Hidup hanya untuk berjalan di atas luka, itulah yang dialami oleh gadis bernama Anindira Sarasvati. Sejak kecil, ia tak pernah mendapat kasih sayang karena ibunya meninggal saat melahirkan dirinya, dan ayahnya menyalahkan Anin atas kematian istrinya karena melahirkan Anin.
Tak hanya itu, Anin juga selalu mendapat perlakuan tak adil dari ibu dan adik tirinya.
Suatu hari, ayahnya menjodohkan Anin dengan putra sahabatnya sewaktu berperang melawan penjajah. Anin tak memiliki pilihan lain, dia pun terpaksa menikahi pria bernama Giandra itu.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Aisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Masa Lalu
Lima bulan kemudian, Anin dan Giandra berjalan di antara rak perlengkapan bayi. Anin tampak antusias, memilih baju bayi untuk anak mereka yang akan lahir sebentar lagi.
“Ini bagus nggak?” Anin mengangkat jumpsuit bayi bermotif awan.
“Bagus. Aku ikut aja,” jawab Giandra.
Anin mendengus kecil, lalu kembali fokus ke deretan pakaian. Sementara Giandra berdiri di belakang sembari menggendong Lavanya.
“Mmm ... Ada bau aneh nih,” gumam Giandra sembari mengendus-endus.
Giandra menunduk, mendekatkan hidung ke bokong Lavanya.
“Kamu pup ya?” tanya Giandra sembari menutup hidungnya.
Sementara bayi berusia empat bulan itu hanya menyengir, menatap Giandra dengan wajah tanpa dosa.
“Sayang ...” panggil Giandra.
“Apa?” tanya Anin tanpa menoleh.
“Vanya pup nih. Aku ke toilet dulu buat bersihin Vanya ya,” ungkap Giandra.
Anin langsung berbalik. “Jangan, biar aku aja. Gimana pun kamu dan Vanya itu kakak-adik. Nggak etis kalau kamu cebokin dia,” tuturnya.
Anin mengambil Vanya dari gendongan Giandra, lalu melangkah menuju toilet. Giandra hanya terpaku, menatap Anin hingga menghilang di balik pintu.
“Giandra!” Suara nyaring dari belakang, membuat Giandra menoleh. Seorang perempuan berambut panjang dengan mata sipit, bertubuh langsing dan berkulit putih berdiri tak jauh darinya.
“Lestari ....”
Giandra mematung. Sementara wanita bernama Lestari itu berjalan mendekat, lalu berdiri di depan Giandra.
“Apa kabar, Giandra? Udah lama aku nggak lihat kamu,” ucap Lestari.
“Baik,” jawab Giandra singkat.
“Kamu makin ganteng ya. Aku jadi nyesel ninggalin nikah,” celetuk Lestari.
Giandra terdiam, menurunkan wajah karena tak mau melihat wajah Lestari.
“Oh iya, kamu ngapain di toko ini? Ibumu melahirkan lagi?” tanya Lestari.
“Aku dan istriku belanja perlengkapan buat anak kami,” jawab Giandra.
Seketika mata Lestari membesar. “Kamu udah nikah?” tanyanya.
Giandra mengangguk kecil.
“Kenapa kamu nikah? Aku suruh kamu tunggu sampai aku cerai sama suamiku!” seru Lestari.
“Maaf, Tari. Aku nggak bisa karena aku juga dijodohin sama anak dari sahabat bapakku,” ungkap Giandra.
“Tapi kamu nggak cinta sama dia, kan? Kamu cuma cinta sama aku dan siap ceraikan istrimu, kan?” tanya Lestari.
Giandra menghela napas panjang. “Aku udah nggak punya perasaan apa pun sama kamu karena aku cinta sama istriku dan aku nggak akan cerai dari dia sampai aku mati!” tegasnya.
Lestari menggeleng cepat, lalu meraih dan menggenggam jari-jemari Giandra.
“Kamu pasti bohong! Kamu masih cinta sama aku dan sampai kapan pun, kamu cuma punya aku!!” tekan Lestari.
“Dasar gila,” cibir Giandra.
Giandra menarik tangannya, hendak berbalik. Tiba-tiba Lestari memeluknya.
...🌹🌹🌹...
Anin keluar dari toilet sembari menggendong Vanya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Giandra dipeluk oleh wanita asing.
Siapa dia? Anin mematung, menatap Giandra dan wanita itu. Seketika hatinya memanas, dan dadanya terasa sesak, membuat napasnya tak karuan.
“Lepas, Tari!” erang Giandra.
“Tidak mau!” seru Lestari.
Giandra mendorong Lestari, kemudian berbalik. Matanya membelalak melihat Anin berdiri tak jauh darinya.
“Anin—”
Giandra berlari mengejar Anin, sementara Anin langsung berlari dan keluar melalui pintu belakang toko.
“Tunggu Anin!” teriak Giandra.
Anin menoleh sejenak, lalu berlari. Tiba-tiba perutnya terasa sakit, Anin mencengkeram perutnya, dan menunduk.
“Aww,” rintihnya.
Anin membungkuk, tiba-tiba sebuah tangan merangkul lengannya.
“Kamu nggak papa?” Suara seorang pria yang berdiri di sebelahnya. Anin mengangkat wajahnya, menatap pria itu.
“Kak Restu—”
“Anindira?” Pria itu terpaku menatap Anin, sementara Anin langsung menarik lengannya, dan hendak melangkah lagi.
“Tunggu Anin,” ucap Restu.
Anin menoleh. “Kenapa, Kak?”
“Aku nggak nyangka bisa ketemu kamu di sini. Selama ini aku selalu cari kamu,” ungkap Restu.
Anin mengernyit. “Ada urusan apa ya?”
“Urusan hati,” jawab Restu.
Restu tersenyum sumringah, sementara Anin mengerutkan dahi.
“Anin!” teriak Giandra.
Anin menoleh. “Gian ....”
Giandra berlari menghampiri, kemudian merangkul bahu Anin. “Akhirnya aku berhasil kejar kamu,” ucapnya dengan napas terengah-engah.
Anin tak menjawab, menatap Giandra yang penuh keringat.
“Dia siapa, Nin?” tanya Restu.
Anin menatap Restu. “Su—”
“Kenalin, saya Giandra Wijaya—suami Anin,” sergah Giandra.
Giandra menukar posisinya, berdiri di antara Anin dan Restu.
“Kamu udah nikah?” tanya Restu lagi.
Anin mengangguk kecil.
“Kok bisa kamu nikah?” Restu menatap lekat Anin.
“Bisalah. Kan saling cinta,” jawab Giandra.
Giandra melirik Anin. “Iya kan, sayang?”
“Iya,” jawab Anin.
“Sayangnya mana?” tanya Giandra lagi.
“Sayangnya di kamu,” jawab Anin.
Giandra menatap Restu sembari menyunggingkan senyum.
“Kita pulang yuk, sayang,” ajak Giandra, tetapi masih menatap Restu.
“Iya,” sahut Anin singkat.
Giandra berbalik, tangannya masih merangkul bahu Anin.
“Sayang, lain kali jangan pulang duluan ya. Takut diculik sama cowok yang nggak bisa dapat kamu,” ucap Giandra.
Restu berdecak, lalu tersenyum tipis. “Anin! Kutunggu jandamu!” teriaknya.
Giandra melirik sejenak. “Anin nggak bakal jadi janda.”
...🌹🌹🌹...
Malam hari—selepas pulang berbelanja—Anin dan Giandra duduk di teras depan rumah mereka.
Anin bersedekap, melempar tatapan sinis pada Giandra. “Siapa wanita yang kamu peluk tadi?” tanya nya.
“Dia mantan pacarku,” jawab Giandra.
“Kenapa dia peluk kamu? Dan apa penyebab hubungan kalian berakhir?” tanya Anin lagi.
“Penyebab hubungan kami berakhir karena dia nikah duluan. Sebelum putus, dia maksa aku buat nikahin dia tapi aku nggak bisa karena belum punya apa-apa. Eh tiba-tiba dia nikah sama cowok lain yang katanya dipilihin sama bapaknya,” jawab Giandra.
“Oh ....” Anin mengangguk kecil, sembari menarik sudut bibirnya.
“Kamu nggak cemburu?” tanya Giandra.
“Tadinya cemburu tapi pas tahu penyebab kalian putus, aku nggak cemburu sama sekali,” jawab Anin.
“Kok bisa?” Giandra mengernyit.
“Karena dia nggak setara sama aku. Pasti dia dinikahin karena bapaknya nggak sanggup nafkahi, kan? Makanya dia disuruh nikah biar bapaknya nggak nafkahi lagi. Sedangkan ayahku masih nafkahi aku bahkan dia juga nafkahi suamiku sekarang.” Anin terkekeh kecil. “Lagian dari wajahnya udah ketara kalau dia orang miskin,” tambah Anin.
Giandra tercengang, mengerjapkan matanya berkali-kali.
“Kamu kenapa bengong?” tanya Anin.
Giandra menggeleng. “Aku nggak nyangka kamu bakal ngomong gitu.”
Anin menyeringai. “Aku kesel aja ngeliat dia ganjen ke kamu. Terus tadi aku sempet saling lempar pandang sama dia dan dia sok cantik. Padahal masih cantikan aku,” ungkap Anin.
Giandra terkekeh, sembari mengusap kepala Anin. “Lucu banget sih istriku.”
“Iya dong. Oh iya, bilang ke mantanmu kalau istri kamu jauh lebih cantik dan kaya raya. Jadi kalau dia mau rebut kamu, pastikan kekayaan dia harus di atas keluargaku karena modal cantik aja nggak bikin seorang Anindira Sarasvati Sudibyo gentar,” tukas Anin.
Anin mengibaskan rambutnya, Giandra hanya menyeringai, kemudian menarik Anin ke dalam pelukannya.