NovelToon NovelToon
Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Berawal dari sebuah gulir tak sengaja di layar ponsel, takdir mempertemukan dua jiwa dari dua dunia yang berbeda. Akbar, seorang pemuda Minang berusia 24 tahun dari Padang, menemukan ketenangan dalam hidupnya yang teratur hingga sebuah senyuman tulus dari foto Erencya, seorang siswi SMA keturunan Tionghoa-Buddha berusia 18 tahun dari Jambi, menghentikan dunianya.

Terpisahkan jarak ratusan kilometer, cinta mereka bersemi di dunia maya. Melalui pesan-pesan larut malam dan panggilan video yang hangat, mereka menemukan belahan jiwa. Sebuah cinta yang murni, polos, dan tak pernah mempersoalkan perbedaan keyakinan yang membentang di antara mereka. Bagi Akbar dan Erencya, cinta adalah bahasa universal yang mereka pahami dengan hati.

Namun, saat cinta itu mulai beranjak ke dunia nyata, mereka dihadapkan pada tembok tertinggi dan terkokoh: restu keluarga. Tradisi dan keyakinan yang telah mengakar kuat menjadi jurang pemisah yang menyakitkan. Keluarga Erencya memberikan sebuah pilihan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Malam tiba di Jambi, membungkus kota dalam selimut kelembapan tropis yang hangat. Bagi Akbar dan Erencya, malam itu terasa berbeda dari ratusan malam sebelumnya. Untuk pertama kalinya, mereka akan tidur di kota yang sama, di bawah langit yang sama, hanya terpisah oleh beberapa kilometer jalanan yang ramai. Namun, kilometer-kilometer itu terasa seperti jurang yang memisahkan dua dunia yang sangat kontras.

Dunia pertama adalah kamar Akbar di sebuah guesthouse sederhana di kawasan Sipin. Ruangan itu tidak besar, hanya cukup untuk sebuah tempat tidur tunggal, lemari kecil dari kayu, dan sebuah meja dengan kursi. Tidak ada pendingin ruangan, hanya sebuah kipas angin di langit-langit yang berputar pelan, mengedarkan udara malam yang hangat. Semuanya bersih dan fungsional, namun tanpa sentuhan kemewahan sedikit pun.

Akbar meletakkan tas ranselnya di lantai dan duduk di tepi tempat tidur, punggungnya terasa pegal setelah seharian berjalan. Keheningan kamar terasa begitu pekat setelah seharian penuh dengan suara dan tawa Erencya. Ia sendirian sekarang, dan dalam kesendirian itu, realitas dari hari yang baru saja ia lalui mulai meresap dengan kekuatan penuh.

Ia menyentuh bibirnya, tempat di mana ciuman pertama mereka mendarat. Rasanya masih ada sisa kehangatan di sana. Ia memutar ulang setiap momen di kepalanya: tatapan pertama mereka di bandara, pelukan mereka yang penuh kelegaan, cara Erencya tertawa, dan binar kekaguman di mata gadis itu saat ia bercerita tentang sejarah candi. Semuanya terasa lebih indah dari apa yang berani ia bayangkan. Hatinya dipenuhi oleh rasa syukur yang meluap-luap.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, ada sebuah kesadaran baru yang muncul. Hari ini, ia telah melangkah masuk ke dalam dunia Erencya. Ia mengendarai mobil sahabatnya, makan di kafe pilihan gadis itu, dan melihat betapa mudah dan nyamannya kehidupan Erencya. Dan sekarang, ia kembali ke dunianya sendiri—sebuah kamar sewaan yang sederhana. Perbedaan itu, yang tadinya hanya sebuah konsep abstrak, kini terasa begitu nyata dan gamblang. Bukan rasa minder yang ia rasakan, melainkan sebuah kesadaran yang menakutkan akan betapa besarnya jurang yang harus mereka seberangi jika mereka ingin serius.

Sebelum pikirannya berkelana terlalu jauh, ia meraih ponselnya. Ada satu orang yang harus ia hubungi. Ia menekan nomor ibunya.

"Assalamualaikum, Bu," sapanya saat panggilan itu tersambung.

"Wa'alaikumsalam. Alhamdulillah, kamu telepon, Bar. Kamu sudah sampai? Sehat? Bagaimana perjalanannya?" rentetan pertanyaan ibunya yang penuh kekhawatiran terdengar begitu menenangkan.

"Sudah, Bu. Alhamdulillah sudah sampai dengan selamat. Perjalanan lancar," jawab Akbar, senyum tulus terukir di wajahnya. "Jambi kota yang bagus, Bu."

"Syukurlah kalau begitu. Temanmu itu bagaimana? Baik orangnya?"

Akbar terdiam sejenak, mencari kata yang tepat. "Dia... lebih baik dari yang Akbar bayangkan, Bu. Sangat baik."

Ibunya bisa merasakan perubahan dalam nada suara putranya. Ia bisa 'mendengar' senyum Akbar dari seberang telepon. "Ya sudah, syukurlah kalau kamu senang. Jangan lupa makan, jangan lupa istirahat. Jaga diri baik-baik di sana."

"Pasti, Bu. Ibu juga jaga kesehatan di sini, ya."

Setelah panggilan itu berakhir, Akbar merasa lebih tenang. Berbicara dengan ibunya seakan menjadi jangkarnya, pengingat akan siapa dirinya dan dari mana ia berasal.

Sementara itu, di dunia yang lain, Erencya baru saja tiba di rumahnya yang besar dan megah. Lusi ikut masuk, melanjutkan peran mereka dalam alibi 'proyek fotografi'. Mereka disambut oleh aroma masakan Mamanya yang lezat dari ruang makan.

"Kalian sudah pulang?" sapa Mamanya. "Bagaimana proyeknya? Dapat banyak foto bagus?"

"Dapat banyak, Tante! Candi Muaro Jambi ternyata fotogenik sekali," jawab Lusi dengan antusiasme yang meyakinkan, sambil menunjukkan beberapa foto lanskap dari layar kameranya.

Saat makan malam, Erencya dan Lusi duduk di meja makan kayu yang besar bersama kedua orang tua Erencya. Mereka dibombardir dengan pertanyaan-pertanyaan tentang hari mereka.

"Kalian tidak kecapekan? Itu kan tempatnya luas sekali," tanya Papa Erencya.

"Capek sih, Om. Tapi seru!" sahut Lusi. "Tadi Erencya juga pintar banget lho jadi modelnya. Nih, lihat fotonya."

Lusi menunjukkan sebuah foto candid yang ia ambil. Foto itu menunjukkan Erencya yang sedang duduk di bawah pohon beringin, tersenyum lembut ke arah sesuatu di luar bingkai foto, dengan selendang songket biru tersampir di bahunya. Cahaya matahari sore membuat wajahnya tampak bersinar.

"Wah, kamu kelihatan senang sekali di foto ini, sayang," komentar Mamanya sambil tersenyum. "Dan selendang siapa itu? Bagus sekali. Mama belum pernah lihat."

Jantung Erencya berdebar kencang. "Oh... ini... ini tadi Lusi yang bawa, Ma. Buat properti foto biar lebih etnik kelihatannya," jawab Erencya, melirik Lusi untuk meminta bantuan.

"Iya, Tante. Itu punya mamaku," timpal Lusi tanpa berkedip. "Cocok ya dipakai Erencya."

Kebohongan itu terasa menyesakkan di tenggorokan Erencya. Ia benci harus membohongi orang tuanya, terutama saat mereka menatapnya dengan penuh kepercayaan. Namun, saat ia mengingat wajah Akbar dan kebahagiaan yang ia rasakan hari ini, ia menelan rasa bersalah itu dalam-dalam. Ini semua sepadan, batinnya.

Setelah makan malam dan Lusi pulang, Erencya segera berlari ke kamarnya. Ia mengunci pintu, melepaskan dirinya dari semua kepura-puraan. Hal pertama yang ia lakukan adalah menelepon Akbar.

"Halo?" suara Akbar yang terdengar lelah namun bahagia menyapanya.

"Kak... aku kangen," bisik Erencya, kata-kata itu meluncur begitu saja.

Akbar tertawa pelan. "Kita baru berpisah dua jam yang lalu, Ren."

"Tetap saja. Rasanya aneh banget. Seharian bareng, sekarang tiba-tiba sendirian lagi," keluh Erencya. Ia menceritakan tentang 'interogasi' saat makan malam dan bagaimana ia dan Lusi harus berbohong tentang selendang songket itu.

"Maaf ya, jadi membuatmu harus berbohong pada orang tuamu," kata Akbar, suaranya terdengar bersalah.

"Nggak apa-apa, Kak. Ini pilihan aku. Dan ini semua sepadan," jawab Erencya mantap. "Kakak sudah telepon Ibumu?"

"Sudah. Beliau lega aku sampai dengan selamat."

Mereka terdiam sejenak, membayangkan dunia masing-masing. Erencya di kamarnya yang luas dengan pendingin ruangan dan tempat tidur empuk. Akbar di kamar guesthouse-nya yang sederhana dengan suara kipas angin sebagai musik latar.

"Aku nggak berhenti memikirkan hari ini," kata Erencya lembut. "Terutama... waktu di bawah pohon beringin itu."

Akbar tersenyum, ia tahu momen mana yang dimaksud Erencya. "Aku juga. Aku masih bisa merasakannya."

Keintiman dalam suara mereka begitu nyata, seolah mereka sedang berbisik di ruangan yang sama. Mereka membicarakan rencana untuk esok hari, tentang Jembatan Gentala Arasy dan menjelajahi pusat kota. Antusiasme kembali memenuhi diri mereka, mengusir semua jejak kelelahan dan rasa bersalah.

"Ya sudah, Kakak istirahat gih. Pasti capek banget," kata Erencya akhirnya.

"Iya. Kamu juga, ya. Simpan tenagamu untuk petualangan kita besok," balas Akbar. "Selamat malam, Erencya."

"Selamat malam, Kak Akbar."

Setelah menutup telepon, Erencya berbaring di tempat tidurnya yang besar. Ia memeluk selendang songket biru itu, menghirup aromanya yang samar, aroma Akbar dan dunianya. Malam ini, untuk pertama kalinya, jarak fisik di antara mereka begitu dekat. Namun, Erencya justru semakin menyadari betapa jauhnya dunia mereka. Malam ini, ia tidur di kamarnya yang mewah, memikirkan pria yang ia cintai yang tidur di sebuah kamar sederhana di seberang kota. Dan untuk pertama kalinya, ia tidak merasa takut. Sebaliknya, ia merasakan sebuah tekad baru yang membara di hatinya. Tekad untuk membuktikan bahwa cinta mereka bisa menjembatani dunia mana pun.

1
👣Sandaria🦋
jadi ini beneran kisah nyata, Kak? kalaupun nanti berakhir sedih. keknya ini kisah cinta paling epik yg pernah kubaca. padahal baru awalnya lho😀
Sang_Imajinasi: hihi, gpp kok nangis, aku aja baca nangis 😭😆
total 1 replies
👣Sandaria🦋
waduh. kata2 Akbar sungguh menyentuh hatiku, Kak. boleh nangis gak nih?!?😭😅
👣Sandaria🦋
kentara sekali ini Akbar yg pegang kendali, Kak. mungkin itu enaknya punya hubungan dengan bocil😅
👣Sandaria🦋
anak SMA punya cowok anak kuliahan pasti senang banget dia, Kak. bisa dibanggakan pada temannya. tapi bagi cowok yg anak kuliahan punya cewek SMA pasti sering diledek temannya. biasanya begitu. malah dikatain pedofill🤦😂
Sang_Imajinasi: tapi muka anak kuliahan baby face kok 🤣🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
iya. siapa tahu sebentar lagi Akbar jadi seorang CEO. kek di nopel-nopel🤦😂
Sang_Imajinasi: hahaha ga sampai ceo2 an 🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
wah. sholeh juga Akbar. tebakanku kalau mereka berjodoh. si cewek yg login🤔🤣
Sang_Imajinasi: iya cewek nya yang login, udh belajar juga sebagian 🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
dunia maya penuh tipu-tipu. hati menginjak otak mah lumayan. yg parahnya yg enggak kebagian otak itu, Thor😂
Sang_Imajinasi: Hahahaha 🤣
total 3 replies
👣Sandaria🦋
aduh! ini lagi. 18 tahun baru kelas 1 SMA, Thor? berapa tahun itu tinggal kelasnya?😭😭😭 atau authornya masuk SD umur 8 th kali..?🤔
👣Sandaria🦋
nama gurun banget ya?😆
👣Sandaria🦋
24 tahun baru nyusun skripsi, Thor? model-model mahasiswa sering nitip absen ini nampaknya🤔😆
Sang_Imajinasi: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
👣Sandaria🦋
aku dulu juga pernah mengalami hal konyol serupa, Thor. terpaku melihat profil aktor-aktor Korea. rasa-rasa bisa kumiliki😭😂
👣Sandaria🦋
mampir, Kak. menarik kayaknya nih. cinta menabrak aturan. Muslim Minang - Budha Tionghoa. kita lihat bagaimana cara authornya menyelesaikan perkara ini. dan seberapa cantik manuvernya. berat lho ini. gas, Kak!😅
Fendri
wah hp yang disita dibalikin ayahnya, jadi bakal hubungin akbar donk
Fendri
kalau dihayati cerita nya jadi sedih juga berasa diposisi mereka 🤭
Sang_Imajinasi: jangan sampai 🤣🤣
total 1 replies
Fendri
lanjut lagi thor jadi penasaran wkkw
Sang_Imajinasi
ON-GOING
Fendri
lanjut thor baguss
Fendri
awal dari segalanya ini
Bayu
bikin happy ending aja thor ini 😅
Bayu
jangan sad ending yah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!