NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Dewa Asura

Reinkarnasi Dewa Asura

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Raja Tentara/Dewa Perang / Fantasi Timur / Balas Dendam
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Mumun arch

Dikhianati oleh murid yang paling ia percayai, Asura, sang Dewa Perang, kehilangan segalanya. Tubuhnya musnah, kekuatannya hilang, dan namanya dihapus dari dunia para Dewa. Namun, amarah dan dendamnya terlalu kuat untuk mati.

Ribuan tahun kemudian, ia terlahir kembali di dunia fantasi yang penuh sihir dan makhluk mistis bukan lagi sebagai Dewa yang ditakuti, melainkan seorang bocah miskin bernama Wang Lin.

Dalam tubuh lemah dan tanpa kekuatan, Wang Lin harus belajar hidup sebagai manusia biasa. Tapi jauh di dalam dirinya, api merah Dewa Asura masih menyala menunggu saatnya untuk bangkit.

“Kau boleh menghancurkan tubuhku, tapi tidak kehendakku.”

“Aku akan membalas semuanya, bahkan jika harus menantang langit sekali lagi.”

Antara dendam dan kehidupan barunya, Wang Lin perlahan menemukan arti kekuatan sejati dan mungkin... sedikit kehangatan yang dulu tak pernah ia miliki.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumun arch, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Api di Balik Langit

Langit pagi terbentang luas, birunya nyaris sempurna. Awan bergerak pelan, membawa angin lembut yang menampar wajah Wang Lin ketika ia melangkah keluar dari hutan. Di depannya, dunia baru terbentang padang hijau, sungai berkilau, dan jalan batu yang memanjang menuju peradaban yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

“Jadi ini... dunia manusia yang sesungguhnya.”

Ia menarik napas panjang. Udara terasa segar, jauh dari aroma api dan abu yang selama ini mengiringinya. Namun, jauh di dalam dada, bara Asura masih berdenyut tenang, tapi siap menyala kapan pun dibutuhkan.

Suara riuh terdengar dari kejauhan. Wang Lin menoleh dan melihat sekelompok pedagang lewat dengan kereta kayu. Seekor lembu besar menarik gerobak yang penuh dengan barang dagangan.

“Hei, anak muda! Mau tumpang ke kota?” teriak salah satu pedagang dengan senyum ramah.

Wang Lin sedikit terkejut, tapi segera membalas dengan anggukan.

“Kalau tidak merepotkan, aku ikut.”

* “Tidak masalah! Naiklah. Kami juga butuh teman ngobrol di jalan.”*

Ia naik ke atas gerobak, duduk di antara karung beras dan kotak kayu. Bau rempah-rempah memenuhi udara, hangat dan menenangkan.

Pedagang tua di sebelahnya menatap wajah Wang Lin dengan penasaran.

“Kau sendirian, Nak? Dari mana asalmu?”

Wang Lin tersenyum samar.

“Dari tempat yang... sudah lama terbakar.”

Si pedagang tertawa kecil, mengira itu hanya candaan.

“Haha, berarti kau kuat, ya! Biasanya yang datang dari tempat seperti itu sudah jadi abu.”

Wang Lin ikut tersenyum.

“Mungkin aku memang seharusnya jadi abu. Tapi... entah kenapa, aku masih di sini.”

Perjalanan terus berlanjut. Gerobak berguncang lembut di atas jalan tanah. Sepanjang perjalanan, Wang Lin memperhatikan dunia di sekelilingnya para petani yang bekerja, anak-anak berlari di sawah, dan burung-burung yang melintas di langit.

Semuanya terasa... hidup.

Dan untuk pertama kalinya, Wang Lin benar-benar merasa menjadi bagian dari dunia itu.

Namun, saat matahari mencapai puncaknya, langit perlahan berubah.

Awan putih bergumpal menjadi kelabu. Angin yang tadinya lembut, kini mulai berputar kuat.

“Huh? Cuacanya aneh...” gumam salah satu pedagang.

Wang Lin menatap langit. Dadanya tiba-tiba terasa berat. Bara di dalam dirinya bergetar tanpa sebab.

“Tidak... ini bukan hujan biasa.”

Tepat ketika ia berkata begitu, kilatan merah melintas di antara awan.

Bukan petir tapi api.

Seketika, bumi bergetar. Seekor burung raksasa dengan sayap menyala api muncul dari balik awan. Suaranya seperti gemuruh petir yang membelah udara.

Para pedagang menjerit ketakutan.

“Dewa... Dewa Api?! Tidak mungkin!”

Wang Lin berdiri di atas gerobak, matanya menyala merah.

Ia bisa merasakan energi itu energi yang sama dengan miliknya.

Tapi lebih tua... lebih liar.

“Itu... bukan Dewa Api,” ucapnya pelan.

“Itu sisa bara Dewa Asura.”

Burung api itu menatap ke bawah, matanya memantulkan cahaya merah darah. Dari paruhnya, suara bergema serak namun jelas.

“Kau... yang mengambil wujud manusia...”

Wang Lin menatap langit, tubuhnya menegang.

“Kau... mengenalku?”

Burung api itu mengepakkan sayapnya, menciptakan gelombang panas yang membakar pepohonan di sekitar.

"Kau... adalah raja kami yang hilang. Tapi kau telah menodai api dengan kelemahan manusia!”

“Aku bukan lagi Dewa Asura yang dulu,” jawab Wang Lin tegas.

“Dan kalau kau datang untuk menghancurkan dunia ini, maka aku tak akan diam!”

Burung itu menjerit keras, langit bergetar, dan hujan api mulai turun dari langit.

Para pedagang berlari panik. Wang Lin melompat turun, menatap api yang berjatuhan seperti hujan neraka.

Di tangan kanannya, api merah menyala lembut dan hangat, bukan liar.

“Kalau begitu, mari kita lihat... api siapa yang akan padam lebih dulu.”

Ia menatap langit dengan mata menyala, lalu melesat ke atas, tubuhnya tertelan kobaran cahaya merah.

Langit berubah menjadi medan tempur antara dua api purba, api hitam liar milik burung Dewa Asura, dan api merah tenang milik Wang Lin.

Dan di tengah gemuruh itu, suara Wang Lin terdengar tegas:

“Aku bukan lagi dewa penghancur. Aku... penjaga nyala kehidupan!”

Langit terbakar merah.

Suara ledakan menggema setiap kali dua api bertabrakan di udara. Cahaya menyilaukan membelah awan, menebarkan serpihan bara ke segala arah.

Wang Lin menahan napas ketika tubuhnya berputar di udara. Sayap api terbentuk di punggungnya, membentang lebar dan berdenyut setiap kali ia mengayunkannya. Setiap kepakan, setiap gerakannya, membawa dentuman energi yang mengguncang udara.

"Kau berubah, Wang Lin!” raung burung Asura itu. “Api yang dulu membakar dunia kini melemah karena hatimu!”

Wang Lin mengangkat tangan kanan, menahan gelombang panas yang datang menghantamnya.

“Tidak. Api ini tak lagi untuk menghancurkan.”

Ia menatap ke arah bawah tanah yang kini mulai terbakar oleh sisa percikan pertarungan mereka.

Teriakan manusia terdengar samar dari kejauhan.

Anak-anak, para petani, semua berlari ketakutan.

Wang Lin mengepalkan tangan. Bara di dadanya bergetar keras, seperti berusaha lepas kendali.

“Aku... tidak akan membiarkan api ini melukai mereka!”

Ia memutar tubuh, lalu menukik ke bawah. Kedua tangannya terentang, menyerap kembali setiap percikan api yang berjatuhan dari langit. Bara itu berputar di sekeliling tubuhnya, membentuk pusaran merah keemasan.

Burung Asura itu menjerit keras, mengejar dari belakang.

“Kau menentang kodratmu sendiri! Api tidak diciptakan untuk melindungi!”

“Kalau begitu, biarkan aku menjadi pengecualian!”

Dua kekuatan bertemu lagi di langit. Dentumannya membuat udara bergetar, memecah awan. Sinar merah dan oranye berpadu, menyilaukan seperti dua matahari yang saling bertabrakan.

Dalam sekejap, dunia menjadi sunyi.

Lalu...

BOOM!

Ledakan besar mengguncang langit. Cahaya merah menyelimuti segalanya. Tubuh Wang Lin terhempas jauh, jatuh menembus awan hingga nyaris menyentuh tanah. Tapi sebelum ia benar-benar jatuh, ia mengerahkan sisa tenaganya untuk melayang perlahan dan mendarat di tepi danau.

Uap panas masih mengepul dari tubuhnya. Luka-luka kecil terbakar di kulitnya, namun matanya masih menyala tegas.

Burung Dewa Asura melayang di atasnya, kini sayapnya mulai robek, cahaya apinya meredup.

“Kau... benar-benar memilih jalan itu?”

Wang Lin mengangguk perlahan.

“Ya. Aku bukan lagi makhluk penghancur. Aku hanya ingin menyalakan api yang memberi kehidupan.”

Burung itu menatapnya lama, lalu menurunkan kepalanya perlahan. Suara beratnya berubah menjadi lirih, nyaris seperti bisikan.

“Mungkin... inilah takdir yang seharusnya. Bara lama akan padam, agar nyala baru bisa lahir.”

Cahaya merah di tubuh burung itu memudar perlahan, kemudian berubah menjadi serpihan kecil api yang beterbangan di udara. Serpihan-serpihan itu mengitari Wang Lin, menyerap masuk ke dalam tubuhnya, hingga tak tersisa apa pun di langit selain keheningan dan awan yang kembali putih.

Wang Lin berdiri diam. Angin lembut berembus, menyingkap rambutnya yang basah oleh keringat.

Ia memejamkan mata sejenak.Di dalam dada, bara yang dulu terasa berat kini menyala tenang hangat, bukan membakar.

“Kau akhirnya tenang,” gumamnya pelan.

“Dan aku... akhirnya tahu siapa diriku.”

Ia menatap ke langit yang kini cerah kembali, lalu tersenyum kecil.

“Dunia ini luas. Dan aku baru saja memulainya.”

Langkahnya perlahan menjauh dari danau, meninggalkan sisa asap yang menari di permukaan air.Namun jauh di kejauhan, di balik pegunungan, sepasang mata lain mengamati dari bayangan.

Seseorang tersenyum tipis sambil memegang batu merah bercahaya.

“Akhirnya... pewaris api sejati muncul. Dunia belum tahu, badai baru akan dimulai.”

Langit telah kembali biru. Tapi di dalam dada Wang Lin, masih tersisa denyut halus dari api yang tadi hampir melahap segalanya.Ia duduk di tepi danau, menatap pantulan wajahnya di air.

“Lucu... bahkan setelah semua ini, aku masih terlihat seperti manusia biasa.”

Suara kecil itu keluar disertai tawa pendek, setengah lelah, setengah lega.Ia menyentuh air, dan permukaannya bergetar, memantulkan cahaya kemerahan dari mata Wang Lin yang perlahan memudar menjadi hitam biasa.

"Apakah ini yang disebut... tenang?” gumamnya pelan.

Angin membawa aroma tanah dan dedaunan. Dunia terasa hidup kembali, seolah ikut bernapas bersamanya.Namun kedamaian itu tak berlangsung lama.

Suara langkah kaki terdengar dari balik pepohonan.

Langkah yang ringan, tapi teratur seperti seseorang yang tahu ke mana ia akan pergi.

Wang Lin menoleh cepat.

Dari balik kabut tipis, muncul seorang perempuan muda berambut hitam panjang, mengenakan pakaian sederhana warna abu keperakan. Matanya tajam, tapi senyum di bibirnya sangat lembut.

“Kau akhirnya berhenti membakar langit,” katanya santai.

Wang Lin menatapnya hati-hati. “Kau... siapa?”

Perempuan itu berjalan mendekat, berhenti di jarak tiga langkah di depannya.

“Namaku Mei Ling. Utusan dari Kuil Roh. Kami sudah lama menunggumu, Dewa Asura.”

Nama itu “Dewa Asura” membuat napas Wang Lin sedikit tertahan. Ia mengalihkan pandangannya. “Nama itu... sudah seharusnya terkubur.”

Mei Ling menatapnya dalam. “Kau bisa menyangkal siapa dirimu, tapi dunia tidak akan melupakannya.”

Ia mengeluarkan sebuah batu kecil dari kantong bajunya yang berwarna merah tua, berdenyut lembut seperti jantung yang berdetak.

“Ini... sisa kekuatanmu dulu. Batu Asura. Seseorang menyuruhku menjaganya sampai waktumu tiba.”

Wang Lin mengulurkan tangan, namun berhenti di tengah udara. Tatapannya kosong sesaat, lalu perlahan berubah sendu.

“Kalau begitu... waktuku benar-benar belum berakhir.”

Mei Ling mengangguk. “Dunia sedang berubah, Wang Lin. Api lama mungkin sudah padam, tapi bara itu masih dicari banyak orang. Dan... bukan semuanya bermaksud baik.”

Wang Lin menatap batu itu sangat lama, lalu akhirnya menggenggamnya. Seketika, udara di sekitar mereka bergetar, seolah langit mengenali energi yang baru saja kembali ke tubuhnya.

“Baiklah,” katanya sambil tersenyum tipis.

“Kalau begitu, sepertinya aku tak bisa beristirahat terlalu lama.”

Mei Ling ikut tersenyum, tapi matanya tampak menyimpan kekhawatiran.

"Jalanmu tidak akan mudah. Ada banyak yang ingin api itu padam... atau malah membakarnya lagi.”

“Aku sudah terbiasa dengan jalan sulit,” jawab Wang Lin ringan. “Tapi kali ini, aku tidak sendirian, kan?”

Mei Ling menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil.

“Tidak. Kau punya sekutu. Dan... mungkin juga alasan baru untuk tetap hidup.”

Wang Lin menatap langit senja yang memerah lembut.

Di matanya, bukan lagi api kebencian, melainkan nyala kecil yang hangat.

“Kalau begitu,” ujarnya pelan,

“mari kita lihat... seberapa jauh bara ini bisa menerangi dunia.”

Langkah mereka pergi meninggalkan danau, perlahan-lahan menjauh, sementara di langit ada seberkas cahaya merah kembali muncul, menandakan kebangkitan sesuatu yang lebih besar dari sekadar legenda.

1
Nanik S
Ceritanya kurang Hidup
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Asura terkenal sebagai penghancur
Nanik S
Kata... oky dan kata Dong.. jangan dipakai
Nanik S
Lanhua apakah juga seorang oengikut Asura dimasa lalu
Nanik S
NEXT
Nanik S
Inginya Wang Lin hidup tenang tapi sebagi mantan Dewa perusak tentu saja diburu
Nanik S
Apakah Mei Lin akan berjalan bersama Asura
Nanik S
Lanjutkan 👍👍
Nanik S
Wang Kin apakah akan ke Lembah Neraka
Nanik S
Mantap jika bisa tentukan takdirnya sendiri
Nanik S
Bakar saja para dewa yang sok suci
Nanik S
Sudah berusaha jadi manusia malah masih diburu... Dewa Sialan
Nanik S
Tidak akan perang tapi kalau mereka datang harus dihadapi
Nanik S
Laaanjut
Nanik S
Wang Lin
Nanik S
Dendam yang tetap membuatnya masih hidup
Nanik S
Bakar saja pengikut Royan
Nanik S
Dewa pun bisa lapar 🤣🤣🤣 awal yang bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!