar pohonan liar, tempatnya cukup bersih. Mereka bernapas lega.
"Iya," Warta menatap Dana dan Sanakh dengan pandangan teduh. "Beruntung pengasa subuh segera mengabulkan permohonan kita."
Dengan cepat Dana menatap Warta,
"Kita?" bingung Dana.
Warta menatap Dana lalu berganti ke arah Sanakh, Warta tersenyum dengan lembut. Sanakh yang kebingungan mengedipkan matanya beberapa kali. Kemudia, ia dengan cepat menunduk. Lalu mengangguk, dengan malu-malu.
Kruyuuuuk!!!
Kali ini bukan lagi Dana. Suara auman perut Sanakh memecah keheningan yang terjadi beberapa detik sebelumnya. Membuat Dana tertawa dengan kencang, ia duduk di samping Sanakh lalu menepuk-nepuk punggungnya masih sambil tertawa.
"Makanya, kalau ada kesempatan untuk makan ya makannya di makan! Contoh orang hebat ini!" Dana menunjuk dirinya sendiri.
Warta tertawa geli. Lama-lama interaksi Dana dan Sanakh terlihat seperti beberapa saudara kandung di desanya.
"Tenanglah, lihat ini," Warta buka tas selempang miliknya, tak lama ia mengeluarkan dua buah singkong yang panjangnya hampir sama dengan panjang tangannya sendiri.
"Wah, singkong. Aku akan menyalahkan api!" Dana dengan cepat berlari keluar dan kembali dengan beberpa anak panah milik para bandit. Ia patahkan masing-masing anak panah sehingga menjadi dua bagian.
Baru dirinya mengeluarkan korek dan hendak mematik pelatuk dari korek yang ia bawa, Sanakh dengan cepat menghentikan Dana.
"Jangan! Bagaimana kalu kita jadi keracunan?"
"Keracunan?" heran Warta.
Sanakh mengangkat jari telunjuknya teracung tegak ke atas, lalu ia bawa memutar membuat bentuk lingkaran.
"Udara."
Sanakh berjalalan menuju mulut gua, ia melihat ke adaan sekitar lalu mengangguk.
"Bakar saja di luar gua," saran Sanakh demi menghindari keracunan karbon dioksida.
"Bagaimana kalau para banditi itu malah mengetahu posisi kita?" tanya Dana, tapi dirinya teteap membawa anak-anak panah yang ia kumpulkan ke luar gua.
"Semoga tidak, berharap saja kabut itu akan menyamarkan asap."
Mendengar penuturan Sanakh, Warta mengangkat kedua tangan dengan telapak yang terbuka lalu ia gunakan untuk mengelus wajahnya.
"Kau sedang apa?" tanya Dana yang hendak akan kembali masuk untuk mengambil sisa anak panah yang tertinggal.
"Memohon kepada penguasa subuh, semoga harapan Sanakh terpenuhi."
Dana berlari masuk kedalam lalu duduk di hadapan Warta,
"Aku juga! Aku juga!" Dana mengikuti gerakan tangan Warta lalu mengulangi perkataan yang warta lafalkan.
"Baiklah, ayo makan!" Dana membawa sisa anak panah sedangkan Warta menenteng dua singkong yang sempat ia amankan.
"Loh?" Saat sampai di luar gua, Dana keheranan melihat Sanakh yang memisahkan ujung dari busur panah dan melemarnya jauh-jauh.
"Ini saja sudah cukup, kan. Agak menyeramkan menjadikan benda runcing itu sebagai bahan bakar." Jelas Sanakh.
Kali ini Dana menurut dan hanya mengangguk.
Para anak panah dengan bulu merah-hita ditumpuk, Dana tarik pelatuk pada korek dan api pun melai menyebar. Warta mematahkan masing-masing singkong menjadi tiga bagian dan melemparkannya ke dalam api.
"Di sini dingin," keluh Dana. Kedua tangannya menyilang saling memeluk ujung bahu.
"Tinggal saja," Warta mengambil beberapa panah paling bawah yang sudah membara sempurna, ia tumpuknya panah itu di atas singkong yang terlah ia masukan dalam kobaran api.
"Nanti gosong?!" panik Dana.
"Aman. Di desaku mereka biasa melakukan ini lalu ditinggal meladang. Selesai bekerja disambut dengan singkok bakar hangat, rasanya enak, kok."
Dana dan Sanakh mengangguk, keduanya memutuskan untuk mengikuti arahan Warta, masuk ke dalam gua karena udara benar-benar terasa menusuk.
Warta kembali duduk di tempat semula, menyandarkan diri pada dinding gua, Dana langsung merebahkan diri di seberang Warta sedangkan Sanakh, duduk sambil memeluk lutut di antara keduanya.
"Oi, kenapa para bandit mengejarmu?" Masih dalam posisi berbaring, Dana menatap Sanakh penuh selidik.
Sanakh yang sedang membenamkan wajah sedikit tersentak karena terkejut,
"Ah, itu. Paman. Awalnya aku bersama paman."
Raut Warta perlahan mejadi sedih, entah mengapa ia malah teringat Basa dan masa lalu anak itu.
"Tenang, pamanmu pasti selamat. Meminta saja yang terbaik pada penguasa subuh, pasti akan dikabulkan." Warta dengan lembut menepuk-nepuk bahu Sanakh.
Kedua sudut bibir Sanakh terangkat sekilas, Ia tertawa getir. "Pasti. Ia itu orang yang keras dan selalu mendaptkan apa yang ia mau."
Dana melirik Sanakh tajam, ia merentangkan tangan dan menguap.
"Hey, apa masi belum matang juga?"
Dana meringkuk, memeluk perutnya dengan erat.
"Kau ini!" Warta melempari Dana dengan kelereng kecil yang ada di sampingnya.
"Padahal kau tadi menghabiskan 3 mangkuk sendiri."
Sanakh ikut tertawa melihat Dana yang menggerutu bak anak kecil karena Warta terus menerus menimpukinya.
Sanakh mengambil napas panjang lalu menghembuskannya bersamaan dengan senyum lebar terpapar, "Biar aku yang cek." ia pun berlari keluar mulut gua.