NovelToon NovelToon
Jiwa Maling Anak Haram

Jiwa Maling Anak Haram

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Reinkarnasi / Balas Dendam
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Reza Sulistiyo, penipu ulung Mati karena di racun,
Jiwanya tidak diterima langit dan bumi
Jiwanya masuk ke Reza Baskara
Anak keluarga baskara dari hasil perselingkuhan
Reza Baskara mati dengan putus asa
Reza Sulistiyo masuk ke tubuh Reza Baskara
Bagaimana si Raja maling ini membalas dendam terhadap orang-orang yang menyakiti Reza Baskara

ini murni hanya fanatasi, jika tidak masuk akal mohon dimaklum

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17 WAJAH MALAIKAT HATI IBLIS

"Ayah... jangan marah, Yah..." ucap Reza, nadanya dibuat sesedih mungkin padahal dalam hati dia sedang bersorak bahagia melihat rumah itu kini diselimuti ketidakpercayaan.

"DIAM KAMU!!!" bentak Dimas, tangannya gemetar lalu menjambak rambutnya sendiri dengan brutal. Beruntung saja rambutnya memang masih lebat, kalau tidak, mungkin kepalanya sudah ludes tercakar-cakar oleh dirinya sendir

Pagi itu, Galih hanya punya satu tujuan: marah. Uangnya raib entah ke mana, dan daftar tagihan yang harus dibayar hari itu sudah siap mencabik-cabik kewarasannya. Gaji karyawan, pembayaran pemasok, belum lagi rentetan cicilan yang rasanya lebih banyak dari jumlah sel otaknya. Mungkin sebentar lagi ia harus mulai menjual organ tubuh anak buahnya yang memang hampir semuanya menyebalkan.

Ayah..." suara Reza melirih, persis seperti desisan ular peliharaan yang sok manja, berhasil membuat saraf Galih yang sudah tipis makin terentang.

"APA SIH KAMU,?! JANGAN BICARA KALAU NGGAK PENTING!" Galih hampir berteriak, frustrasi di ambang batas kewarasan. Rasanya ia ingin sekali melemparkan vas bunga terdekat ke dinding, atau ke kepala Reza sekalian jika tidak ingat kalau semua warisan ayahnya ditentukan oleh umur Reza.

"Ayah suruh Kak Vanaya cek riwayat transaksi terakhir. Dari situ Ayah bakal tahu ke mana uangnya," Reza menyarankan lagi, dengan nada kalem yang entah kenapa justru makin menyebalkan. Saran sepele, tapi brilian—memang, kalau sedang panik, semua orang jadi bodoh. Termasuk dirinya.

Galih menatap Vanaya dan Dimas, tatapannya setajam pisau bedah yang siap menguliti kebohongan.

 "Periksa riwayat transaksi terakhir kalian," perintahnya, suaranya sedingin es di Antartika. Ia menunggu, berharap ada kabar baik dari dimas dan vanaya di tengah kekacauan finansialnya.

Dimas dan Vanaya, seolah baru saja disadarkan dari koma ringan, segera menunduk memeriksa ponsel mereka, jari-jari menari di layar secepat kilat. Suasana mendadak hening, hanya ada suara ketukan jari dan napas tertahan, Setip detiknya memberi ketegangan.

Kismin masih dalam fase berkabung atas motornya yang sekarat—motor itu terbalah joknya sebagian bodynya banyak goresan—dan sekujur tubuhnya yang babak belur. Hari itu, ia memutuskan, adalah hari paling sial dalam sejarah peradabannya. Semua bermula dari ide cemerlang untuk menerima "job" menjebak Reza, sebuah pekerjaan yang kini terasa seperti jalan menuju api neraka

Jebakan itu? Jangankan berhasil, yang ada malah berubah jadi pesta kekacauan total. Kismin, dengan mata bengkak dan memar di mana-mana, mulai curiga. Pandangannya beralih sinis pada Dimas dan Vanaya. Jangan-jangan, ini bukan jebakan untuk Reza, melainkan proyek pemusnahan Kismin yang direncanakan secara rapi.

Saat Kismin masih asyik tenggelam dalam lamunannya yang kelabu—mempertimbangkan skenario terburuk hidupnya dan bagaimana ia bisa menjual organ tubuhnya dengan harga pantas—tiba-tiba suara Vanaya melengking, persis seperti jeritan anak perawan yang mendadak diberi tahu akan bertemu aktor Korea favoritnya di depan mata.

"AYAH!" teriak Vanaya.

"Kenapa sih kamu? Ayah belum budek, kok!" balas Galih, suaranya dipenuhi kekesalan yang sudah melewati batas wajar. Rasanya ia ingin sekali menyumpal mulut Vanaya dengan kaus kaki kotor.

"Ayah! Danaku... ditransfer ke rekening Kismin, Yah!" Vanaya mengatakannya dengan nada kesal dan kecurigaanya pada kismin semakin kuat kalau kismin berhianat pada dirinya.

"Sama, Yah! Aku juga! Atas nama Kismin!" Dimas menyahut tak kalah heboh, menunjuk-nunjuk ponselnya seolah itu barang bukti paling mengerikan di dunia.

"Deg!" Jantung Kismin berdetak kencang, menabuh genderang kematian di dalam dadanya. Ia yakin, kali ini ia tidak akan hanya dipukuli; mungkin ia akan langsung digoreng dadakan atau dijadikan umpan buaya di tambak terdekat.

"DUGH!" Sebuah tendangan tak terduga menghantam rahang Kismin.

"DASAR BAJINGAN!" Galih terus memukuli Kismin, melampiaskan semua frustrasi finansialnya, seolah setiap pukulan bisa mengembalikan uang yang hilang. Kismin hanya bisa meringkuk, berdoa agar pukulan itu setidaknya sepadan dengan uang yang tidak pernah ia terima itu.

Tidak ada yang peduli padanya, tidak ada yang mencoba menghentikan galih

Tiba-tiba sebuah suara seperti malaikat tak bersayap padahal isinya adalah iblis hitam yang penuh tipu daya berkata

"Ayah... kasihan Pak Kismin, Yah... Ayah selamatkan dulu uang Ayah," ucap Reza dengan nada sehalus beludru yang menyembunyikan jarum. Sebuah trik psikologis yang, entah bagaimana, selalu berhasil.

Galih tersentak. Reza benar. Memang itu yang paling penting: uangnya harus segera kembali, tidak peduli berapa banyak gigi Kismin yang harus tanggal. "Bajingan! BALIKIN UANG AKU SEKARANG!" teriak Galih, mengacungkan kepalan tangan ke wajah Kismin yang sudah lebam.

Dengan napas tersengal, Kismin menjawab, "Iya, Tuan..." meskipun dalam hati ia bingung setengah mati. Mencuri ponsel Dimas dan Vanaya? Menguras rekening mereka ke rekeningnya? Jangankan itu, untuk transfer uang saja ia masih harus meminta bantuan di warung Brilink karena otaknya tidak kompatibel dengan dunia m-banking yang rumit. Kismin bahkan tak yakin bagaimana cara memencet tombol 'transfer' tanpa bimbingan. Ini jelas fitnah kecurigaanya makin besar pada dimas dan vanaya

Kemudian Kismin, dengan gerakan lambat seperti kura-kura yang baru bangun tidur, merogoh dompetnya, berniat mengambil kartu ATM-nya.

"Pakai ponsel saja, bodoh!" teriak Galih, kesabarannya sudah menipis sehelai rambut. Rasanya ia ingin mencakar dinding sampai jebol.

"Saya... saya tidak punya m-banking, Pak," jawab Kismin lirih, suaranya nyaris tak terdengar karena wajahnya sudah bengkak. Mengucapkan kata 'm-banking' saja rasanya sudah seperti mengucapkan mantra paling rumit.

"ARGHHH!" Galih menjerit frustrasi, lebih mirip orang kesurupan daripada pengusaha. Tangannya sudah terangkat tinggi, siap melancarkan pukulan terakhir yang mungkin akan mengirim Kismin langsung ke dimensi lain.

"Ayah, hentikan Ayah! Kalau diteruskan Pak Kismin bisa mati, Yah! Kalau dia mati, siapa yang bisa balikin uang Ayah?!" Reza menyela dengan nada halus, menyelamatkan Kismin bukan karena kemanusiaan, tapi murni karena perhitungan ekonomi.

Kismin merasa terharu—campur getir. Seharusnya Dimas dan Vanaya yang membelanya, yang menjelaskan kebingungan ini. Tapi nyatanya, mereka berdua kini seperti Pontius Pilatus, mencuci tangan dari segala urusan dan membiarkan Kismin menanggung seluruh masalah ini sendirian, lengkap dengan wajah babak belur dan motor yang hampir terbelah dua.

"Mana ATM kamu?" tanya Galih, mengulurkan tangannya seolah Kismin adalah mesin ATM pribadi yang kebetulan sedang error.

Kismin kembali merogoh dompetnya, gerakannya lambat seperti montir tua yang mencari kunci inggris terakhirnya. Rasa panik kembali melanda, dinginnya kenyataan menyengat sampai ke ulu hati: ATM-nya lenyap. Dadanya kembali berdegup kencang, kali ini rasanya ia ingin segera lari—bukan lari marathon, tapi lari dari kenyataan hidupnya yang sungguh tragis.

"KENAPA LAMA BANGET SIH KAMU?!" Galih membentak, suaranya naik beberapa oktaf.

"ATM-nya hilang, Pak," ucap Kismin dengan suara gemetar, nyaris tak terdengar. Tangannya sudah otomatis melindungi kepalanya, bersiap menerima pukulan lagi. Sepertinya hari ini adalah hari pukulan gratis untuk Kismin.

"BUUGH!" Pinggul Kismin ditendang hingga ia tersungkur, persis seperti karung beras yang kelebihan beban. Rasanya, hari ini ia akan pulang dengan lebih banyak cedera daripada uang yang ia curi—padahal ia tidak mencuri apa-apa.

Dan kembali, sang malaikat penyelamat berhati iblis—Reza—berkata, "Cukup, Yah... Kalau dia sakit atau mati, dia nggak bisa urus pemindahan dana dari rekening dia ke Ayah. Sekarang biarkan Pak Kismin mengurus itu, Yah. Kasihan dia, Yah, sudah tua." Reza mengatakannya dengan nada lembut, seolah peduli, padahal di balik itu hanya ada kalkulasi untung-rugi yang dingin dan tanpa emosi.

Kismin memandang Reza dengan mata berkaca-kaca. Dari sekian banyak manusia di rumah ini, hanya Reza yang membelanya. Sebuah pembelaan yang murni didasari kepentingan pribadi, tentu saja, tapi setidaknya itu lebih baik daripada tendangan di pinggul

1
Agus Rubianto
keren
Aryanti endah
Luar biasa
SOPYAN KAMALGrab
pernah tidak kalian bersemangat bukan karena ingin di akui... tapi karena ingin mengahiri
adelina rossa
lanjut kak semangat
adelina rossa
lanjut kak
Nandi Ni
selera bacaan itu relatif,ini cerita yg menarik bagiku
SOPYAN KAMALGrab
jangn lupa kritik...tapi kasih bintang 5...kita saling membantu kalau tidak suka langsung komen pedas tapi tetap kasih bintang 5
adelina rossa
hadir kak...seru nih
FLA
yeah balas kan apa yg udah mereka lakukan
FLA
wah cerita baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!