Secret Wedding

Albert mendengar itu begitu terkejut, ditatapnya gadis yang kini sedang menangis itu.

"Apa yang dikatakan Zara benar, kamu menikahi anak gadis orang. Tanpa orang tuanya tahu, kamu juga berhubungan dengan Maryam, Nathan." Albert menempuh bahu putranya itu.

Nathan menarik napas panjang, di lain sisi ia tidak ingin melepaskan Zara. Hingga merasa tidak berhutang budi lagi kepada Tama.

Zara mengusap air matanya, bukannya wanita itu tidak sayang dengan orang tuanya. Namun, bagaimana jika Bunda dan Ayahnya tahu bagaimana dengan rumah tangganya.

Wanita itu beranjak dari duduknya, ia keluar dari ruang rawat itu. Kini Zara berjalan melewati lorong. Hingga gadis itu berhenti di sebuah taman buatan. Ia duduk di kursi yang terbuat dari kayu. Sedangkan di ruang rawat, Nathan hanya diam di samping Brankar mamanya.

Tangan yang digenggamnya bergerak, hal itu membuat Nathan senang. Niah menarik tangannya, sedang Albert tersenyum saat melihat istrinya sudah sadar.

Niah menatap putranya itu, ingin marah. Namun, tubuhnya terasa lemas.

"Mana Zara ?" tanya Niah karena tidak melihat menantunya itu.

"Nathan panggil istrimu, Nak!" kata Albert

Nathan mengangguk, pria itu segera keluar dari ruang rawat Mamanya.

"Sayang, apa Nathan sudah menjelaskan kenapa merahasiakan pernikahannya dari kita?"

Albert menatap wajah istrinya, ada sedikit keraguan di hatinya.

"Sebaiknya kamu istirahat dulu, jangan terlalu banyak berpikir," ucap Alert.

"Bagaimana aku bisa tenang, Apa putra kita sudah melakukan kesalahan?" tanya Niah.

Albert menatap wajah istrinya, pria itu akhirnya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Mendengar itu Niah merasa bersalah. Pasti orang tua Zara berharap lebih akan pernikahan anaknya.

"Pa, apa keputusan Nathan?" tanya Niah.

"Zara minta pisah, gadis itu tidak ingin banyak yang terluka karena dirinya," ujar Albert.

"Jangan sampai Zara dan Nathan pisah, Pa. Mama tidak terima. Suruh saja Nathan memutuskan hubungan dengan Maryam." Niah terlihat begitu sungguh-sungguh saat ini.

Albert hanya diam, pria itu sebenarnya tidak ingin membicarakan hal itu sekarang. Ada rasa takut jika istrinya akan sakit lagi. Namun, apa yang dikatakan wanita yang begitu dicintainya itu benar adanya.

Nathan dan Zara tidak boleh sampai berpisah, pria itu menatap istrinya dan berkata, "Sekarang Mama harus sembuh dulu, masalah anak kita nanti saja."

Niah mengangguk tanda setuju, sementara itu Nathan kini mencari kemana Zara pergi tadi. Pria itu melewati lorong , hingga ia melihat siluet sang istri.

Pria itu kini berdiri tidak jauh dari Zara, ditatapnya wanita yang kini sedang melamun itu.

"Zara," panggil Nathan.

"Iya, Paman," jawab Zara tanpa menatap suaminya.

Nathan duduk di samping istrinya, pria itu menatap lurus ke depan sama dengan apa yang dilakukan gadis di sebelahnya.

"Jangan suka mengambil keputusan dalam keadaan kalut, Zara," kata Nathan.

"Paman, aku tidak ingin sampai orang tuaku juga tahu dengan apa yang terjadi saat ini," ujar Zara.

Nathan menarik napas panjang, pria itu menggenggam tangan Zara."Tunggu mama sembuh baru kita bicarakan lagi ya."

Zara hanya bisa mengangguk, apa pun keputusan hasilnya nanti hanya bisa pasrah. Nathan mengajak sang istri untuk pergi ke kamar rawat mamanya.

Keduanya jalan berdua, baik Zara dan Nathan sama-sama terdiam. Begitu juga saat sampai depan pintu ruang rawat mertuanya.

Nathan menatap sang istri, pria itu membuka pintu perlahan. Albert yang sedang mengobrol dengan Niah langsung menoleh.

"Mama," kata Zara.

Niah tersenyum, wanita itu merasa senang karena menantunya begitu khawatir dengannya.

"Kamu dari mana, Nak?" tanya Niah.

"Dari taman tadi," sahut Nathan.

"Mama tanya dengan menantu mama, Nathan!" kata Niah Ketus.

Albert terkekeh melihat putranya yang kesal karena sang Mama lebih membela Zara dari pada dirinya yang anaknya sendiri.

"Mama jangan sakit lagi," ucap Zara.

"Sayang, kalau anak nakal itu jujur dari awal. Mama tidak akan meminta Nathan untuk segera menikah dengan Maryam." Niah menatap Zara begitu menyesalinya.

"Mama, Paman harus tetap menikah dengan wanita yang dicintainya," ucap Zara.

Niah menatap Zara, wanita itu ingin rasakan mengatakan jika Maryam bukan wanita baik-baik. Namun, tidak mungkin mengatakan itu di depan putranya.

Albert merasa istrinya butuh ruang dengan menantunya, pria itu mengajak Nathan ke kantin ngopi untuk ngopi.

Setelah kepergian Nathan dan suaminya , Niah menatap menantunya itu intens. Ia menepuk ruang kosong di sampingnya.

"Mama yakin, Zara naik ke situ." Zara menunjuk Brankar.

"Iya, naiklah!" perintah Niah.

Zara kini duduk di samping mertuanya, wanita beda usia itu kini terdiam. Niah menggenggam tangan Zara."Zara, boleh Mama minta satu permintaan?"

"Mama mau apa, kalau aku bisa pasti akan aku kabulkan," jawab Zara.

"Jangan pernah tinggalkan Nathan," kata Niah.

Zara begitu terkejut, wanita itu bagaimana cara mengabulkannya. Pernikahanya saja hanya satu tahun dengan suaminya.

"Mam," kata Zara terhenti karena Niah menggelengkan kepalanya.

"Mama mohon, Nak!" pinta Niah dengan raut wajah sendu.

"Mama tahu, kan kalau Paman mencintai Maryam," kata Zara.

"Anak bodoh itu belum tahu, bagaimana kulakukan wanita itu di belakangnya, Nak."

"Maksud Mama?" tanya Zara.

Niah menceritakan kepada Zara, jika Maryam cek in di hotel. Mendengar itu Zara menutup mulutnya. Entah kenapa rasa hatinya sakit, saat mertuanya menunjukan foto di mana Mike dengan wanita itu begitu mesra masuk kamar hotel.

"Apa Mama mengenal siapa pria itu?" tanya Zara.

Niah menghela napas panjang, wanita itu menatap Zara."Itu Mike salah satu pesaing bisnis Nathan."

"Apa?" Zara begitu terkejut.

"Kenapa kamu begitu terkejut, Nak?" Niah memicingkan matanya.

"Mike itu matan kekasihku yang tidak datang di hari pernikahanku, Mam," kata Zara.

"Kapan hari pernikahanmu?" tanya Niah.

Zara mengambil ponselnya dan memperlihatkan ponselnya ke arah Niha, Mata Wanita paruh baya itu langsung melotot.

"Zara pria itu brengsek, di hari pernikahanmu dia berada di bali dengan Maryam," ujar Niah.

"Mama yakin?" tanya Zara.

"Iya, Nak. Foto itu waktu di bali dengan tanggal yang sama dengan hari pernikahanmu."

Zara mengepalkan kedua tangannya, wanita itu menahan rasa sakit, marah karena pria yang selama ini begitu dicintainya sengaja melakukan pengkhianatan di hari pernikahannya.

Zara benar-benar tidak menyangka jika Mike tega melakukan itu, Niah menggenggam tangan Zara."Kamu tahu Mike itu pemilik Grup Pasada."

"Pasada?" tanya Zara.

Wanita itu begitu ingat karena ayahnya pernah mengatakan jika perusahaan itu milik sahabatnya yang sudah berkhianat. Karena sang bunda lebih menyukai Ayahnya.

Kini Zara paham, apa tujuan Mike. Pria itu pantas tidak membawa orang tuanya waktu melamarnya. Melainkan saudara dari ibunya yang tinggal di Jakarta. Wanita itu kini merasa curiga, Kenapa Mike tidak datang di hari pernikahannya?