Ketika takdir bisnis mengikat mereka dalam sebuah pertunangan, keduanya melihatnya sebagai transaksi sempurna, saling memanfaatkan, tanpa melibatkan hati.
Ini adalah fakta bisnis, bukan janji cinta.
Tapi ikatan strategis itu perlahan berubah menjadi personal. Menciptakan garis tipis antara manipulasi dan ketertarikan yang tak terbantahkan.
***
"Seharusnya kau tidak kembali," desis Aiden, suaranya lebih berbahaya daripada teriakan.
"Kau datang ke wilayah perang yang aktif. Mengapa?"
"Aku datang untukmu, Kak."
"Aku tidak bisa membiarkan tunanganku berada dalam kekacauan emosional atau fisik sendirian." Jawab Helena, menatap langsung ke matanya.
Tiba-tiba, Aiden menarik Helena erat ke tubuhnya.
"Bodoh," bisik Aiden ke rambutnya, napasnya panas.
"Bodoh, keras kepala, dan bodoh."
"Ya," bisik Helena, membiarkan dirinya ditahan.
"Aku aset yang tidak patuh."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hellosi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Fedrick kembali ke rumah dengan langkah berat, beban dunia seolah berada di pundaknya.
Dia menemukan Calista dan Helena sedang menata bunga di ruang keluarga.
Helena bersenandung kecil, tawanya riang, seolah tak ada beban.
Fedrick menatap putrinya, hatinya teriris. Bagaimana mungkin dia menyampaikan hal ini pada permata hatinya?
Malam itu, setelah Helena tertidur, Fedrick duduk di samping Calista.
"Kita akan menyetujui pertunangan ini," bisiknya, suaranya parau.
Calista terperanjat, matanya memancarkan ketidakpercayaan.
"Kau janji tidak akan pernah melibatkan Helena!"
"Aku tidak punya pilihan, Sayang," jawab Fedrick, suaranya dipenuhi keputusasaan.
Fedrick menceritakan ancaman Henhard yang terselubung dan menjelaskan bagaimana mereka bisa kehilangan segalanya jika menolak.
"Ini adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan perusahaan, dan dengan begitu, menyelamatkan masa depan Helena," katanya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Calista menunduk, air mata mengalir di pipinya.
"Dan bagaimana dengan putri kita? Dia masih kecil! Apakah itu tidak penting?"
Fedrick memejamkan mata, merasa keputusannya adalah sebuah pengkhianatan.
"Kita akan memastikan Helena bahagia. Pertunangan ini hanya di atas kertas. Ini adalah kesepakatan bisnis, bukan ikatan hati."
Fedrick meraih tangan Calista, menggenggamnya erat, berharap kehangatan dari sentuhannya bisa menenangkan hati mereka berdua.
Dua hari berlalu dan berita tentang pertunangan pewaris Nelson dan Aliston menyebar bagai api.
Majalah bisnis, koran, dan media sosial dipenuhi foto Aiden dan Helena, dihiasi judul bombastis tentang aliansi dua raksasa ekonomi.
Di kediaman Aliston, Henhard tersenyum puas.
Dia telah memenangkan permainan ini, dan juga berhasil menempatkan Aiden di posisi yang menguntungkan, sesuai dengan rencananya.
Di kamarnya, Aiden menatap layar tabletnya, membaca berita itu.
Foto Helena yang sedang tersenyum ceria terpampang besar.
Gadis kecil yang mempesona, pikirnya, akan menjadi kecantikan seperti apa saat dia dewasa nanti?
Reyhan menerobos masuk ke dalam kamar Aiden, dan langsung melontarkan pertanyaan.
"Kau akan bertunangan dengan Helena Nelson?"
Senyum pahit merekah di bibirnya.
"Selamat atas kemenanganmu."
"Aliston sepenuhnya milikmu kak."
Aiden hanya melihat datar ke arah adiknya yang masuk tanpa mengetuk pintu, tak sedikit pun terprovokasi.
Dia mengangguk pelan, seolah ucapan Reyhan adalah fakta yang sudah diketahui jauh sebelumnya.
"Bukan kemenangan," bisik Aiden, suaranya pelan namun penuh makna, sementara matanya menyala dengan api yang tak terucapkan.
"Ini baru awal."
***
Berita pertunangan itu mencapai telinga keluarga besar Aliston seperti kilat menyambar.
Di sebuah ruang makan mewah yang didominasi oleh kerabat Henhard, suasana yang biasanya penuh dengan ketenangan kini kacau balau.
Alaric dan Clara, yang selama ini selalu mengawasi Henhard, terdiam, rahang mereka mengeras.
Bisikan Clara terdengar penuh rasa tak percaya dan cemburu.
"Pertunangan? Dengan keluarga Nelson? Anak kecil itu... dia akan mendapatkan segalanya tanpa perlu berusaha."
Alaric, yang selalu menganggap dirinya lebih layak mewarisi Aliston Corporation, meninju meja makan dengan frustrasi.
"Henhard sudah gila! Mengikat Nelson dan Aliston menjadi sekutu? Dia akan membuat kerajaan bisnis yang tidak bisa kita sentuh!"
Mereka selama ini menunggu Henhard membuat kesalahan, menunggu celah untuk merebut kekuasaan.
Tapi Henhard justru mengambil langkah yang paling berani dan tak terduga.
Pertunangan ini bukan hanya aliansi bisnis, melainkan sebuah tembok baja yang mengelilingi kekuasaan Henhard.
Dengan sumber daya Nelson di sisinya, Aliston Corporation menjadi tak terjamah.
Aiden, yang tadinya hanya seorang penerus, kini memiliki status yang melonjak. Ini membuat iri dan kebencian di hati mereka.
Mereka tidak lagi bisa meremehkannya. Mereka menyadari bahwa Henhard tidak hanya melindungi kekuasaannya, tetapi juga sedang membangun dinasti yang tak bisa digoyahkan.
"Kita tidak boleh tinggal diam," kata Alaric dengan suara penuh amarah.
***
Di kediaman Nelson. Fedrick dan Calista duduk bersama Helena di ruang keluarga, keheningan terasa begitu berat.
"Sayang," Calista memulai, suaranya bergetar.
"Ada sesuatu yang harus kami beritahu."
Helena menatap orang tuanya dengan penasaran. Ayahnya tampak lelah, dan ibunya memegang tangannya erat.
Fedrick menarik napas dalam, matanya dipenuhi rasa bersalah.
"Nak, kamu akan bertunangan dengan Aiden Aliston."
"Tapi anggap saja seperti mendapat teman baru," jelas Fedrick, suaranya mencoba menenangkan.
"Ayah janji pertunangan ini tidak akan membebanimu, tidak ada yang berubah."
Calista menambahkan, suaranya lembut,
"Kau tahu Aiden Aliston yang di pesta kemarin kita hadiri? Dia anak laki-laki yang tampan."
Helena menatap kedua orang tuanya. Dia tidak terkejut. Dia telah mendengar desas-desus sebelumnya.
Helena melihat ke arah ayahnya, yang menatapnya dengan rasa bersalah yang mendalam.
Ekspresi Fedrick dan Calista yang begitu tegang membuatnya tersenyum kecil.
"Oh, jadi begitu," katanya, suaranya terdengar terlalu santai.
Fedrick dan Calista terdiam, bingung dengan respons putrinya.
"Helena, kau... kau tidak marah?" tanya Calista.
Helena menggelengkan kepalanya.
"Aku tahu ini hanya bisnis. Aku adalah pewaris Nelson Corporation. Aku mengerti tanggung jawabku."
"Tapi... kau tidak sedih?" tanya Fedrick, merasa keputusannya adalah sebuah pengkhianatan.
Helena tersenyum lembut. "Sedih? Untuk apa? Hidup terlalu singkat untuk kesedihan. Aku akan mengurus ini, dan kalian tidak perlu khawatir."
Helena bangkit dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan kedua orang tuanya dalam keheningan yang menyakitkan.
Fedrick dan Calista saling menatap, tidak tahu apakah harus lega atau merasa lebih khawatir.
Mereka telah berharap Helena akan marah dan menangis, tetapi sikap acuhnya yang tenang membuat mereka merasa seperti pengkhianat.
Setelah memasuki kamarnya, Helena tersenyum tipis. Dia berjalan ke arah balkon, berdiri diam menikmati hembusan angin malam yang menerpa tubuhnya.