NovelToon NovelToon
Terjerat Pesona Ustadz Tampan

Terjerat Pesona Ustadz Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Anak Genius / Aliansi Pernikahan / Anak Kembar / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Tak ada angin, tak ada hujan tiba-tiba, dari balik kerumunan jemaah masjid yang baru saja menyimak tausiyah dzuhur, muncullah seorang gadis berwajah bening dengan sorot mata sekuat badai.

Di hadapan ratusan pasang mata, ia berdiri tepat di depan sang ustadz muda yang dikenal seantero negeri karena ceramahnya yang menyentuh hati.

"Aku ingin menikah denganmu, Ustadz Yassir," ucap Zamara Nurayn Altun, dokter magang berusia dua puluh satu tahun, anak dari keluarga terpandang berdarah Turki-Indonesia.

Seluruh dunia seakan berhenti sejenak. Para jemaah terdiam. Para santri tertegun. Dan sang ustadz hanya terpaku, tak sanggup berkata-kata. Bagaimana bisa, seorang gadis yang tak pernah ia kenal, datang tiba-tiba dengan keyakinan setegas itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 14

Sore mulai menjingga saat mobil terakhir berhenti di depan rumah baru yang besar dan megah namun tetap teduh dipandang. Bangunannya dua lantai, catnya warna krem susu dengan sentuhan kayu hangat.

Ada taman kecil di halaman depan dan deretan jendela besar yang membuatnya tampak ramah dan terbuka.

Zamara turun lebih dulu, memegang kunci di tangan, lalu menoleh ke belakang dan tersenyum.

“Yuk… kita mulai hidup baru dari sini,” ucapnya pelan.

Yassir menggandengnya erat, sementara adik-adik dan orang tua angkat mereka mulai turun satu per satu. Mata mereka mengitari rumah itu dengan kagum yang tak bisa disembunyikan.

Begitu pintu dibuka, aroma kayu baru dan udara segar langsung menyapa. Lorongnya lebar, pencahayaan alami menyinari setiap sudut ruangan.

Lantai bawah punya ruang tamu luas, dapur bersih dengan meja makan besar, serta dua kamar utama untuk orang tua angkat yang ditempatkan di bagian belakang agar mudah diakses.

“Lantai atas khusus buat adik-adik,” ujar Zamara sambil memandu mereka naik tangga kayu yang halus.

Di lantai dua, enam kamar berjajar rapi. Tiga kamar untuk adik angkat perempuan Salsabila, Salwa, dan Aliyah masing-masing punya ruang sendiri. Ada meja belajar, rak buku, dan jendela lebar yang menghadap ke taman belakang.

“Kita kasih mereka kamar masing-masing ya Mas, biar mereka punya ruang buat tumbuh, buat belajar dan nulis harapan-harapannya,” ujar Zamara saat menunjukkan kamar-kamar itu.

Salma langsung memeluk Zamara, “Mbak… ini serius? Aku punya kamar sendiri?”

Zamara mengangguk, matanya lembut. “Iya. Kamar ini buat kamu. Kamu boleh hias sesukamu, buat nyaman. Ini rumah kita semua.”

Salwa dan Aliyah ikut bersorak kecil, masuk ke kamar masing-masing, membuka tirai, mengangkat koper. Wajah mereka penuh semangat dan senyum.

Di ujung lorong, dua kamar lainnya untuk adik laki-laki, Faris, Bayu dan Gilang. Keduanya saling lempar pandang dan berkata bersamaan, “Akhirnya nggak sekamar lagi, Bro!”

Gelak tawa pun pecah. Pak Lukman dan Bu Sarah duduk di ruang tengah lantai bawah, mengusap dada dan bersyukur berkali-kali.

“Ya Allah… kalau bukan karena anak-anak ini, kami nggak akan pernah ngerasain tinggal di rumah sebesar ini,” ujar Pak Mah dengan suara lirih.

Yassir memeluk bahunya. “Bapak pantas dapat yang terbaik. Kalian semua sudah jadi bagian dari hidup kami. Rumah ini untuk kita semua.”

Dan sore itu ditutup dengan tawa, pelukan, dan langkah-langkah kecil yang menyusuri setiap sudut rumah, mencoba memahami bahwa ini bukan mimpi. Bahwa mereka kini punya tempat yang layak, tenang dan penuh cinta.

Sebuah rumah yang bukan hanya megah dari luar, tapi juga lapang di dalam karena dihuni oleh hati-hati yang saling mencintai dan saling menguatkan.

Sore itu, setelah semua koper ditata dan setiap penghuni rumah menemukan sudut kenyamanannya masing-masing, suasana terasa tenang dan penuh kehangatan. Salma dan Aliyah duduk di teras atas, menikmati angin sore sambil bercanda ringan.

Di bawah, Bu Salamah dan Bu Sarah menyiapkan teh dan pisang goreng di meja taman. Faris dan Gilang asik bermain game di ruang tengah, tertawa sesekali, sementara Pak Mah dan Pak Lukman duduk santai di kursi goyang menghadap halaman.

Zamara duduk di samping Yassir di bangku rotan panjang, di bawah naungan pohon kamboja yang baru ditanam. Wajahnya lelah, tapi bahagia.

Dia menyandarkan kepala di bahu suaminya, dan Yassir hanya diam, membiarkan waktu berjalan tanpa tekanan.

Tiba-tiba, suara klakson pelan terdengar dari depan gerbang. Sebuah mobil boks putih berhenti, disusul oleh dua motor matic yang meluncur perlahan di belakangnya.

Seorang pria berseragam keluar dari mobil boks sambil tersenyum ramah.

“Assalamu’alaikum, mohon maaf ganggu sore-sore. Ini rumah atas nama Bu Zamara Altun, ya?”

Zamara berdiri, tersenyum, “Iya, betul. Saya sendiri.”

Yassir ikut berdiri, kebingungan. “Ini siapa, Zam?”

Zamara meraih tangan suaminya, lalu membisik pelan, “Hadiah buat kamu, Mas…”

Yassir masih belum paham, sampai akhirnya dua motor matic berhenti tepat di depan garasi.

Di belakangnya, dari mobil boks itu diturunkan sebuah mobil SUV hitam elegan dengan plat baru. Masih mengilap, masih harum interior pabrik.

“Ini buat siapa?” tanya Yassir dengan suara hampir tak terdengar.

Zamara menatapnya lekat. “Buat kamu. Dua motor itu buat adik-adik biar mereka bisa kuliah atau kerja tanpa kesusahan. Dan mobil ini buat kamu. Buat dakwahmu, buat jemput orang tua angkatmu ke pengajian, buat bawa aku jalan-jalan habis ngajar.”

Yassir terpaku. Mulutnya terbuka, tapi tak satu pun kata keluar. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Zam… ini terlalu besar,” gumamnya akhirnya.

Zamara tersenyum lembut. “Nggak ada yang terlalu besar buat orang yang udah jagain aku dengan kesabaranmu, dengan imanmu, dengan cintamu yang sederhana tapi dalam. Aku cuma pengen kamu nyaman, Mas.”

Yassir menunduk, memeluk istrinya erat. “Aku nggak pernah minta ini semua. Tapi kamu kasih aku lebih dari yang bisa aku bayangin. Semoga Allah jaga kamu, Zam.”

Anak-anak dan para orang tua mulai berkumpul di halaman, melihat hadiah itu dengan sorak-sorai.

Faris langsung loncat, “Asliii, motor matic ini cakep banget! Terima kasih Mbak Zamara!”

Gilang berteriak, “Akhirnya bisa nganterin Bu Salamah ke pasar naik motor sendiri!”

Tawa dan syukur memenuhi halaman rumah. Dan senja itu, bukan hanya tentang motor dan mobil, tapi tentang cinta yang diam-diam diwujudkan dalam bentuk perhatian.

Tentang seorang istri yang mengerti bahwa membahagiakan suami bukan soal kemewahan tapi soal memahami, mendukung dan memberi, dengan hati yang penuh ketulusan.

“Maaf mas,” batinnya Zamara yang menatap sendu suaminya yang tes driver mobil barunya.

Sore makin meredup, langit berwarna jingga keemasan menyapa dari jendela dapur yang setengah terbuka. Aroma teh manis dan gorengan masih tersisa di udara.

Suasana rumah mulai tenang, adik-adik sibuk dengan kamar barunya, orang tua angkat mereka sedang istirahat di ruang tengah sambil mendengarkan murottal dari radio kecil.

Zamara berdiri di ambang pintu dapur, masih mengenakan gamis santai dan apron baru yang tadi sempat dibelikan oleh Bu Salamah.

Ia memandangi rak bumbu dan wajan yang tergantung rapi, lalu memutar tubuhnya pelan dan memanggil dengan nada malu-malu.

“Mas… sini sebentar,” ujarnya pelan sambil tersenyum tipis.

Yassir yang sedang membenahi rak buku di ruang kerja, langsung menoleh dan berjalan menghampiri. “Kenapa, Sayang?” tanyanya lembut.

Zamara memainkan ujung apron yang terikat di pinggangnya, lalu menatap suaminya dengan ekspresi ragu. “Mas ajarin aku masak, dong.”

Yassir sempat terdiam, lalu tersenyum lebar. “Kamu serius? Zamara Altun, dokter bedah yang bisa buka perut orang, sekarang mau belajar motong bawang?” godanya sambil terkekeh.

Zamara mencubit pelan lengannya. “Iya, beneran. Aku pengen bisa masakin kamu sesuatu yang sederhana aja dulu. Aku tahu kamu suka masakan rumahan. Aku nggak pengen kamu cuma makan dari katering atau masakan asisten rumah. Aku mau kamu juga ngerasain hasil tangan istrimu sendiri.”

Yassir menatap dalam mata Zamara, lalu mengangguk pelan. “Baiklah, Bu Dokter. Hari ini kita mulai dari yang paling gampang telur dadar sama tumis kangkung. Gimana?”

Zamara tertawa kecil, “Tumben kamu pilih menu nggak ribet.”

“Biar kamu nggak trauma duluan,” seloroh Yassir sambil menggulung lengan baju dan mulai membuka lemari dapur.

Tak lama, mereka pun berdiri berdampingan di dapur. Zamara memotong bawang sambil sesekali memejam karena pedasnya, dan Yassir mengaduk tumisan sambil sesekali menyuapi bumbu ke lidah istrinya.

“Coba kamu icip, kurang apa?”

Zamara mencolek sedikit, lalu meringis. “Kayaknya lebih banyak cinta deh, baru enak.”

Yassir tertawa pelan, “Tenang, itu bahan utamanya. Udah aku masukin sejak kamu berdiri di sampingku tadi.”

Dan dapur sore itu jadi saksi bukan hanya proses belajar memasak, tapi proses membangun kehidupan baru.

Di mana cinta tidak hanya dibuktikan lewat janji, tapi lewat potongan bawang, tumisan sederhana, dan tawa yang tumpah dari dapur kecil di rumah yang kini menjadi rumah mereka bersama.

Sinar senja menembus tirai tipis dapur, menambahkan kehangatan pada suasana yang sudah hangat sejak tadi. Suara gemericik air dan desis tumisan dari wajan berpadu dengan tawa pelan sepasang suami istri yang sedang memasak bersama.

Zamara sesekali mencubit lengan Yassir sambil tertawa malu, sedangkan Yassir dengan sabar memandu istrinya yang masih kikuk memotong bawang dan mengaduk bumbu.

Dari balik pintu yang sedikit terbuka, Bu Salamah berdiri sambil memegangi nampan berisi gelas teh.

Di sampingnya, Pak Mahmud menyusul dengan langkah pelan, membawa tasbih kecil yang sedari tadi ia genggam.

Mereka tidak langsung masuk, melainkan terdiam sesaat, mengamati dua insan yang kini tengah memulai babak baru sebagai suami istri.

“Lihat tuh, Mah indah sekali ya mereka,” bisik Bu Salamah lirih, matanya berkaca-kaca.

Pak Mahmud mengangguk pelan, lalu mengusap sudut matanya yang ikut basah.

“Iya, Sal. Allah satukan dua jiwa yang baik dalam waktu yang begitu indah. Anak angkat kita ustadz Yassir akhirnya punya pelabuhan yang benar.”

Mereka menyaksikan bagaimana Yassir menyuapi Zamara sejumput nasi dan tumisan, disambut senyum lebar penuh cinta. Sesekali keduanya saling pandang, seperti lupa dunia di sekitarnya.

Bu Salamah menunduk, lalu menggenggam tangan suaminya erat. Dengan suara lirih ia berdoa.

“Ya Allah… bahagia sekali hati kami melihat mereka. Kami tahu perjalanan hidup tidak akan selalu mudah, tapi tolong jaga cinta mereka. Lembutkan hati keduanya, jadikan rumah ini sakinah, mawaddah, wa rahmah…”

Pak Mahmud mengamini dengan mata yang sembab namun tenang. Ia tambahkan.

“Dan ya Allah, karuniakan pada mereka keturunan yang saleh dan salehah, yang menjadi penerang bagi ummat. Jika mereka lelah, beri kekuatan. Jika mereka berbeda pandangan, beri kedewasaan. Tapi jangan biarkan mereka saling berpaling. Peluk selalu mereka dalam ridha dan rahmat-Mu.”

Dari balik pintu itu, dua orang tua menyaksikan bukan hanya dua orang muda sedang memasak, tapi dua takdir yang akhirnya bersatu, mengurai masa lalu yang penuh luka, dan menjahitnya menjadi kisah baru yang penuh harap.

Dan di dapur itu, cinta terus mengepul bersama aroma tumisan sederhana.

1
Abel Incess
nangis bombay pagi" Thor 😭😭😭
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: nggak tanggung tissu yah kakak 🤣🤭🙏🏻
total 1 replies
Abel Incess
Asli ini sangat menyakitkan 😭😭😭
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sabar kak ini ujian 🤣☺️🤗🙏🏻
total 1 replies
Enz99
jangan lama-lama sedihnya Thor.... balikin zamara nya y
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭
total 1 replies
Mami Pihri An Nur
Wooowww,, perempuan egois, menantang bpknya sndri masalh keturunan, tp dia sndri yg utamakn keturunan laki2 buat penerus trs ditingglkn ank ceweknya,, aku kecewa thour di tengh crtanya ko gini, dikira Setelah punya ank akn bhgia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: masih panjang kak ceritanya 🤭😂
total 1 replies
Isma Isma
apa zamara punya penyakit bikin penasaran
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: tungguin selanjutnya
total 1 replies
Abel Incess
apa sih tujuannya Zamara, makin penasaran
Enz99
bagus bangettt.... lanjut thor
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak
total 1 replies
darsih
zamara penuh teka teki JD penasaran
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak sudah mampir baca
total 1 replies
darsih
JD penasaran SM zamara penuh teka- teki
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: baca lanjutannya kakak biar kejwab
total 1 replies
Eva Karmita
ada misi apa kamu Zamara...dalam satu Minggu harus bisa menaklukkan ustadz Yassir...??
Semoga saja kamu tidak membuat ustadz Yassir kecewa , kamu harus hati" dgn Aisyah
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: rahasia 😂🤣
total 1 replies
Eva Karmita
mampir otor 🙏😊
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!