NovelToon NovelToon
Istri Lugu Sang Cassanova

Istri Lugu Sang Cassanova

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nelramstrong

Siapa sangka, menabrak mobil mewah bisa berujung pada pernikahan?

Zuzu, gadis lugu dengan serangkaian kartu identitas lengkap, terpaksa masuk ke dalam sandiwara gila Sean, cassanova yang ingin lolos dari desakan orangtuanya. Awalnya, itu hanya drama. Tapi dengan tingkah lucu Zuzu yang polos dan penuh semangat, orangtua Sean justru jatuh hati dan memutuskan untuk menikahkan mereka malam itu juga.

Apakah pernikahan itu hanya permainan? Atau, sebuah takdir yang telah ditulis untuk mereka?
Mampukan Zuzu beradaptasi dengan kehidupan Sean yang dikelilingi banyak wanita?

Yuk, ikuti kisah mereka dengan hal-hal random yang dilakukan Zuzu!

Happy Reading ☺️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelramstrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Materi Presentasi

"Gak usah gugup. Mereka yang mendengarkan presentasi kamu juga manusia, nggak akan ada yang menggigit kamu, kecuali aku," bisik Sean, diikuti tawa kecil.

Zuzu mengerucutkan bibir, melirik sinis suaminya yang keluar dari mobil. Ia menghela nafas panjang, tangan yang gemetar membuka pintu mobil. Dia berdiri di atas heels tiga senti, dengan pakaian formal.

"Ayo," ajak Sean.

Zuzu menahan nafas sejenak, lalu menghembuskan perlahan. "Kamu pasti bisa, Zu," gumam Zuzu menyemangati diri sendiri.

Zuzu, berusaha menyingkirkan segala keraguannya untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung, mengikuti suaminya. Mereka langsung diarahkan menuju sebuah ruangan rapat, khusus direksi.

Di ambang pintu, Zuzu menghentikan langkah sesaat. Di dalam ruangan, sudah ada beberapa orang pria dan wanita, termasuk Bianca yang kini berdiri di belakang kursi CEO. Penampilan dan wajah mereka mencerminkan orang-orang yang pintar dan berkarisma, membuat dia langsung merasa insecure.

"Bagaimana kalau aku salah ngomong? Apa mereka akan menyoraki aku? Apa mereka akan memarahiku?" gumam Zuzu, melangkah masuk sambil menundukkan kepala.

"Karena semua peserta rapat sudah hadir, presentasinya langsung saja dimulai," ucap Bianca yang berdiri di belakang Sean sambil memegang sebuah tablet. Wanita itu tersenyum puas ke arah Zuzu, menikmati ekspresi gugup di wajah wanita itu.

Zuzu mengangkat pandangan dari lantai, menatap setiap wajah yang kini menatapnya dengan ekspresi serius. Perasaan mual tiba-tiba menyergap, Zuzu meremas perutnya, berusaha bertahan dalam situasi itu.

Tatapannya beralih pada Sean, wajah pria itu nampak datar. Seolah mempercayakan segalanya pada Zuzu. Entah itu dukungan atau ketidakpedulian, ia tak tahu.

Materi presentasi kini sudah terpampang di layar monitor yang lebih besar, dan bisa dilihat oleh semua peserta rapat. Kakinya bergetar saat mendekat ke layar. Ia menarik nafas dalam-dalam menenangkan detak jantung yang menggeber kuat. Tangan yang gemetar meraih remote untuk menguasai presentasi pagi ini.

Zuzu menarik nafas panjang, memejamkan mata sesaat, lalu membukanya kembali. Dia berusaha mengabaikan tatapan semua orang, dan melihat diagram rumit yang sudah dia pelajari sejak semalam. Dengan keyakinan yang tersisa, wanita itu mulai bersuara, meskipun dengan air mata yang berkaca-kaca.

"Ja-jadi, ini adalah bulatan yang dibagi-bagi..."

Zuzu, sebelah tangan meremas ujung baju, dan tangan yang lain menunjuk layar, sebuah diagram lingkaran.

"Bulatan ini menunjukkan bahwa kebanyakan dari pelanggan kita, yang warna biru ini, ternyata lebih suka warna ungu daripada warna hijau. Kenapa? Karena menurut mereka, kemasan yang warna ungu itu lebih keren dan elegan."

Winda menahan tawa yang ingin meledak, sementara Bianca, mengulum senyum dengan perasaan puas. Semua dewan direksi saling berpandangan dengan ekspresi bingung. Dan Sean, dia merasa tiba-tiba terserang sakit kepala.

Zuzu yang tidak menyadarinya, semakin bersemangat menyampaikan isi presentasi.

"Terus, ini bulatan yang kedua..." Zuzu menunjuk diagram lain. "Diagram ini menunjukkan kalau... kalau promosi kita itu harusnya pakai diskon. Soalnya, terlihat bulatan merah ini paling besar, dan pelanggan lebih senang kalau ada diskon. Apalagi kalau gratis."

Setelah berhasil menyampaikan isi presentasi dengan gaya uniknya sendiri, Zuzu menghadapkan tubuh ke arah semua peserta rapat. Namun, tatapannya tertuju ke lantai yang dingin. Rasa takut masih belum mereda.

"Hanya itu yang bisa saya sampaikan. Kekurangannya, mohon dimaafkan. Dan lebihnya... pasti tidak ada lebihnya. Tapi saya sudah berusaha yang terbaik," kata Zuzu, gugup. Jari jemari saling bertautan erat di depan perut.

Hening menyelimuti ruangan tersebut untuk beberapa saat. Jantung Zuzu berdegup kencang, menunggu reaksi semua peserta rapat. Tatapan mereka dingin, dan ekspresinya nampak menyudutkan membuat Zuzu merasa rendah diri.

Di antara ketakutan yang mencekam, menghimpit dada, dari arah pintu yang terbuka terdengar suara tepuk tangan. Sepasang sepatu muncul, dan melangkah masuk ke dalam ruangan.

Semua orang sontak menoleh ke arah pintu. Kedatangan David yang tiba-tiba membuat semua orang terkejut. Para direksi saling berpandangan dengan ekspresi bingung, lalu bangkit dari kursinya.

"Kamu selalu penuh dengan kejutan, Zuzu. Keberanianmu perlu dihargai," puji David sambil tersenyum lebar, diikuti suara tepuk tangan yang bergemuruh di ruang rapat itu.

Zuzu menatap ayah mertuanya dengan mata berkaca-kaca, penuh perasaan haru. "Te-terima kasih, Tuan," ucapnya. Dia merasa diselamatkan dari situasi yang tidak berpihak padanya.

Ekspresi wajah Bianca dan Winda kini berubah pucat. Mereka saling melirik dengan ekspresi kecewa. Rencana mereka otomatis gagal untuk mempermalukan Zuzu dan membuat Sean marah.

Salah seorang dewan direksi mendekat dan menyalami Zuzu. Nada suaranya tulus saat berkata, "Kerja keras yang luar biasa. Kedepannya, harus belajar lebih baik lagi untuk menyampaikan materi presentasi."

Zuzu mengangguk sambil tersenyum kaku. Dia melirik ke arah peserta rapat lain, tatapan mereka tampak menyudutkan. Ia kembali menunduk lebih dalam.

"Terima kasih, Tuan. Saya akan berusaha lebih keras lagi," jawab Zuzu. Netranya beralih ke arah Sean yang tak beranjak dari tempat duduknya. Ekspresi datar pria itu membuat Zuzu merasa sesak. Apakah pria itu tidak mempedulikannya?

Zuzu memutuskan untuk pergi ke luar, membiarkan rapat itu berlangsung tanpa dirinya. Langkah wanita itu gontai saat berjalan menuju sebuah kursi lalu menjatuhkan tubuh lelahnya.

"Aku nggak tahu apa yang akan terjadi jika Papa David nggak muncul. Mungkin saja mereka akan memarahiku," gumam Zuzu, sambil menopang dagu. "Ternyata percaya diri saja nggak cukup. Harus dibarengi punya otak yang cerdas."

"Permisi..." Tiba-tiba seorang pria yang mengenakan seragam OB melintas.

Zuzu mengamati dengan seksama, melihat OB itu mengepel lantai, wanita itu jadi teringat bagaimana dulu sering disuruh membersihkan kelas, membuat dia merasa tak berharga.

"Aku nggak mau!" Zuzu bergumam lirih sambil memegangi kepala, lalu memalingkan wajah ke arah lain sambil memejamkan mata.

"Zuzu!"

Seruan dari arah pintu ruang rapat, membuat Zuzu menoleh dan segera bangkit dari duduknya. Dia melihat David keluar dari ruangan diikuti Sean.

"Iya, Tuan," sahut Zuzu sembari mencengkram ujung baju, gugup. Matanya mengerjap pelan.

"Ayo, kita bicara di ruangan," ajak David, lalu melangkah lebih dulu.

Netra Zuzu beradu tatap dengan Sean sekilas. Pria itu berjalan melewatinya dengan ekspresi acuh tak acuh, hingga tanpa sadar wanita itu mengigit bibir bawahnya.

'Apa dia marah karena aku telah membuat dia malu di hadapan semua orang? Tapi aku sudah berusaha mengingat dan mempelajari materi presentasi yang dia buat.' Zuzu bermonolog dalam hati, ekspresi wajahnya penuh rasa bersalah dan sedih.

"Nona Zuzu..."

Tubuh Zuzu menegang ketika mendengar suara seseorang dari arah belakang. Jantung berdegup kencang. Dia menoleh dengan ekspresi gugup dan melihat Winda tersenyum tipis ke arahnya.

"Bu Winda," sapa Zuzu sambil tersenyum kikuk.

"Presentasi yang unik, Nona Zuzu. Saya rasa Tuan David akan tertarik pada Anda, terutama setelah melihat keberanian Anda tadi," kata Winda, sambil tersenyum tipis, matanya berkilat licik.

Zuzu mengangguk singkat, sembari melirik ke arah lorong kepergian mertua dan suaminya. "Tu-tuan David mungkin sudah menunggu saya. Saya permisi Bu Winda," pamit Zuzu dengan tergesa, ia melangkah dengan cepat meninggalkan Winda.

"Kita harus buat rencana baru." Bianca berseru di belakang tubuh Winda. Mereka lalu memandangi kepergian Zuzu hingga menghilang di belokan lorong.

Bersambung...

1
EndHa
masih kurang kak bacany.. kek.ny bab ini pendek bgt yaa .. 🤭
Nelramstrong: bab 19 bisa dibaca ulang, ya. aku baru revisi dan tambahkan beberapa part 😁😁
total 1 replies
EndHa
menanti sean bucin dg zuzu..
Nelramstrong: sabar, ya 😁
total 1 replies
EndHa
siapa yg berani nolak perintah tuan david.. 🤣
Nelramstrong: 😅😅😅😅😅😅😅
total 1 replies
EndHa
semangat zuzu,, qm si polos yg cerdik.. tebas semua ciwi² penggoda suami.mu..
Nelramstrong: Semoga bukan dia yang tumbang 😅
total 1 replies
EndHa
oalah zu,, ikan bakar lebih menggoda yaa 🤭
Nelramstrong: Zuzu tahu aja author nya juga lagi pengen ikan bakar 😂
total 1 replies
EndHa
Haii kakak... aq ikuti kisah zuzu,, baru baca noveltoon nih,, masih bingung.. hehe
Nelramstrong: Makasih, kak 🥰
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!